Rabu, 10 Oktober 2012

Daftar Nama

Daftar Nama
Toto Endargo

Cerita tentang daftar nama siswa SMP Negeri 2 Purbalingga. Dari tulis tangan, ketikan, dan cetak stensilan. Barangkali dianggap sederhana, hanya sekedar daftar nama, tapi ternyata sebuah daftar nama dan daftar induk siswa memerlukan perhatian serius agar menjadi lebih rapi dan alpabetis. Inilah sedikit tulisan hal tersebut yang dapat saya tulis.


Tulis Tangan
Sebenarnya ada mesin ketik namun dari dokumen yang saya lihat kebanyakan daftar nama siswa sepertinya hanya tulisan tangan. Mesin ketik sebagai alat yang paling canggih saat itu cenderung hanya digunakan untuk membuat dokumen-dokumen resmi misal menyalin SK, membuat surat, membuat laporan, permohonan kenaikan tingkat dan yang pasti Pengajuan Gaji Pegawai tiap bulan.
Daftar nama siswa saat itu cukup dengan tulisan tangan. Daftar absen guru, pegawai dan siswa semua menggunakan tulisan tangan.
Para wali kelas dan guru mata pelajaran pun setiap kali harus berulang kali menulis nama-nama siswanya untuk berbagai kepentingan. Guru harus membuat daftar nama seluruh siswa yang diajarnya. Guru yang mengajar 12 kelas, misalnya tiap kelas 44, maka dia menulis 12 kali 44 nama siswa pada daftar nilainya. Ketika guru harus menyetorkan nilai ulangan atau nilai kenaikan kelas maka kembali lagi tiap guru menuliskan seluruh nama siswa yang diajarnya.
Barangkali siswa SMP negeri 2 Purbalingga antara tahun 1964 sampai tahun 1985-an ada yang masih ingat ada yang setiap kali dimintai tolong oleh wali kelasnya atau gurunya untuk menuliskan nama-nama siswa satu kelas.
Dari pengamatan saya ternyata dari tahun 1964 sampai tahun 1984 daftar nama siswa SMP Negri 2 Purbalingga disusun dengan tidak alpabetis. Kenapa tidak alpabetis? Dasar apa yang digunakan mengurutkan nomor induk siswa? Ternyata daftar nama di tiap kelas disusun berdasarkan nomor induk siswa. Dan Nomor Induk Siswa (NIS) justru dibuat setelah kelas terbagi.
Awalnya siswa mendaftar. Lalu seluruh siswa dihitung berapa siswa putra dan berapa siswa putri. Tanpa mempertimbangkan hal yang lebih rinci tiap siswa ditempatkan di kelas masing-masing. Pertimbangan utama, sebisa-bisa dalam satu kelas jumlah siswa putra dan jumlah siswa putri adalah sama. Jika putra 22 siswa, maka putri juga 22 siswa. Dari data pendaftaran siswa baru dan daftar pembagian kelas inilah, langsung, dengan tulis tangan dibuat Daftar Nama Siswa.
Berdasarkan Daftar Nama Siswa dari kelas IA, IB dan seterusnya, inilah siswa  diberi Nomor Induk Siswa (NIS) dan biodatanya dimasukkan ke dalam Buku Induk Siswa. Dalam Buku Induk di samping dituliskan biodata ditempelkan pula pas foto masing-masing siswa. Namun pada kenyataannya karena berbagai hal tidak setiap siswa Dalam Buku Induk terdapat pas fotonya. Dari uraian di atas maka secara tidak langsung dapat dikatakan bahwa siapa yang mendaftar duluan, ada kecenderungan akan mendapat NIS yang dengan angka kecil, atau di urutan atas.
Ketika siswa naik ke kelas II atau kelas III, pembagian kelasnya baru dilakukan dengan memperhitungkan kemampuan siswa, artinya siswa yang pandai dan siswa yang tidak pandai akan di bagi rata di tiap kelas. Daftar nama siswa tiap kelas disusun dengan prioritas NIS kecil diletakkan di atas, NIS terbesar di paling bawah.

Mesin Ketik dan Stensil
Awal tahun 1985/1986 saya mencoba meringankan beban guru dalam hal menulis daftar nama. Maka dengan fasilitas mesin ketik manual dan mesin stensil saya membuat bendel daftar nama siswa. Mesin ketik digunakan untuk membuat master daftar nama yaitu dengan mengetik di atas bahan tipis dulu istilahnya “Kertas Sheet”, semacam duplikator. Kertas/bahan yang berlapis lilin ini kalau kena huruf mesin ketik maka akan meninggalkan lubang-lubang tempat merembesnya tinta stensil.
Mesin stensil adalah mesin pengganda, fungsinya sama dengan mesin foto copy, namun bersifat manual. Dengan cara memutar Kertas Sheet maka secara manual kertas buram yang disiapkan akan meluncur, terjepit, terlindas kertas sheet, tinta menembus jejak huruf, dan kemudian data pada kertas shet sudah tercetak di kertas buram. Satu putaran satu copyan pada lembar buram. Jika ingin mencetak seratus lembar maka mesin stensil diputar pula minimal seratus kali putaran.
Dengan cara ini tiap guru mendapatkan seluruh Daftar Nama Siswa, dari Kelas I sampai dengan Kelas III. Pada prakteknya, oleh para guru Daftar Nama ini digunakan juga sebagai Daftar Nilai. Jika diperlukan, master Daftar Nama ini diputar kembali, untuk menggandakan daftar nama. Kebetulan pada tahun-tahun ini mulai muncul istilah foto copy. Tapi peran mesin stensil masih sangat penting.

Alpabetis
Awal tahun pelajaran 1986/1987.  Saya mencoba menyusun daftar nama siswa secara alpabetis. Dengan mengesampingkan NIS, saya susun setiap kelas berdasarkan alpabet pada nama masing-masing siswa.  Setiap wali kelas saya beri kertas sesuai jumlah siswanya untuk menuliskan nama dan NIS-nya. Lalu secara cermat pada tiap kelas saya coba susun secara alpabetis. Langkah pertama, memilah sesuai huruf pertama, yang depannya huruf A saya kumpulkan dengan A, yang B dengan B, yang S dengan S dan seterusnya sampai habis. Langkah kedua tumpukkan huruf depan A saya susun sedemikian rupa agar tersusun secara alpabetis, demikina juga pada tumpukan huruf B, C, D dan seterusnya. Satu kelas selesai lalu kelas berikutnya dan kelas berikutnya.
Untuk kelas satu saya menggunakan nama pada berkas pendaftaran, kalau bukan DANEM dapat menggunakan STTB. Penulisan nama harus sesuai seperti yang tertulis di STTB SD. Untuk kelas satu kadang saya minta bantuan siswa. Jika tiap kelas sudah selesai maka tiap lembar saya tulis kelas mereka di pojok kanan atas.
Pembagian kelas satu menggunakan prinsip adil artinya setiap kelas disampaing terdapat anak dengan NEM bagus juga terdapat NEM rendah. Banyaknya siswa putra dan siswa putri dibagi rata. Sebisa-bisa jumlahnya genap, sehingga mereka bisa duduk berdua sebangku, putra dengan putra dan putri sebangku dengan putri. Jika jumlahnya gasal maka kemungkinan perlu untuk menambah satu meja lagi, sebab siswa putra tentu tidak mau duduk sebangku dengan siswa putri.
Jadi tahun 1986/1987 adalah awal siswa SMP Negeri 2 Purbalingga, walau secara manual, daftar namanya mulai disusun secara alpabetis. Ternyata daftar siswa tiap kelas ini dijadikan sebagai bahan untuk memberi nomor induk sehingga kelas IA mendapat NIS lebih kecil dari pada NIS kelas IB, IC dan seterusnya. Bendel daftar nama seluruh kelas dibuat lagi. Semua guru senang, tidak repot nulis lagi.

NIS Alpabetis
Tahun 1987/1988 saya ingin agar NIS pun ditentukan secara alpabetis. Untuk menyusun daftar nama kelas II dan Kelas III, masih menggunakan cara yang sama. Menggunakan lembar-lembar kertas yang ditulisi nama siswa dan NIS. Namun ketika menyusun daftar nama siswa kelas satu harus sedikit repot.
Langkah pertama siswa dibagi putra sendiri, putri sendiri. Dihitung jumlah masing-masing. Putra dibagi enam, putri juga dibagi 6. Saat itu cara membaginya adalah seperti orang main kartu dengan 6 pemain. Dengan sedikit gasar-geser maka pembagian kelas satu telah selesai. Langkah kedua memberi tanda kelas di pojok kanan atas tiap lembar data siswa. Langkah ketiga mengurutkan secara alpabetis seluruh data siswa. Bayangkan saat itu saya kerjakan sendiri secara manual. Saya suka. Langkah keempat, setelah secara cermat saya yakini bahwa susunan ini tidak ada yang keliru, maka susunan nama siswa dari A sampai Z tersebut saya beri Nomor Induk Siswa. Langkah kelima, berdasarkan tanda di pojok kanan atas tiap lembar data, saya dapat menyusun Daftar Nama Siswa tiap kelas cukup dengan melihat NIS-nya. Angka kecil di atas, angka yang lebih besar di bawahnya, secara otomatis Daftar Nama Siswa tersebut sudah tersusun secara alpabetis.

Demikianlah sejak tahun 1987/1988 itu  walaupun belum menggunakan komputer, masih secara manual, namun  Nomor Induk Siswa dan Daftar Nama Siswa sudah ada yang tersusun secara alpabetis. Kini hal semacam ini bukan hal yang perlu diceriterakan, kini cukup menggunakan excel, ikon data dan sort maka selesailah tugas pembagian kelas dan sekaligus mengurutkan daftar nama.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar