Kamis, 11 Oktober 2012

Tulisan di Buku Fisika

Cerita  Remaja
Tulisan di Buku Fisika
Oleh  : Pagu  Rutoto

Aku malas pulang. Aku ingin terbang. 
Terbang jauh bersama Dita. Tapi Dita sudah  pulang.  Mulai pagi ini dia bagai langit nan bermendung, saat Dita mengembalikan buku fisikaku, wajah yang tak ramah.
===

SMP Negeri 2 Purbalingga.
   Langit masih  terang  benderang.  Matahari  sudah  lewat  dari  titik kulminasinya. Sekolah sudah selesai hari ini. 
Para siswa sudah banyak yang pulang. Aku menundukkan  kepala. Dita di depanku menatap pohon glodogan yang menjulang  tinggi, angin kering masih bertiup lembut. Menyapu debu tipis di halaman sekolah. Masih beberapa anak di parkiran, ada pula yang di utara lapangan basket.
"Kita harus  pulang!” kataku datar. Dita menganggukan kepala. Bibirnya rapat menyimpan kata-kata. Matanya  menatapku lirih. Aku tak mampu menebak isi hatinya.
"Kamu sakit?'' tanyaku. Dita menggelengkan kepala. Kupegang  tas sekolahnya. Aku membimbingnya berdiri. Tapi Dita bergeming, tetap diam di bangku panjang di depan kelas VII E.
"Kamu marah padaku?" Dita menggelengkan kepala.
"Ada sesuatu yang membuatmu gundah?" Dita mengangguk. Aku terdiam.
"Apa ?"
"Besok aku akan bertanya padamu" kata Dita
"Kenapa harus besok? Sekarang saja!” saranku.
"Tidak!” jawabnya dan dia beranjak dengan cepat menuju ke sepedanya. Aku terpaku di tempatku.
Kutatap langkah Dita di halaman kelas. Kutatap pula pucuk pohon glodogan yang  paling  tinggi. Ada lambaian daun kecil yang seakan mengejekku. “Rasain  loe!”
Serambi kelas ini jadi saksi, Dita diam membisu di depanku. Menjadi saksi ketika aku terpukul dengan kediamannya. Memang ada rasa khusus antara aku dan Dita. Saling menyapa. Cerita bersama. Belajar bersama.
Aku di kelas 2F dia di kelas 2E. Kelas-kelas  bersebelahan, seakan satu RT. Kadang  aku pinjam  catatannya. Dita  juga sering pinjam catatanku. Kemarin  Dita pinjam padaku Buku Fisika. Hal cahava. Rupanya dia kesulitan tentang melukis bayangan benda pada cermin datar. Aku bisa. Aku punya catatan cara melukiskan bayangan benda pada cermin datar  Dita pinjam. Aku suka. Sangat senang jika Dita berkenan pinjam bukuku. Dengan marahnya, mungkinkah pinjaman buku fisika ini sebagai pinjaman terakhir Dita padaku? Sungguh memprihatinkan.
“Ah, Dita jangan marah  padakuI”
Aku malas pulang. Aku ingin terbang. Terbang jauh bersama Dita. Tapi Dita sudah  pulang.  Mulai pagi ini dia bagai langit nan bermendung, saat Dita mengembalikan buku fisikaku, wajah yang tak ramah.
Aku duduk di bangku panjang, di tempat tadi Dita duduk. Kubuka  tas  kesayanganku! Buku fisika yang bersampul biru kubuka-buka. Kusimak halaman tentang cara melukis bayangan benda pada cermin datar. Lima menit. Kubuka-buka  lagi halaman demi halaman sampai ke akhir halaman. Halaman  terakhir penuh  dengan  tulisan. Halaman  ini kadang  kugunakan untuk menghitung, menulis  jawaban, sket gambar dan lain-lain. Dan di pojok kanan bawah terdapat tulisan: “Isna Agustina, selamat valentine, Isna! Selalu salam manis buatmu!”
Dadaku  terkesiap! Mungkin  inilah yang menjadikan Dita terdiam. Isna memang  manis tapi aku lebih memilih Dita. Dita lebih lembut lebih sopan. Tidak terlalu  banyak  tingkah. Sederhana, berambut panjang. Dulu rambutnya pernah  di potong  pendek.  Ketika berambut-pendek itu, dia pernah memasang jepit rambut dari segala  sisi kepalanya. Di kanan, kiri, tengah, belakang, samping, miring, tegak, pokoknva rungseb! Tapi Dita ditakdir cantik, panjang atau pendek model rambutnya dia tetap  cantik, lembut dan manis. Dan aku suka!
Lalu bagaimana dengan tulisan di buku fisika ini? Apa alasanku pada  Dita? Aku harus  datang  padanya.
===

Senin  sore 14 Februari  2005.  Aku datang  ke tempat Dita. Aku bercelana  jean, T shirt biru, dengan tulisan di dada ‘No Fear’, siapa  takut? Sepatuan. Pakai bau-bauan. Harus meyakinkan! Aku datang ke tempat  Dita ditemani Argo. Teman akrabku satu bangku.
“Assalamu'alaikum" salamku di depan pintu. Ya, ampun.Ibunya yang membukakan pintu.
“Maaf, Bu. Mau bertemu Dita. Dita ada, Bu?”
“Ada! Duduk  dulu!" Ibunya  baik.  Aku pernah  bertemu dengannya empat kali. Tapi baru kali ini aku bertamu, dan bertemu di rumah ini.
Dita keluar. Berbaju  pink.  Lembut  sekali, berlengan  cekak, sehingga lengannya tampak panjang dan utuh. Krah bajunya model sanghai, ujung krah yang bulat sangat serasi dengan bentuk pipinya. Bawahannya  rok dengan  warna  yang cenderung  pink  juga, namun lebih tua. Ah.cantiknya, Dita!
“Dita, jika aku salah, maafkan  saya! Kenapa  kamu marah  padaku” kata-kataku sejenak setelah sebentar menatapnya kagum.
“Maafkan saya!” Dita diam. Matanya redup menatap vas bunga dipojok ruang.
" Ada huhungan apa kamu dengan Isna!" kata Dita langsung, sesuai ramalanku.
" Maaf Dita. Kau pasti baca tulisan di buku fisikaku!”
“Iya!”
“Tulisan di buku fisika itu memang tulisanku, tapi itu isi hati Argo"  Kutatap  Argo. Kupancarkan permohonan bantuan lewat sorot mataku.
“Ia ingin kirim salam buat Isna!”
Argo memiringkan muka. Jalan pikirannnya klop denganku.
"Maaf Dita" sela Argo kemudian,”Itu aku yang minta tolong pada Endra! Kebetulan nulisnya di buku Endra, bukan di bukuku!”
Wajah Dita sedikit berubah. Matanya berkilat. Bibirnya terkuak.
“Kirim salam! Kau jatuh hati pada Isna?" Tanya Dita pada Argo. Argo mengangguk  pelan.
Dita  menatap  Argo lekat-lekat. Matanya bulat. Bola matanya sesaat  seperti berputar. Bibirnya berkemik, kemudian tersenyum manis sekali. Ada  wajah cerah menghiasi Dita.  la mengangguk.
“Aku  tahu  sekarang, kau suka  pada  Isna” suara Dita lembut.
“Betul, Dita!” potongku, “Dia mau membuat kartu Valentine. Argo minta tolong membuat sket kata” Dita menatap Argo.
“Tulisan di buku fisika itulah kata-kata yang kusarankan!” Dita tersenyum. Berdiri dan mengulurkan tangan untuk Argo.
“Isna gadis yang manis dan baik hati. Selamat Argo!"  Dita  bersalaman dengan Argo. Lalu menyalami aku. Lirih ia bicara.
"Maafkan aku, Endra!" Aku mengangguk.
Bumi kembali berputar, terang benderang di jagat kecilku.
==
Dengan damai misi damai telah terlaksana. Aku berdua pulang.  Di tengah  jalan  Argo  tertawa. 
“Sebenarnya kamu tertarik pada Isna, kan?” pertanyaan tajam dari Argo untukku.
“Iya. Tulisan itu juga isi hatiku. Terimakasih! Kamu telah menolongku” jawabku jujur
“Dita terlalu percaya padamu. Ia gadis yang baik”
“Benar!”
"Sesungguhnya aku tak pernah minta tolong untuk membuatkan kata-kata itu! Kita telah bersandiwara di depan Dita!” komentar Argo.
Sebelas menit kami berdua membisu. Aku menelusuri memori bersama Isna.
“Benar kata Dita”, kataku datar, “Isna memang manis dan baik hati! Sayanglah kamu padanya!”
“Bodong! Kamu jahat! Kasihan Dita! Kamu bohongi Dita!” gerutu Argo.
“Tapi Isna memang manis kan?” tanya Endra.
Argo mengangguk! Dadanya berdesir! Wajah Isna terbayang di benaknya.
“Sayangi Dita! Jangan ganggu Isna!” pesan Argo. Endra mengangguk. Keduanya bersalaman. Ada desir perih di hatiku. Hati yang bercabang.
Bodong, mbok!
====
Purbalingga, 14 Februari 2005
Terimakasih untuk Dita atas ide dan “model” yang kalian berikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar