Minggu, 12 Juni 2022

Mantra Jawa Slaman Slumun

 Mantra Jawa Slaman Sluman

Tiga kata yang bagi orang Jawa cukup bermakna, sering dijadikan mantra untuk menghadapi persoalan yang menghadang dirinya. Namun penyebutannya perlu kecermatan dalam memilih kata, agar sesuai dengan niatnya.

Mantra Kejawen ini unik dan cukup menggemaskan. Tiga kata yang dalam penyebutannya sedikit diringkas, mirip tembung 'garba', dalam bahasa Jawa. Cermati dan bandingkan tiga kata berikut: 

Slaman, Slumun, Slamet

Sluman, Slumun, Slamet

.

Hehe, ada yang beda, kan? 

Beda di bagian depan, yang satu 'Slaman', yang satu 'Sluman'. Kata kedua dan ketiga sama. Sebuah mantra, mantra Kejawen. Ciri mantra Kejawen adalah menggabungkan kata atau frasa dari bahasa Arab dengan kata dari bahasa Jawa.

Kata kedua murni dari Arab yaitu slumun, ringkasan dari kata salamun yang berarti kesejahteraan, kenyamanan. Kata ketiga slamet, ini jelas dari kata selamat, artinya selamat, terbebas dari rasa prihatin, jauh dari marabahaya, atau dijauhkan dari hal-hal yang negatif. Syukur selamatnya di dunia dan juga di akhirat.

Kata 'Slaman', dari kata salaman, akar katanya dari Arab, salim, salam, yang berarti hormat, damai, aman. Kita mengenal kata salaman, bersalaman, berjabat tangan, mencermati arti salaman maka di saat berjabat tangan seharusnya ada rasa saling menghormati, saling menyayangi, dan juga saling mendoakan untuk kebaikan dan kenyamanan masing-masing. Hem, barangkali, begitu sebenarnya cara dan rasa orang yang bersalaman.

Kesimpulannya, kalau ada orang menyebut kata: "Slaman, Slumun, Slamet"

Itu sama dengan sedang membaca mantra agar dirinya mendapatkan situasi dan kondisi yang positif, yaitu mendapatkan kesejahteraan, keselamatan dan kenyamanan. Dijauhkan dari "ribed-ributing rubeda". Baik dari hasil berdoa sendiri, usahanya sendiri, maupun didoakan atau diusahakan oleh orang lain. Mantra ini dapat digunakan saat mau kondangan, ngantar manten, mau sedekah, perjalanan tilik saudara, berangkat ibadah, dsb, pokoknya yang happy, yang menghasilkan energi positif.

Itulah "Slaman, Slumun, Slamet"

Aamiin !

.

Nah sekarang yang bermantra:

"Sluman, Slumun, Slamet"

Menggunakan kata Sluman, di depan, bukan Slaman. Ngapunten, menurut saya, kata Sluman itu berasal dari kata Siluman.

Siluman adalah makhluk halus yang tersembunyi namun ada saatnya dia bisa menampakkan diri.

Jadi isi mantra; Sluman, Slumun, Slamet ini diperlukan saat berhadapan dengan hal-hal yang bersifat mendadak, dengan harapan bisa mengelabuhi rintangan penghadang, sehingga mampu menyelinap, berkelit menghindarinya, tidak terdeteksi radar dan selamat.

Kesimpulannya mantra; Sluman, Slumun, Slamet ini digunakan dalam keadaan darurat,  dalam situasi yang bersifat negatif. 

Misalnya, mau masuk tempat wisata, tempat hiburan, yang harusnya beli karcis kok ingin menyelinap gratisan, pakailah mantra ini. Barangkali manjur juga untuk berkelit saat  ada cegatan, tapi lupa bawa SIM.

Namun dalam hal kejahatan berat, misalnya: Korupsi, mencuri, nyabu, dll. Mantra ini tidak berlaku, pasti, tetap saja ketahuan yang berwajib atau yang berwenang.

Jadi kesimpulan akhirnya; 

Mantra: Slaman, Slumun, Slamet .... bersifat positif,

Mantra; Sluman, Slumun, Slamet .... bersifat negatif.

.

Seberapa besar kemanjuran mantra ini?

Tergantung!

Kalau sedang beruntung, ya, manjur.

Kalau sedang sial, ya, tidak manjur.

.

Ngapunten,

Sekedar iseng dan sedang sedikit usil.

Nuwun

.

.

Sabtu, 04 Juni 2022

GURU KENCING BERDIRI

 Guru Kencing Berdiri

.

Sejak SD sudah diajarkan peribahasa: "Guru Kencing Berdiri, Murid Kencing Berlari". Artinya: Jika guru memberi teladan buruk, maka perilaku murid akan lebih buruk lagi. Mengapa menggunakan kata kencing? Karena kencing dapat digolongkan sebagai perilaku jorok. Dan air kencing juga dinilai sebagai air yang kotor, najis. Jadi guru kencing berdiri, menjadi simbol teladan yang buruk.

.

Sepertinya peribahasa ini dibuat oleh laki-laki dari Jawa. Dahulu laki-laki Jawa, pakaian bawahnya, menggunakan kain, jarit, istilahnya "bebedan". Jadi kalau mau kencing, tinggal sedikit buka kain, dan jongkok. Cuur! Selesai. Tapi bisa juga, peribahasa ini justru ide dari kaum putri yang kalau kencing pasti jongkok. Jadi jongkok adalah cara kencing yang benar. Perempuan yang kencing sambil berdiri adalah aib, jelek, bukan teladan yang baik. Mungkin!

.

Begitulah, maka akhirnya, kencing jongkok dinilai sebagai etika yang benar. Dan kencing berdiri dinilai sebagai perilaku yang buruk. Itu dahulu! Sekarang guru putra tidak lagi bebedan, tapi cenderung pakai celana panjang, jadi kalau mereka kencing, juga cenderung sambil berdiri. Maka kata "kencing berdiri", sepertinya, sekarang sudah expired. Karena, sekarang, bagi guru-guru putra, kencing sambil berdiri, rasanya sudah menjadi perilaku yang sangat wajar. Namun demikian semoga para guru, walaupun terbiasa kencing berdiri, tetap saja dapat memberi teladan yang baik bagi para muridnya.

.

"Guru Kencing Berdiri, Murid Kencing Berlari". Mencermati kata;  "berdiri" dan "berlari",  peribahasa ini menggunakan gaya bahasa penegasan, golongan klimak. Maka yang sesungguhnya tersirat di dalam peribahasa ini adalah; siswa punya potensi berkreativitas yang kemungkinan dapat melebihi gurunya. Dengan demikian peribahasa ini dapat juga diterjemahkan bahwa: keteladanan guru yang baik (berdiri) akan membangkitkan kreativitas muridnya, sehingga para muridnya, dalam kebaikan, dapat melebihi kemampuan gurunya  (berlari). 

.

Semoga bermanfaat

.