Banyumas – Irreguler
Ternyata Bahasa Banyumas tidak kalah uniknya
dengan Bahasa Inggris.
Dalam Bahasa Inggris ada kata sandang yang
digunakan untuk menyebutkan kata benda secara individual; the ( the sun,
the moon, the sky) maka di Banyumas ada awalan yang bunyinya mirip yaitu de. Awalan ini punya dua makna:
(1) Pertama “agak” misal pada
kata dengonoh (agak kesana) dengeneh (agak kesini).
(2) Kedua “melakukan suatu
pekerjaan secara sengaja”, misal detiliki (ditengok), dejiot (diambil).
Menurut hemat saya Bahasa Banyumas yang baku
adalah de bukan di sehingga seperti contoh di atas:
a. Detiliki
bukan ditiliki
b. Dejiot
bukan dijiot
c. Dekongkon
bukan dikongkon
Mengapa kata de
pada saat ini cenderung berubah menjadi di
?
Kemungkinan penyebabnya adalah:
1. Kurang konsistennya
penduduk asli Banyumas menggunakan kata asli yang benar.
2. Para perantau yang
bergaul dengan masyarakat “wetanan” secara tidak sengaja terbiasa menggunakan
kata di daripada de
3. Banyak guru Bahasa Jawa
yang asli wetanan, sehingga tidak tahu bahwa dialek Banyumas yang benar adalah de, bukan di. Akibatnya yang diajarkan di bukan de. PR bagi Guru Bahasa Jawa
yang asli Banyumas, untuk lebih cermat dalam mencermati hal semacam ini.
Kembali kepada keunikan Bahasa Banyumas. Dalam
Bahasa Inggris ada istilah irreguler, dalam Bahasa Banyumas pun ada hal yang
sejenis dengan istilah ini.
Irreguler verb sering dikatakan sebagai kata
kerja tak beraturan. Bunyi dan frasanya terbentuk oleh bentuk waktu (tenses).
Contohnya kata : arise (infinitife) - arose (preterite) dan - arisen (past
participle, artinya sama yaitu terbit.
Pembedanya adalah waktu.
Sekarang Bahasa Banyumas. Dalam Bahasa Banyumas
pembentukan kata “irreguler” ini, ternyata kebanyakan obyeknya tetap sama, perubahannya karena situasinya yang
berubah.
Berikut ini adalah sekedar contoh “irreguler”,
frasa dan bunyi dalam Bahasa Banyumas. Antara lain dipengaruhi oleh:
1. Perubahan bentuk dari
kecil menjadi lebih besar.
a. Indhil-indhil –
ondhol-ondhol
b. Mlenthing – mlenthung
c. Njendhil - njendhol
d. Menunung – menonong
e. Mrintis – mruntus
f.
Krikil – krakal
2. Perubahan jumlah dari
sedikit menjadi lebih banyak.
a. Secimit – secomot
b. Linthing – lunthung
c. Gemridig - gemrudug
d. Ngglindhing - ngglundhng
e. Mrepet – mrapat
3. Perubahan tempat dari
yang rendah meningkat menjadi lebih tinggi.
a. Thongkrong – thingkring –
thingkrang – thungkrang
4. Perubahan posisi
a. Mencolot – menculat –
mencelat
b. Mringis – mrenges –
mrongos
c. Ngeneh – nganah
d. Kejengking - kejengkang
e. Njenthir – njenthar
f.
Njengit – njengat
5. Perubahan bunyi
a. Thithik – thuthuk –
thothok
b. Kemricik – kemracak
c. Kripik – krupuk
d. Klethik – klethak
e. Teplik – tepluk
6. Karena sebab-akibat
a. Garang – garing
He, he, he, barangkali ada yang ingin meneruskan?
Silahkan!
Sekedar info, saya pernah nulis juga bahwa
wangsalan Banyumasan ternyata punya bentuk yang unik dan lebih menarik
dibandingkan wangsalan pada umumnya. Saya menyimak wangsalan tersebut justru
pada lirik tembang/gendhing Kembang Glepang.
Hemat saya pola pembentukan wangsalan tersebut
dapat dijadikan sebagai salah satu “hak paten” sastra Banyumasan, yang sangat
unik di tengah sastra tulis dan sastra tutur yang lain.
Semoga
berkenan. Amiin!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar