Gyeh - Mbok
Menyimak lagi dialek Banyumas.
Ada kata gyeh
dalam dialek Banyumas. Ketika saya kecil kadang saya menonton orang mluku, membajak sawah, dengan
menggunakan tenaga kerbau untuk menarik bajak. Salah satu kata yang diteriakkan
oleh sang pembajak adalah, “Gyeh, gyeh,
gyeh ....! Jek, jek, deri .... kalen!”
kadang sambil memainkan atau membunyikan pecut,
cambuk! Dengan teriakan tersebut si kerbau pun berjalan dengan benar, pada
jalur yang benar, lurus membentuk kalen,
parit, sesuai kehendak sang pembajak, sesuai bentuk petak sawah. Mencermati
tingkah laku keduanya maka maksud bunyi, gyeh
adalah jangan, artinya si kerbau
disuruh jangan meleng, jangan keluar
dari garis bajak yang seharusnya.
Pada kejadian tertentu, terjadi seseorang
memanggil orang lain dengan panggilan, “Gyeh!”
Terutama kalau yang dipanggil agak jauh dari si pemanggil. Lalu kapan bahasa untuk kerbau ini
dijadikan sebagai bahasa untuk manusia? He, he, he!
Gyeh ternyata banyak
digunakan dalam kalimat singkat, sebagai penegas yang bersifat melarang, negasi, jangan!
Contoh:
Gyeh, aja kaya kuwe lah!
Gyeh, aja sembrana lah!
Gyeh, aja maring ngonoh lah!
Gyeh, aja maning-maning ya!
Gyeh, aja sok ndablus, lah!
Namun demikian kita dapat mencermati juga bahwa
kata gyeh identik dengan bunyi nih pada dialek Jakarta.
Simak:
Gyeh, nyong ngomong ya! = Nih,
saya bilang ya!
Gyeh, mangkat siki bae! =
Nih, berangkat sekarang saja!
Gyeh,
duwit! Nggo qo! = Nih,
uang! Untuk kamu!
Jika gyeh
sama dengan nih, maka dapat
disusuri bahwa kata gyeh sesungguhnya
berakar dari kata kiye yang
kemudian berubah menjadi kiyeh, kyeh,
dan akhirnya gyeh, sangat
dekat dengan perubahan kata ini
menjadi nih!
Menyimak kata gyeh
berasal dari kata kiyeh (= ini, nih), maka kata yang hampir sama adalah
kata “kweh”, berasal dari kata
kuwe, kuweh dan akhirnya ”kweh”
(= itu, tuh)
Simak:
Kweh, wis gedhe! = Tuh,
sudah besar!
Duweke
qo, kweh! = Punya kamu, tuh!
Mbok salah ya njaluk ngapura!
He, he, he ..., perhatikan kalimat di atas, ada
satu kata yang khas juga! Kata “mbok”.
Sepengetahuan saya kata mbok mempunyai tiga makna.
Pertama: Mbok berasal dari kata embok,
simbok artinya biyung, emak, ibu.
Contoh:
Mbok, rika wis adang apa urung? = Ibu, ‘kamu’ sudah masak
nasi apa belum?
Kae, mboke Badrun, arep maring ngendi? = Itu, ibunya Badrun, mau pergi kemana?
Mbok Mingad agi nyapu latar. = Ibu Mingad sedang
menyapu halaman.
Kedua: Mbok sebagai kata yang dekat sekali dengan kata barangkali pada Bahasa Indonesia.
Namun dalam kalimat yang berbeda punya pemaknaan
yang agak berbeda pula.
Simak:
Ngati-ngati, mbok
keblosok! = Hati-hati, barangkali (jangan sampai) terperosok!
Mbok madan nganah sie, sesek! =
Barangkali (sebaiknya) agak ke sana
si, berjubel!
Cekelan, mbok tiba! = Pegangan, barangkali (khawatir) jatuh
Ketiga: Mbok sebagai kata penegas identik dengan kan pada Bahasa Indonesia. Bersifat pertanyaan yang menekan, untuk
meyakinkan lawan bicara. Umumnya diletakkan di akhir kalimat.
Contoh:
Enak
banget, mbok? = Enak sekali, kan?
Pog-pogane gutul, mbok? = Akhirnya sampai, kan?
Perhatikan mbok
kadang juga ditempatkan di tengah kalimat.
Contoh:
Kweh, mbok udu inyong? = Tuh, kan bukan saya?
Jajal, mbok qo ora teyeng? = Coba, kan
kamu tidak bisa?
Untuk dicermati bahwa kata mbok bisa menjadi mbokan,
asal bukan untuk pengganti Mboke, Emak, Biyung atau Ibu!
Gyeh, inyong ngomong! Mboke, mbokan prentah lomboan, nyong wegah! Kweh, mbok! Mbok, lombo temenan? (Nih, saya bicara! Ibu, barangkali perintah
bohongan, saya tidak mau! Tuh, kan! Kan,
bohong sungguhan!)
Catatan: Saya kalau nulis ko (=kau, kamu)
menggunakan huruf Q bukan K, kenapa? Sebab bunyi yang benar,
sesuai ilat Banyumas, sebaiknya ditulis qo
bukan ko.
He, he, he, .. demikianlah yang lain, yang khas
dari dialek Banyumas!
Dhonge, angger nulis bab dialek
Banyumas maning, yaa, dhonge aja
kesuwen ya?
Dhonge!
ya kye... kebumen mandan beda sending mbok daripada banyumasan hehe
BalasHapuspada bae ngapak..
pak guru Toto, tulisan bapak saya izin reblog boleh nggak?
BalasHapus