Senin, 29 November 2021

JEJAK REL LORI

Jejak Rel Lori (1) . Tapak Batang Besi Ini adalah hasil naik sepeda saat menyusuri bekas tapak rel, tapak batang-batang besi yang dijadikan sebagai landasan jalannya kereta api, lokomotif menyeret puluhan gerobak besi (lori) yang berisi tebu. Jejak rel lori ini, sampai saat ini, walau tidak lagi utuh, masih menghiasi wajah Purbalingga bagian selatan. 

. PG Kalimanah Diceritakan bahwa di jaman Hindia Belanda pada tahun 1920-an, adalah tahun kejayaan kebutuhan gula di dunia. Konon juga, produksi gula pada kisaran tahun 1929 - 1930, mencapai 3 juta ton. Indonesia menjadi eksportir gula terbesar kedua dunia, nomor satunya diraih Negara Kuba. Lahan kebun tebu bertebaran secara masif di berbagai wilayah, hal tersebut seiring dengan sistem tanam paksa (cultuur stelsel). Saat itu Belanda sudah membangun sekitar 179 pabrik gula (PG), mayoritas berada di pulau Jawa. Selain PG Kalibagor, dan PG Klampok; dua di antaranya justru ada di Purbalingga, yaitu PG Bojong, di Bojong dan PG Kalimanah di Kalimanah, dua pabrik gula ini dikelola oleh PT PG Kali Klawing atau NV Suikerfabrik Kaliklawing. Oleh sebab itu maka di sekitaran Bojong dan Kalimanah, dulu, ada jalur-jalur rel kereta tebu, rel lori. Kini tinggal jalur-jalur bekas rel. Itupun cukup memprihatinkan karena sudah tidak semuanya utuh. Hal PG Kalimanah, diceritakan bahwa yang dulunya PG Kalimanah ini, kemudian dialih fungsikan menjadi pabrik padi (tempat penggilingan padi, rice mill), dan tempatnya, sekarang, adalah di kompleks Panti Lansia, yaitu Panti Werdha Budi Dharma Kasih. Dan salah satu kantor PG Kalimanah itu, ada di seberang jalan, yang sekarang menjadi SMA Santo Agustinus. Sekitaran SMA Agustinus ini dulu dikenal dengan nama komplek Kebondalem. . Jembatan Kadisana Saya coba telusuri jalur rel lori di wilayah Sidakangen dan Kalimanah Wetan. Konon lebar awal jalan trem, jalan rel kereta tebu ini sekitar enam meter. Karena rel ini bagian dari PG. Kalibagor, Banyumas, maka secara keseluruhan ukuran lebar rel (gauge) lori: adalah 70 cm, kalau rel kereta api penumpang sekitar 100 cm. Awal susur dimulai dari depan Kantor Pos, Blater, lurus ke timur. Sekitar dua ratus meter ada jembatan rel lori yang masih utuh, itu adalah jembatan di atas Sungai Ponggawa, masuk dusun Kadisana, Desa Sidakangen. Panjang jembatan lebih dari sepuluh meter. Lebar sekitar empat meter. Secara kontruksi masih utuh hanya saja karena dijadikan sebagai jembatan untuk jalan umum, maka bagian atas sudah dibeton dan ditutup aspal. Pagar pembatas jembatan di kanan-kiri, merupakan bentuk lengkung, tampak kokoh dan artistik. Sebenarnya di sekitaran pondasi jembatan, dulu ada besi-besi yang dipasang berjajar seperti pagar, gunanya sebagai penahan erosi, tapi karena besi laku saat dijual ke tukang loak, begitulah, akibatnya pagar besi itu kini sudah tidak berbekas. Efek kejamnya kehidupan! . Bersambung ... Semoga ada yang menyimak . "Nggih Pak, kula nyimak!" "Ya. Maturnuwun" "Sambungane, judule napa, Pak?" "Emplasemen!" "Napa niku, Pak?" "Lah, ya, ngesuk bae, ya!" "Nggih! Sehat nggih, Pak!" "Aamiin!" . Semoga bermanfaat Sedang sedikit cerita Nuwun Jejak Rel Lori (2) . "Terusnya kemarin ya Pak?" "Iya. Nyimak, ya!" "Nggih!" . Emplasemen Dari jembatan Kadisana, terus lurus ke timur, akan sampai di pinggir dusun. Di sekitaran itu ada satu jembatan kecil yang relnya masih membekas. Lurus terus ke timur, sekitaran 100 meter, terdapat jejak melebar, lebarnya sekitar 10 meter. Ternyata memang disitu dulu terdapat emplasemen, jajaran rel kereta, ada dua jalur rel. Dulu pasti terdapat wesel di percabangan rel tersebut. Wesel adalah pengatur posisi rel. Bekerja secara mekanik, maju-mundur, dengan cara menarik tuasnya. Di tempat dua jalur rel ini, yang disebut emplasemen, biasanya digunakan untuk parkir, untuk langsir, atret, dan untuk fasilitas "pengungsian" jika ada rangkaian kereta yang harus berpapasan. Sekitar seratus meter berikutnya, bekas rel ini melengkung, membelok ke selatan, ke arah Desa Rabak, Karangtengah dan Muntang, ada juga yang lurus menuju ke Toyareka, Bojong dan seterusnya. . Pintu Air Tertarik dengan situasi sekitar, karena ada pemandangan yang bagus, ternyata juga di tengah-tengah wilayah antara Sidakangen dan Kalimanah Wetan ini, di utara belokan, terdapat semacam perempatan rel lori. Untuk sampai ke tempat tersebut, sepeda tidak lagi dapat dinaiki. Sepeda harus ditenteng, melewati pematang dan jalur sulit, tepi parit. Kebetulan di tempat ini ada semacam pintu air. Melihat bentuk pintu air, sepertinya tanjlig tersebut adalah bangunan lama, sayangnya besi-besi pendukungnya, terlihat sudah digergaji, jadi tinggal sisa-sisanya. Ini pintu air Sungai Pejaten, pola pelur atau tanggul paritnya tampak meliuk-liuk bagus untuk disimak, dinikmati. Sungai Pejaten adalah sungai yang sempat mengalir di selatan SMPN 2 Kalimanah. Di utara tanjlig ini terdapat hal yang lebih menarik lagi, yaitu tempat persilangan rel lori, trem, rel kereta tebu. Persilangan dalam bentuk perempatan. . Persilangan Saat mendekati arena, masih tampak jelas jalur-jalur rel yang membentuk semacam perempatan. Ada jalur yang berbentuk lengkungan rel, itu berarti sebagai belokan, ada tiga belokan yang jelas membekas. Di samping itu ada juga jejak yang sepertinya membentuk perempatan, layaknya perempatan jalan aspal. Kemungkinan dulu disini banyak wesel, pengatur rel agar sesuai dengan tujuan kereta. Wesel, seperti sudah tertulis di atas, adalah alat yang memiliki tuas ungkit, digunakan untuk menggeser-geser rel kereta pada titik kres, atau titik persilangan. Belokan-belokan itu, masing-masing mengarah ke tiga tujuan. Ke selatan menuju ke wilayah Muntang, yang ke timur menuju ke wilayah Toyareka, yang ke barat, tidak tampak bekasnya, kalau ada berarti menuju ke wilayah Sidakangen, Blater, Banjaranyar, Sokaraja, yang ke utara ke PG Kalimanah. PG Kalimanah adalah sebagai tujuan akhir kereta, ketika PG Kalimanah tersebut masih beroperasi sebagai pabrik gula. . Bersambung ... Semoga ada yang menyimak . "Nggih Pak, kula nyimak!" "Ya. Maturnuwun" "Sambungane, judule napa, Pak?" "Jedding!" "Lho, jedding nggih, kamar mandi?" "Mbuhlah, pokoke jedding!" "Nggih! Sehat nggih, Pak!" "Aamiin!" . Semoga bermanfaat Sedang sedikit cerita Nuwun Jejak Rel Lori (3) . Jedding Kata jedding, jaman kecil, memiliki dua arti: (1) adalah kamar mandi, tempat mandi dan buang air kecil, yang di dalamnya ada bak air, berarti juga (2) kolam atau bak tempat air. Dalam hal ini yang dimaksud jedding adalah bak penampung air. Jedding menjadi salah satu sarana yang vital untuk lokomotif kereta tebu yang bermesin uap. Jedding menjadi semacam SPBU bagi para lokomotif. Dari cerita yang saya dapat, di samping yang ada di wilayah Sidakangen, ada juga yang berada di wilayah Prigi, Padamara. Kok bisa, SPBU air? Bukan bensin atau solar? Bukan, tapi air! Air. . Ketel dan Air Lokomotif penghela lori ada dua jenis yaitu lokomotif bermesin diesel dan bermesin uap. Mesin uap adalah mesin yang memanfaatkan dorongan uap air. Kepala lokomotif yang tampak seperti drum, bentuk silinder, bulat, panjang, hitam, dan cukup nggilani, itu, sebenarnya adalah ketel, atau sebuah drum untuk menjerang air. Di dalam silinder atau ketel itu, ada tiga bagian yang penting, yaitu air, batang-batang pipa pemanas, dan tempat pembakaran. Yang dibakar bisa kayu, bisa juga batubara. Mulut pipa berlubang di bagian tungku, tapi ujungnya rapat, jadi api masuk kedalam lubang pipa. Ketel harus berisi air, hampir penuh. Air dipanaskan dengan api dari tungku pembakaran, panas memanaskan air melalui dinding ketel dan batang-batang pipa yang terendam air. Sampai sekitar lima jam, air baru mendidih, menghasilkan uap yang mampu mendorong torak (piston, seher) sekaligus memutar roda lokomotif. Jadi sebuah lokomotif kalau mau jalan, lima jam sebelum berangkat harus sudah mulai nggodhog banyu. Tidak ada lokomotif uap, mau jalan bisa dadakan. Harus menunggu airnya mendidih. Itulah salah satu sebab kenapa, dari Cilacap, pasukan Kapten Hardojo terlambat sampai ke Purbalingga, sehingga terjadi pertempuran dengan Belanda di wilayah Blater. Sebab nunggu banyu sing neng ketel lokomotif, nganti umob dingin. . "Pak Guru kok paham mesin uap!" "Hehe! Tahun 1974, saya kelas 3 STM YPT, selama tiga hari, di bengkel kereta api, stasiun Purwokerto, belajar tentang mesin uap, jadi saat itu, sedikit paham tentang lokomotif bermesin uap". "Sekarang apa masih ada yang menggunakan semacam mesin uap, Pak?" "Ada. Minimal ada dua!" "Apa, Pak?" "Pertama, mainan anak-anak, yaitu kapal-kapalan yang dari seng, berputar-putar di baskom. Dan kedua, peluitnya bakul puthu! Pernah dengar kan?!" "Bakul puthu?! Pernah! Hehe!" . Tandon Air. Karena lokomotifnya bermesin uap, butuh air, maka harus dibuatkan tandon air (toren) beserta sumurnya. Tempat tandon air itu dinamakan jedding. Jadi jedding hubungannya dengan lokomotif bermesin uap. Dan kata "Jedding" kini menjadi nama sebuah tempat di wilayah Sidakangen. Letaknya di perempatan rel lori, di sisi timur. Sekarang berada di tengah sawah, sekian tahun lagi tempat ini pasti jadi pemukiman. Bangunan penampungan air ini memiliki tembok tebal, khas bangunan Belanda. Tembok tebal dengan bak besi hitam di atas bangunan sebagai toren, tandon air. Ukuran bangunan adalah 3 x 3 meter, tinggi tembok juga 3 meter. Bak air bentuk persegi empat, terbuat dari besi pelat, alas nya sekitar 3 x 3 meter dan tingginya sekitar 1,5 meter. Tiap sambungan pelat di pojokan menggunakan pelat siku yang bentol-bentol penuh paku pengikat pelat, bentuknya jadi seperti benik baju. Hal sumur. Diameter luar, bibir sumur sekitar 3 meter, diameter dalam sekitar 2 meter. Tinggi dari permukaan sawah sekitar satu meter. Sayangnya saat ini, tidak semuanya dapat dilihat. Yang ada adalah sekedar cerita dan sisa-sisa jejaknya, berupa tembok yang tinggal separo dan sumurnya yang berlumut dikepung belukar. Tandon air inilah yang disebut sebagai Jedding. Dan di Jedding ini pula kadang semua lokomotif yang beroperasi di wilayah Purbalingga berkumpul, lengkap dengan rangkaian lori masing-masing. Betapa meriahnya suasana Jedding saat itu. Dulu, dulu, dulu! Dahulu! Hehehehe! . Bersambung ... Semoga ada yang menyimak . "Nggih Pak, kula nyimak!" "Ya. Maturnuwun" "Sambungane, judule napa, Pak?" "Gerilyawan!" "Lah, kados jaman perang, Pak?" "Mbuhlah! Sing penting crita, ya!" "Nggih! Crita nggih, Pak!" "Ya. Angger kober!" "Lho!" . Semoga bermanfaat Sedang sedikit cerita Nuwun . . Jejak Rel Lori (4) . "Sambungan sing wingi, nggih Pak?!" "Ya!" "Judule napa, Pak?" "Gerilyawan! Remponir!" "Tukang rempon, nggih, Pak!" "Hehe! Desimak baelah, ya!" "Nggih!" . Patang Lokomotif Minimal ada patang (4) lokomotif yang beraktivitas di wilayah Kalimanah, lokomotif dengan nomor: 4, 5, 6, dan 7. Para petani tebu masih ingat bahwa lokomotif nomor empat, bermesin diesel. Sedang yang lain adalah lokomotif uap. Lokomotif diesel bentuknya lebih praktis, bunyinya lebih halus, tapi kalau lokomotif bermesin uap, uapnya menjadi ciri khas, keluar dari tiga tempat, dari kanan, kiri, dan dari cerobongnya. Lokomotif uap mesinnya ada dua, di samping kanan dan di samping kiri, yang keluar uap itu. Sungguh asyik menikmati suaranya dan keluarnya uap putih yang menyembur-nyembur dari lokomotif ini. Sementara di bagian belakang, api menyala-nyala di tungkunya yang berasap pula. Cuuuiitt, jes jes jes jes! . Kayu bakar Kalau lokomotif diesel sebagai bahan bakarnya adalah solar, sebagai pemantiknya adalah listrik pada busi. Mesin uap tidak punya busi, adanya klep atau katup buka - tutup. Hehe, mesin uap sungguh rebyeg. Bahan bakarnya suluh, kayu bakar, jadi banyak pohon yang harus ditebang. Perlu tempat untuk tandon kayu bakar. Ada beberapa yang dijadikan sebagai tempat penumpukan kayu bakar. Satu diantaranya adalah di pinggir jalan raya, di selatan jembatan sungai Ponggawa. Kayu bakar dipilihkan kayu yang cenderung jadi bara, jadi mayoritas justru kayu gelondongan, bukan sekedar ranting-ranting. . Sinder Sinder digaji oleh pabrik gula, tugasnya membina dan membimbing para pekerja yang mengurusi tanaman. Sinder juga mengawasi para pekerja dan segala sesuatu di kebun. Ciri-ciri sinder di kebun tebu adalah: baju seragamnya warna putih, model beskap Belanda, pakai topi blenduk. Sinder sendiri dari bahasa Belanda “Opziener” atau “Opzichter”, sebutan untuk pengawas pekerja di perkebunan. Sinder kedudukannya lebih tinggi dari mandor. Sinder dan mandor kerjasama dalam hal merayu petani agar lahan mereka berkenan untuk ditanami tebu. Hanya kadang petani terjebak pada harga tebas tebu yang rendah. Padahal tebu tidak mungkin disimpan apalagi dikonsumsi sendiri, sehingga suka tidak suka ya tetap saja, terpaksa dijual ke pabrik gula dengan harga yang dinilai terlalu rendah. . Mandor Mandor dari bahasa Inggris “Commander”, orang yang bertugas mengawasi beberapa orang atau kelompok pekerja dalam suatu bagian tertentu. Mandor diberi hak untuk nebas hasil panen petani, setelah itu akan dijual dan dibeli oleh pihak pabrik. Jadi petani yang menanam, merawat, dan memanen, lalu mandor yang karena modalnya menjadi tukang tebas, maka keduanya sama-sama dapat rejeki dari tanaman tebu. Bahwa fungsi lokomotif adalah untuk menghela, nggered, lori, sebisa-bisa dari kebun tebu sampai ke pabrik gula. Satu lokomotif bisa memuat atau nggered sekitar 20 sampai 30 lori. Berat tebu satu lori itu sekitar tiga ton. Jadi satu lokomotif mampu menghela sampai 60 ton tebu. Kapasitas lokomotif membawa tebu tergantung kemampuan mandor tebu dalam hal tebasan. Jadi seakan satu mandor diberi hak satu lokomotif untuk mengangkut tebu tebasannya sampai ke pabrik gula. Jika sang mandor hanya mampu nebas 25 lori, berarti yang digered satu lokomotifnya sampai ke pabrik ya cuma 25 lori itu. . Gerilyawan Gerilyawan disini maksudnya adalah para penggemar tebu yang masih anak-anak dan remaja. Tebu itu rasanya manis. Terutama kalau yang disemplek bunyi: ceplak! Itu pasti tebu idaman. Para gerilyawan atau pelorod tebu, paling takut kepada sinder, karena sepertinya sinder membawa pistol. Maka walaupun sang sinder hanya mengacungkan jari telunjuknya dengan jempol mencuat, para perempon langsung buyar, takut ditembak. Hehe, padahal ditembaknya hanya pakai jari telunjuk. Tapi para perempon percaya itu pistol, jadi walaupun sedang sibuk nglorodi tebu di lori yang berjalan lambat, tetap saja mereka berhamburan, ngacir dengan bangga, bangga karena tetap saja sudah berhasil dapat plorodan tebu. Beda saat ketemu mandor. Karena mandor umumnya dari masyarakat setempat, jadi dalam hal perlakuan terhadap para remponir lebih lunak. Gerilyawan pun berjuang dengan lebih enjoy. Hehe! Dan sesungguhnya di samping sinder dan mandor, ada satu lagi pengawas kebun tebu yang diperhitungkan oleh para gerilyawan, yaitu polisi kebun, semacam security atau satpam. Umumnya polisi tebu dengan para gerilyawan tebu, sukanya main petak umpet di lorong-lorong tanaman tebu. Tebu yang sudah siap dipangkas, adalah saat yang ideal untuk mendapatkan tebu sebanyak mungkin. Cukup ngendon di tengah kebun. Potong tebu dengan cermat, hindarilah goyangan daun tebu. Sebab jika satpam melihat di tengah kebun ada daun tebu bergoyang, dan kemudian tumbang, jelas di dalam kebun ada gerilyawan yang sedang beroperasi. Kejar! Tangkap! Gerilyawan pun ngacir. Dan di saat lain, gerilyawan mengendap-endap untuk mengambil hasil operasi hari kemarin. Kemarin waktu konangan dan dikejar satpam sesungguhnya sudah dapat limang ler tebu, sudah dipotong-potong, dan disembunyikan ditutupi daun tebu dan rerumputan. Begitulah diantaranya, strategi serangan para gerilyawan tebu, para remponir, alias para tukang rempon. Hehe! . "Desimak ya!" "Nggih Pak, kula nyimak!" "Ya. Maturnuwun" "Sambungane, judule napa, Pak?" "Rel Buntu!" "Buntu, Banyumas, napa Pak?" "Maning, sie. Buntu, bebel. Sing penting crita, ya!" "Nggih! Crita nggih, Pak!" "Ya. Angger kober!" "Lho!" . Semoga bermanfaat Sedang sedikit cerita Nuwun Jejak Rel Lori (5) . "Niki sing nomer gangsal, nggih Pak?!" "Ya! Sambungane wingi" "Judule napa, Pak?" "Rel buntu!" "Oh, nggih, Pak!" . Cerita sederhana, tentang bekas rel yang masih bisa ditempuh pakai sepeda dan jalur yang saya anggap buntu. Penyebabnya ada lima hal : (1) karena jembatannya dirusak, putus, rel besinya dibongkar, (2) karena lahan bekas rel sengaja disodet melintang, dibuat parit untuk saluran air, untuk mengairi sawah, (3) sengaja digempur di sebelah kanan dan kirinya sehingga bekas tapak rel lori yang awalnya sekitar 6 meter, tinggal selebar pematang sawah, sekitar setengah meter, (4) dengan sengaja didirikan bangunan baik untuk dihuni maupun untuk usaha dan (5) dengan sengaja seluruh lahan bekas rel digempur dan dijadikan sawah, sehingga tidak berbekas sama sekali. . Buntu 1 Jembatan putus. Jalur dari depan Kantor Pos Blater, Sidakangen menuju ke Dukuh Kalibogor, Karangpetir. Setelah tempat yang dulunya emplasemen, terdapat dua jalur. Jalur yang menuju ke Kalibogor, Karangpetir, kini menjadi pematang sawah yang sempit, lalu di ujungnya ada jembatan, panjangnya sekitar 2,5 meter, putus. Letaknya ikut Desa #Sidakangen , tepat menjelang persilangan tempat Jedding. Jadi jika sepedahan atau sepeda motor tidak bisa menempuh jalur bekas rel dari Blater sampai ke Kalibogor, Karangpetir ini. Jembatan itu di atas Kali Pejaten. Semoga ada perhatian dari pemerintah Desa #Sidakangen untuk membuat sekedar jembatan penghubung. Lumayan untuk dapat jadi sarana transportasi para petani mengangkut hasil bumi. Juga jalan pintas menuju Karangpetir. . Buntu 2 Jembatan putus. Di sekitar Jedding ini ada dua jembatan yang putus, yang pertama yang dibahas di atas, jalur Blater - Karangpetir, letaknya di barat jedding. Dan yang kedua adalah yang berada di selatan jedding. Masih sama jembatan ini di atas Kali Pejaten juga. Jembatannya lebih pendek, sekitar 1,5 meter. Jika jembatan ini berfungsi, maka dapat menghubungkan dua jurusan yaitu: Kalimanah - Rabak, dan Karangpetir - Rabak. Jembatan kecil ini masih masuk wilayah #Sidakangen jadi semoga ada perhatian dari pemerintah Desa #Sidakangen terhadap jembatan ini, untuk dapat difungsikan kembali. . Buntu 3 Jembatan putus. Jika bersepeda dari SMP Negeri 2 Kalimanah ke timur, Puskesmas Kalimanah, ke timur lagi, di depan pintu gerbang perumahan Permata Perwira Kalimanah, belok kanan, ke arah selatan akan sampai di wilayah Jedding. Jalur bekas rel lori ini melengkung ke timur, atau membelok, jika dituruti akan sampai di sebelah Lapangan Desa #Karangpetir . Hehe, sebenarnya jika diikuti terus, bekas rel lori ini akan sampai di sekitaran Grecol - Toyareka. Namun sayangnya terhambat di wilayah Dusun Kalibagor, Desa #Karangpetir . Ada jembatan yang putus. Jika tidak salah sepertinya ini adalah Kali Tunggal, sungai yang di hulunya sempat melewati Desa Selabaya. Sungainya agak lebar sekitar enam meteran. Sebelah barat jembatan, lebar bekas rel ini sepertinya masih utuh, masih lebar, hanya karena buntu jadi kondisinya sedikit rungseb, banyak belukar. Sedangkan yang berada di timur jembatan, sudah masuk wilayah Desa Grecol, bekas rel lori ini sudah jadi pematang sawah yang cukup besar, masih membekas bahwa itu adalah bekas rel lori. Jembatan di tempat ini cukup lebar, terbukti masih ada pilar penyangga jembatan di tengah sungai. Harapannya jika jembatan ini difungsikan maka sangat membantu mempersingkat jarak dari #Karangpetir menuju sekitaran Toyareka. . "Maturnuwun, Pak! Ngenjang judule napa malih?" "Rel Bebel!" "Bebel, nggih, buntu, Pak?" "Iya, padha!" "Oh, nggih!" . Semoga bermanfaat Sedang sedikit cerita Nuwun Jejak Rel Lori (6) . "Niki sing nomer nenem, nggih Pak?!" "Ya! Sambungane wingi" "Judule napa, Pak?" "Rel Bebel. Sing wingi Rel Buntu!" "Oh, nggih, Pak!" . Sodetan Bebel sebab sodetan. Hal sepedaan, kalau dari depan Kantor Pos Blater, menuju Rabak malah bisa lancar. Dari depan Kantor Pos, Blater, lurus terus ke timur, ikuti belokan ke kanan, ke selatan, terus lurus akan bertemu aspalan, itu jalan Sidakangen - Karangpetir, lurus terus ke selatan sekitar 200 meter ada jembatan, bekas rel lori, masih utuh. Jembatan cu inikup panjang sekitar 10 meter. Karena dijadikan jalan maka di atasnya sudah di cor beton. Jembatan ini di atas sungai Ponggawa atau ada yang menyebutnya Kali Pranji. Masih masuk Desa Sidakangen. Jika diteruskan akan sampai ke aspalan ke dua, itu Jalan Susukan, menghubungkan Rabak - Gambarsari. Jika ke kanan ke sekitar Rabak, Jompo, bahkan bisa sampai jembatan gantung Subok, Sumilir - Bokol. Jika ke kiri sampai ke sekitar Gambarsari. Jika di aspalan ke dua, di Jalan Susukan ini, tidak ke kanan, dan tidak ke kiri, tapi terus mengikuti bekas rel, di tengah sawah, maka akan melewati sawah-sawah di wilayah Rabak dan Karangtengah. Ada beberapa jembatan kecil dengan besi rel sebagai jalurnya. Sekitar 600 meter ada pertigaan, jika belok ke kanan, ke barat, itu adalah jalan desa bukan jalur bekas rel lori, Itu jalan masuk ke Desa Karangtengah. Jika terus lurus, tidak belok, sekitar 300 meter akan sampai di sebuah jembatan besar, jembatan Kali Muntang, ada yang menyebutnya Kali Guyud, tapi kalau lihat peta sepertinya itu Kali Ponggawa atau Kali Pranji. Jembatan itu, atau sungai itu, adalah batas desa #Muntang dengan Desa Karangtengah. Jembatan masih utuh, cukup panjang sekitar 10 meter. Sebenarnya bekas rel lori itu, jalur lurus menuju ke Desa #Muntang. Sayangnya sekitar seratus meter dari jembatan