Daftar Nama
Toto Endargo
Cerita tentang daftar nama siswa SMP Negeri 2
Purbalingga. Dari tulis tangan, ketikan, dan cetak stensilan. Barangkali
dianggap sederhana, hanya sekedar daftar nama, tapi ternyata sebuah daftar nama
dan daftar induk siswa memerlukan perhatian serius agar menjadi lebih rapi dan alpabetis.
Inilah sedikit tulisan hal tersebut yang dapat saya tulis.
Tulis Tangan
Sebenarnya ada mesin ketik namun dari dokumen yang
saya lihat kebanyakan daftar nama siswa sepertinya hanya tulisan tangan. Mesin
ketik sebagai alat yang paling canggih saat itu cenderung hanya digunakan untuk
membuat dokumen-dokumen resmi misal menyalin SK, membuat surat, membuat laporan,
permohonan kenaikan tingkat dan yang pasti Pengajuan Gaji Pegawai tiap bulan.
Daftar nama siswa saat itu cukup dengan tulisan
tangan. Daftar absen guru, pegawai dan siswa semua menggunakan tulisan tangan.
Para wali kelas dan guru mata pelajaran pun setiap
kali harus berulang kali menulis nama-nama siswanya untuk berbagai kepentingan.
Guru harus membuat daftar nama seluruh siswa yang diajarnya. Guru yang mengajar
12 kelas, misalnya tiap kelas 44, maka dia menulis 12 kali 44 nama siswa pada
daftar nilainya. Ketika guru harus menyetorkan nilai ulangan atau nilai kenaikan
kelas maka kembali lagi tiap guru menuliskan seluruh nama siswa yang diajarnya.
Barangkali siswa SMP negeri 2 Purbalingga antara
tahun 1964 sampai tahun 1985-an ada yang masih ingat ada yang setiap kali
dimintai tolong oleh wali kelasnya atau gurunya untuk menuliskan nama-nama siswa
satu kelas.
Dari pengamatan saya ternyata dari tahun 1964
sampai tahun 1984 daftar nama siswa SMP Negri 2 Purbalingga disusun dengan tidak
alpabetis. Kenapa tidak alpabetis? Dasar apa yang digunakan mengurutkan nomor
induk siswa? Ternyata daftar nama di tiap kelas disusun berdasarkan nomor induk
siswa. Dan Nomor Induk Siswa (NIS) justru dibuat setelah kelas terbagi.
Awalnya siswa mendaftar. Lalu seluruh siswa
dihitung berapa siswa putra dan berapa siswa putri. Tanpa mempertimbangkan hal
yang lebih rinci tiap siswa ditempatkan di kelas masing-masing. Pertimbangan
utama, sebisa-bisa dalam satu kelas jumlah siswa putra dan jumlah siswa putri
adalah sama. Jika putra 22 siswa, maka putri juga 22 siswa. Dari data
pendaftaran siswa baru dan daftar pembagian kelas inilah, langsung, dengan tulis
tangan dibuat Daftar Nama Siswa.
Berdasarkan Daftar Nama Siswa dari kelas IA, IB
dan seterusnya, inilah siswa diberi
Nomor Induk Siswa (NIS) dan biodatanya dimasukkan ke dalam Buku Induk Siswa.
Dalam Buku Induk di samping dituliskan biodata ditempelkan pula pas foto
masing-masing siswa. Namun pada kenyataannya karena berbagai hal tidak setiap
siswa Dalam Buku Induk terdapat pas fotonya. Dari uraian di atas maka secara
tidak langsung dapat dikatakan bahwa siapa yang mendaftar duluan, ada kecenderungan
akan mendapat NIS yang dengan angka kecil, atau di urutan atas.
Ketika siswa naik ke kelas II atau kelas III, pembagian
kelasnya baru dilakukan dengan memperhitungkan kemampuan siswa, artinya siswa
yang pandai dan siswa yang tidak pandai akan di bagi rata di tiap kelas. Daftar
nama siswa tiap kelas disusun dengan prioritas NIS kecil diletakkan di atas, NIS
terbesar di paling bawah.
Mesin Ketik dan Stensil
Awal tahun 1985/1986 saya mencoba meringankan
beban guru dalam hal menulis daftar nama. Maka dengan fasilitas mesin ketik
manual dan mesin stensil saya membuat bendel daftar nama siswa. Mesin ketik
digunakan untuk membuat master daftar nama yaitu dengan mengetik di atas bahan
tipis dulu istilahnya “Kertas Sheet”, semacam duplikator. Kertas/bahan yang
berlapis lilin ini kalau kena huruf mesin ketik maka akan meninggalkan
lubang-lubang tempat merembesnya tinta stensil.
Mesin stensil adalah mesin pengganda, fungsinya
sama dengan mesin foto copy, namun bersifat manual. Dengan cara memutar Kertas
Sheet maka secara manual kertas buram yang disiapkan akan meluncur, terjepit,
terlindas kertas sheet, tinta menembus jejak huruf, dan kemudian data pada
kertas shet sudah tercetak di kertas buram. Satu putaran satu copyan pada lembar
buram. Jika ingin mencetak seratus lembar maka mesin stensil diputar pula
minimal seratus kali putaran.
Dengan cara ini tiap guru mendapatkan seluruh
Daftar Nama Siswa, dari Kelas I sampai dengan Kelas III. Pada prakteknya, oleh
para guru Daftar Nama ini digunakan juga sebagai Daftar Nilai. Jika diperlukan,
master Daftar Nama ini diputar kembali, untuk menggandakan daftar nama. Kebetulan
pada tahun-tahun ini mulai muncul istilah foto copy. Tapi peran mesin stensil
masih sangat penting.
Alpabetis
Awal tahun pelajaran 1986/1987. Saya mencoba menyusun daftar nama siswa
secara alpabetis. Dengan mengesampingkan NIS, saya susun setiap kelas
berdasarkan alpabet pada nama masing-masing siswa. Setiap wali kelas saya beri kertas sesuai
jumlah siswanya untuk menuliskan nama dan NIS-nya. Lalu secara cermat pada tiap
kelas saya coba susun secara alpabetis. Langkah pertama, memilah sesuai huruf
pertama, yang depannya huruf A saya kumpulkan dengan A, yang B dengan B, yang S
dengan S dan seterusnya sampai habis. Langkah kedua tumpukkan huruf depan A
saya susun sedemikian rupa agar tersusun secara alpabetis, demikina juga pada
tumpukan huruf B, C, D dan seterusnya. Satu kelas selesai lalu kelas berikutnya
dan kelas berikutnya.
Untuk kelas satu saya menggunakan nama pada berkas
pendaftaran, kalau bukan DANEM dapat menggunakan STTB. Penulisan nama harus
sesuai seperti yang tertulis di STTB SD. Untuk kelas satu kadang saya minta
bantuan siswa. Jika tiap kelas sudah selesai maka tiap lembar saya tulis kelas
mereka di pojok kanan atas.
Pembagian kelas satu menggunakan prinsip adil
artinya setiap kelas disampaing terdapat anak dengan NEM bagus juga terdapat
NEM rendah. Banyaknya siswa putra dan siswa putri dibagi rata. Sebisa-bisa
jumlahnya genap, sehingga mereka bisa duduk berdua sebangku, putra dengan putra
dan putri sebangku dengan putri. Jika jumlahnya gasal maka kemungkinan perlu
untuk menambah satu meja lagi, sebab siswa putra tentu tidak mau duduk sebangku
dengan siswa putri.
Jadi tahun 1986/1987 adalah awal siswa SMP Negeri
2 Purbalingga, walau secara manual, daftar namanya mulai disusun secara
alpabetis. Ternyata daftar siswa tiap kelas ini dijadikan sebagai bahan untuk
memberi nomor induk sehingga kelas IA mendapat NIS lebih kecil dari pada NIS
kelas IB, IC dan seterusnya. Bendel daftar nama seluruh kelas dibuat lagi.
Semua guru senang, tidak repot nulis lagi.
NIS Alpabetis
Tahun 1987/1988 saya ingin agar NIS pun ditentukan
secara alpabetis. Untuk menyusun daftar nama kelas II dan Kelas III, masih
menggunakan cara yang sama. Menggunakan lembar-lembar kertas yang ditulisi nama
siswa dan NIS. Namun ketika menyusun daftar nama siswa kelas satu harus sedikit
repot.
Langkah pertama siswa dibagi putra sendiri, putri
sendiri. Dihitung jumlah masing-masing. Putra dibagi enam, putri juga dibagi 6.
Saat itu cara membaginya adalah seperti orang main kartu dengan 6 pemain.
Dengan sedikit gasar-geser maka pembagian kelas satu telah selesai. Langkah kedua
memberi tanda kelas di pojok kanan atas tiap lembar data siswa. Langkah ketiga
mengurutkan secara alpabetis seluruh data siswa. Bayangkan saat itu saya
kerjakan sendiri secara manual. Saya suka. Langkah keempat, setelah secara
cermat saya yakini bahwa susunan ini tidak ada yang keliru, maka susunan nama
siswa dari A sampai Z tersebut saya beri Nomor Induk Siswa. Langkah kelima,
berdasarkan tanda di pojok kanan atas tiap lembar data, saya dapat menyusun
Daftar Nama Siswa tiap kelas cukup dengan melihat NIS-nya. Angka kecil di atas,
angka yang lebih besar di bawahnya, secara otomatis Daftar Nama Siswa tersebut
sudah tersusun secara alpabetis.
Demikianlah sejak tahun 1987/1988 itu walaupun belum menggunakan komputer, masih
secara manual, namun Nomor Induk Siswa
dan Daftar Nama Siswa sudah ada yang tersusun secara alpabetis. Kini hal
semacam ini bukan hal yang perlu diceriterakan, kini cukup menggunakan excel, ikon data dan sort maka
selesailah tugas pembagian kelas dan sekaligus mengurutkan daftar nama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar