UNIKNYA IJAZAH
Toto Endargo
Tulisan guru SD di ijazah SD sangat berperan sebagai data pedoman bagi penulisan-penulisan di tingkat atasnya. Sampai-sampai akte kelahiran yang ditandatangani oleh pejabat pengadilan atau ejaan resmi dalam kamus pun bisa diabaikan, di nomor duakan.
Dunia pendidikan adalah
rangkaian kegiatan yang tak pernah usai. Tiap kegiatan memiliki tahapan yang
khas. Saling menyambung dan berkaitan. Saya mengalami. Jika dimulai dari Penerimaan
Peserta Didik Baru (PPDB),
maka tahap akhirnya adalah penulisan dan pembagian ijazah, ada pula pembagian
rapor, dan kemudian dilanjutkan lagi dengan kegiatan PPDB, dan seterusnya, berputar
lagi tanpa henti. Tanpa henti!
Tulisan ini dimaksudkan untuk
sekedar berceritera tentang penulisan ijazah atau Surat Tanda Tamat
Belajar (STTB). Kegiatan ini memiliki keunikan yang khas. Nama siswa pemegang
atau pemilik ijazah harus sesuai dengan ijazah sekolah tingkat di bawahnya,
atau sesuai dengan nama yang tertera pada akte kelahiran.
Suatu ketika ada nama yang
satu hurufnya berbeda, misal di akte ‘Setya’, di ijazah SD ‘Setia’, ada nama
depan Mohammad namun di ijazah SD hanya disingkat menjadi Moh, malah ada yang
hanya ditulis M. He, he, saya bimbang! Mana yang harus dianut?
Ternyata di ijazah SMP, saya
disarankan untuk menulis sesuai ijazah SD. Sehingga saya tulis ‘Setia’, bukan
‘Setya’ dan hanya ditulis Moh. atau M. Tidak boleh diperpanjang menjadi
Mohammad. He, he, sebenarnya bisa disesuaikan sie, asal pemiliknya minta ralat
dari SD. Hanya karena ‘malas” untuk minta ralat. Maka begitulah adanya!. Unik,
mbokan?
Nama bulan juga unik. Guru SD
yang entah karena belum baca kamus atau kenapa? Bulan kedua ditulis Pebruari,
bulan ke sebelas ditulis Nopember, padahal sesuai kamus Bahasa Indonesia,
resminya adalah Februari dan November. Karena harus sesuai ijazah SD maka bulan
kelahiran tetap ditulis Pebruari, tidak boleh Februari, yang Nopember juga
tetap Nopember. Ya ampun!
Nah ketika membuat daftar
nominasi, kan, pakai komputer, otomatis komputer saya memunculkan
tulisan Februari atau November, bukan Pebruari atau Nopember. Pun harus
diperbaiki, sesuai ijazah SD: Ketik manual Pebruari atau Nopember. Busyet!
Kolot amat!
Tempat tanggal lahir, nama orang tua, gelar akademis orang tua, juga bisa
memunculkan problem unik yang nyaris sama. Suatu kali saya harus nulis nama
orang tua sesuai yang ada di ijazah SD.
Akibatnya kata; Doktorandus
dan Bachelor of Arts, bukan lagi gelar tapi nyaris menjadi nama resmi si orang
tua. Orang di desa kadang memanggil dengan nama “wadanan”. Nama
wadanan ini oleh Guru SD dijadikan sebagai nama. Maka muncul kata alias di tengah
dua nama, contoh; Palguna alias Jlamprong.
Kesimpulannya, tulisan guru SD
di ijazah SD sangat berperan sebagai data pedoman bagi penulisan-penulisan di
tingkat atasnya. Sampai-sampai akte kelahiran yang ditanda tangani oleh pejabat
pengadilan atau ejaan resmi dalam kamus pun bisa diabaikan, di nomor duakan.
Itu duuluu..! Luar biasa dan unik, mbok?!
Itu duuluu..! Luar biasa dan unik, mbok?!
Ada teori dari Talcott
Parsons, dan Wilbert More yang menyatakan bahwa kemajuan teknologi di
antaranya akan mendorong terjadinya perubahan-perubahan yang besar dan nyata
dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat termasuk perubahan dalam kelembagaan
masyarakat.
Hem, belum tentu!
Dalam hal penulisan ijazah,
teori di atas belum sepenuhnya benar. Di jaman teknologi serba komputer ini
penulisan ijazah SD, SLTP, SLTA sampai Tahun Pelajaran 2010/2011 masih belum
ada perubahan nyata dalam hal teknologi penulisan ijazah. Kenapa?
Kalimat dalam Pedoman
Pengisian Blangko Ijazah bunyinya demikian: “Ijazah ditulis dengan tulisan yang
baik, benar, jelas, rapi, dan bersih dengan menggunakan tinta warna hitam yang
tidak mudah luntur dan tidak mudah terhapus”.
Penulis ijazah harus sangat
konsentrasi, tulisan harus rapi, bersih dari tetesan tinta, bagus berseni -kini
sudah sedikit guru yang tulisannya bagus- dan harus pula kejar-kejaran dengan
waktu pembagian ijazah. Teliti dan konsentrasi. Harus benar dan baik!
Membutuhkan nyali besar untuk berani mulai menulis.
Ijazah setelah selesai diisi,
selanjutnya ada cap tiga jari pemilik, tanda tangan kepala sekolah, stempel,
foto copy, laminating, dan lain-lain. Sebenarnya saya agak sangsi dengan tafsir
kata; ditulis dengan tulisan. Kalau pakai komputer apakah sebuah
dokumen tidak bisa digolongkan sebagai ditulis dengan tulisan?
Sekitar tiga puluh kali saya
jadi penulis ijazah/STTB, tulis tangan, tidak boleh pakai komputer. Masih
primitip! Kini data yang harus ditulis semakin “rumit” dan banyak. Dulu untuk
nilai, cukup dengan satu digit, satu kolom, dua belas mata pelajaran.
Ijazah SMP Tahun 2010/2011,
halaman belakang, ada tiga kolom nilai, dua belas mata pelajaran, tiap nilai
terdiri dari empat karakter (misal: 7,89). Di bawahnya masih ada lagi; tiga
kolom untuk empat mata pelajaran UN, tiap nilai empat karakter juga. He, he,
hitung-hitung untuk entri nilai sudah ada 192 karakter.
Ijazah atau sertifikat
perguruan tinggi saja sudah pakai komputer. Kenapa justru yang tingkat di
bawahnya tetap tulisan tangan? Untuk melestarikan pelajaran di SR/SD ‘nulis alus’?
Barangkali!
Tradisional, layaknya jaman
William Shakespeare saja!
Tulisan tangan supaya sulit
dipalsu? Uang ratusan ribu, BPKB, dokumen negara saja bisa dipalsu. Kenapa
ijazah sulit dipalsu? Jadi alasan takut mudah dipalsu, bukan alasan yang baku.
Menurut hemat penulis
pengisian data pada blangko ijazah jika menggunakan komputer memiliki banyak
kelebihan: Tulisan jelas lebih rapi, ukuran huruf dan jenisnya tinggal
ditentukan; Arial, Time New Roman, Monotype Corsiva, atau yang lain, pencetakan
lebih cepat, lebih teliti, penyelesaian pekerjaan secara keseluruhan tentu
menjadi lebih cepat. Bener, kan?!
Menyimak hal-hal di atas
kiranya sudah sewajarnya bagi pihak-pihak yang berwenang memberi kesempatan
kepada komputer untuk ikut berperan secara penuh dalam penulisan/pengisian
blangko ijazah, tidak berlaku tradisional lagi.
Meninggalkan tradisi dalam hal
di atas kiranya wajar dan layak untuk dilakukan. Namun tradisi-tradisi yang
positif seperti jujur, ramah, dan lain-lain harus tetap dijunjung tinggi.
Bersikap kreatif dan mampu memanfaatkan teknologi yang ada secara wajar dan
optimal sangat pantas untuk didukung.
Ijazah ternyata unik, mbokan?
Purbalingga, 30 Mei 2011
Saya mau nnya.. Ijazah saya itu fotonya doang yg buram sd smp dan sma kena air.. Tpi selain foto atau kertas masih mulus.. Hanya saja ijazah sMa saya.. Tulisan sekolah menwgah atasnya hilang gara2 kena air..
BalasHapuskapan indonesia maju kalo penulisan nama mohammad dijadikan masalah
BalasHapusMas Toto , mau tny ttg penulisan ijazah. Utk nama misal diakte veolina gestindha firmansyah tp diijazah ditulis veolina gestindha .f itu boleh ga ? Trus nm ortu mohamad ali firmansyah ditulis mohamad ali ( ga lengkap ) itu gmn ya ? Mohon penjelasannya ..terimakasih
BalasHapusGuru SD juga acuannya akte, di akte itu ada yang nulis februari dan juga ada yang nulis pebruari, selain itu november juga sama, ada yang nop, dan ada yang nov.
BalasHapusTrus bagaimana pak,apa dtulis sesuai akta trsbt bln klahirannya apa sesuai EYD?Msal diakte trtulis Pebruari
HapusBila sdh terlanjur di ijazah tertulis nopember apakah itu menjadi fatal
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Hapus