itu, ternyata bekas jalur rel ini, disodet untuk jalan air. Ada dua sodetan, berjarak sekitar 50 meter. Dengan sodetan itu maka jalur bekas rel lori ini jadi penuh belukar. Kesulitan untuk dilewati sepeda. Hehe, pesepeda pasti kecewa. Ngapunten, perangkat desa #Muntang, semoga berkenan untuk segera memasang gorong-gorong, agar jalur tersebut bisa untuk transportasi hasil panen para petani, dan juga memperpendek perjalanan dari Blater, Sidakangen, Karangpetir, Rabak, Karangtengah, sampai ke #Muntang. . Bangunan Bebel sebab bangunan. Jalur yang putus karena ada bangunan ada di selatan Kantor Pos Blater, karena dulu disitu ada jalur rel yang menyebrang aspal, membujur dari timur ke barat. Di tempat ini dulu juga tempat persilangan antara rel lori dengan rel kereta api penumpang, istilahnya ada kres. Untuk jalur lori, ini adalah jalur dari Sidakangen, Blater, ke Banjaranyar, wilayah Banyumas, ternyata, sekarang, di situ ada bangunan untuk usaha bisnis, pembuatan semacam kusen dan pintu dari kayu. Dengan adanya bangunan tersebut maka jalur tersebut, terputus sekitar 100 meter. Arahnya agak membelok di belakang bengkel mobil sampai ke jalan aspalan yang menuju ke Dukuh Karangso. Dulu rel lori melintang di jalan Karangso tersebut. Sepertinya setelah melewati aspalan Karangso, bekas jalur rel lori tersebut utuh sampai ke Desa Banjaranyar, wilayah Banyumas. Bangunan yang berdiri di lahan bekas rel lori tersebut masuk Desa #Blater. Semoga ada perhatian dari pemerintah Desa #Blater, agar lahan tersebut dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk kemaslahatan umum. . Gempuran Bebel bubrah sebab gempuran. Terus ini yang paling parah! Paling parah menurut saya adalah kondisi bekas rel lori di timur Puskesmas Kalimanah. Jika dirunut dari Jedding, ke utara, itu berarti lori menuju ke PG Kalimanah. Sayangnya bekas rel lori ini hanya sampai jalan aspal, jadi hanya membentuk pertigaan, padahal harusnya membentuk sebuah perempatan. Jadi jalur yang ke utara itu panjangnya sekitar 500 meter yang harusnya sampai di pabrik gula, atau yang sekarang adalah panti jompo, tidak ada bekas relnya sama sekali, punah! Yang ada sekarang benar-benar sudah jadi sawah Jadi kalau orang liat disitu sudah tidak ada bekasnya sama sekali. Dan sekarang parahnya lagi, kemungkinannya ada yang tertutup lagi dengan perumahan. Kesimpulannya jalur bekas rel kereta lori di wilayah #Kalimanah_Wetan, yang tadinya ada sekitar 500 meter, sekarang hilang sama sekali, karena sengaja digempur dan dijadikan sawah. Letaknya adalah dari pertigaan sampai Panti Lansia, Panti Wreda Budi Darma Kasih. Semoga pemerintahan desa #Kalimanah_Wetan berkenan untuk mengembalikan lagi jalan bekas rel lori ini untuk jalan desa. Bermanfaat untuk transportasi hasil pertanian dan pada saatnya untuk kepentingan penduduk setempat. . "Prihatin nggih Pak. Jika tega, menyerobot lahan yang bukan haknya!" "Begitulah, bahwa manusia punya tingkah yang berbeda-beda!" "Nggih, Pak. Niki, Jejak Rel Lori, mpun tamat napa dereng?" "Esih ana koh. Tulis maning apa?" "Kudu! Kedah deserat!" "Ya. Kapan-kapan!" "Lho! Judule napa, Pak?" "Totogan!" "Nggih. Kula tengga!" "Ya!" . Semoga bermanfaat Sedang sedikit cerita Nuwun Jejak Rel Lori (7) . "Terusan yang kemarin ya Pak?" "Iya. Ora nguja, nemu bahan nggo data!" "Barang, kebeneran, nggih Pak?" "Iya!" . Totogan Kebondalem. Bahwa di depan Koramil Kalimanah, seberang jalan, orang menyebutnya sebagai kompleks Kebondalem. Ada gang ke barat, Gang Waru, ternyata disitu ada bekas totogan rel lori. Jadi berawal dari wilayah Kebondalem ini, rel lori kemudian membujur ke utara membelah Desa Selabaya, Babakan, Slatri, Karangkabur, lalu mungkin ada yang ke wilayah Kedungwuluh dst. Hehe, saya masih asing dengan rel lori di wilayah Padamara. Dengan adanya totogan ini, berarti lokomotif tebu, dulu, berangkat maupun pulangnya, dari dan ke kantor PG Kalimanah ini, sekarang menjadi SMA Agustinus. Kalau kita ke sebelah utara, di luar tembok SMA Agustinus, disitu masih ada bekas totogan, awal dan akhir dari rel lori. Itulah yang dimaksud dengan totogan Kebondalem. Dan kenapa disebut Kebondalem? Itu masih jadi pertanyaan! Semoga segera dapat info! . Totogan Koramil Masih ada totogan lagi. Bahwa di belakang Koramil Kalimanah, ada bekas rel, panjangnya sekitar 20 meter. Lalu ada sisa potongan rel di atas sungai kecil, rupanya itu bukan rel lori, itu adalah rel kereta penumpang, kereta barang. Kemungkinannya dulu kalau ada barang yang harus dimasukkan ke gudang PG Kalimanah, maka gerbong kereta dari Purbalingga belok kiri, sedikit, sampai di gudang. Jadi kalau ke belakang Koramil Kalimanah, disitu ada sungai kecil, ada tembok tinggi, mungkin dulu tembok kelilingnya PG Kalimanah, tampak ada potongan rel yang mencuat dari tembok, yang satu panjang, yang satunya pendek, posisi datar dengan jarak sekitar satu meter. Itulah yang dimaksud dengan totogan Koramil. Sisa-sisa jejak rel kereta api di Purbalingga. Untuk diketahui bahwa di sekitar belokan rel kereta barang, yang menuju ke PG Kalimanah itu, dulu ada haltenya, halte Kalimanah (KLH). Bahwa jalur kereta barang Purbalingga - Banjarsari memiliki panjang sekitar 6,5 Km. Ada pemberhentian semacam halte yaitu Stasiun Purbalingga (PDG), di Kandang Gampang. Halte Kalimanah (KLH), tempatnya di depan PD BPR BKK Kalimanah. Halte Jompo (JPO) tempatnya sekitar 50 meter di utara pertigaan Jompo, dan Stasiun Banjarsari (BJRS) di Banjarsari. . Masalah dan Solusi Dari serial tulisan ini ada dua masalah yang perlu diperhatikan dan dicari solusinya. 1. Bahwa jalur jalan yang sudah dibuat oleh keberadaan rel lori, dapat dijadikan sebagai infrastruktur jalur transportasi, dari satu tempat ke tempat yang lain. Maka hal jembatan yang putus, dan adanya sodetan, dapat segera disambungkan. Solusi sederhananya, walau hanya menggunakan jembatan bambu, pastilah sudah dapat memperlancar lalu lintas pejalan kaki yang ada di tengah bulak sawah. 2. Jika benar, telah terjadi penyerobotan tanah bekas rel lori ini, misal untuk jalur rel yang tadinya 6 meter, menjadi hanya tinggal 1 meter, kemudian jalur rel yang digempur menjadi sawah, ini maka harus dicari solusinya untuk dapat digunakan sebagai jalan umum. Menurut hemat saya, buka buku induk kepemilikan tanah, buka peta kepemilikan tanah, khususnya periode sebelum rel lori dibongkar. Pasti dalam peta tersebut ada jalur rel kereta. Seluruh kepemilikan tanah yang ada di kanan kiri rel lori, diukur sesuai dengan luasan tanah yang tertera pada surat kepemilikan. Dengan demikian keberadaan lahan rel kereta tebu ini akan tampak aslinya dan dapat digunakan untuk jalan umum. Semua hal yang berhubungan dengan kepentingan umum maka dibutuhkan rasa kepedulian yang mapan. Tanpa rasa peduli dan siap berkorban, maka seiring dengan waktu semua akan berjalan menuju ke situasi yang semakin parah. . "Begitulah cerita tentang "Jejak Rel Lori" yang terasa panjang sehingga dibikin serial sampai tujuh episode" "Nggih, Pak. Maturnuwun sanget!" "Maturnuwun juga, sudah nyimak!" "Sehat selalu nggih Pak!" "Iya!" . Semoga bermanfaat, Sedang sedikit cerita Nuwun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar