Senin, 29 November 2021

PUNDHEN

PUNDHEN 
Toto Endargo 
 
Pundhen (1)  
"Pak, tidak crita Muskhil?" 
"Belum, crita pundhen, dulu lah!" 
"Apa, ada yang minta crita ini?" 
"Iya! Ada yang pesan. Ikut nyimak ya!" 
"Nggih!" 
Pundhen  
Pundhen dari kata pundhi, bukan pundi. Pundhi adalah istilah Jawa, memiliki arti; dimuliakan atau dihormati. Dari kata pundhi terbentuk kata; dipundhi-pundhi, artinya sangat dihormati. Pundhi + an, menjadi pundhen, pepundhen, artinya; sesuatu, atau seseorang atau juga suatu tempat yang dihormati dan diakui keberadaannya. 
Banyak orang yang mengatakan bahwa pundhen adalah tempat untuk ngalap berkah. Tempat untuk memohon dan mendapatkan sesuatu, bisa rejeki, pangkat, jabatan, jodhoh, kesehatan, anak dan permohonan lain, sesuai yang diinginkan dan diyakini untuk dikabulkan. 
Itulah makna pundhen. 
Begitu! 
. 
Singgah. 
Sebuah pundhen, bisa jadi, dahulunya hanya tempat untuk sekedar singgah, berdoa, semedi, bertapa, atau hanya sekedar istirahat, sekedar mukim, sekedar singgah beberapa saat dari seseorang yang dianggap sebagai tokoh terhormat. 
Dan akhirnya, tempat tersebut diabadikan, dirawat, tidak berani mengusik apa yang ada di tempat tersebut, semua dibiarkan, baik hewan maupun tumbuhan. Sehingga wajar ada pohon sejenis beringin, sprih, gondhang, nyaplung, randu, angin atau sejenisnya, yang bisa tumbuh subur dan membesar, bahkan ada pohon yang saling membelit. Hingga sulur-sulurnya menjadi hiasan yang artistik di sebuah pundhen. Wajar pula jika pada akhirnya, ada hewan yang betah dan membesar serta beranak pinak di tempat tersebut.
 = 
Nisan  
Umumnya, dilihat dari yang tampak, pundhen cenderung tempat pemakaman. Ditandai dengan adanya batu nisan. Benar-benar dari batu, baik batu utuh maupun menhir, batu yang sudah ditatah. Apa atau siapa yang dimakamkan? Kadang tidak ada satupun informasi yang pasti. Yang ada hanya cerita tutur, sering terjadi antara pencerita yang satu dengan pencerita lainnya, isi cerita dan tokohnya tidak sama. 
Terus, walaupun ada batu nisan bukan berarti bahwa tempat tersebut benar-benar sebuah makam dari jasad seseorang. 
Bisa saja ternyata yang dimakamkan disitu hanya sebuah piyandel, misal; keris, tombak, cincin, payung, pakaian, gong, wayang, batu sakti, dan atau yang lainnya lagi. 
Dan bisa juga ternyata yang dikuburkan disitu adalah hewan kesayangan dari seorang tokoh, misal; kuda, ayam jago, harimau, gajah, burung dan yang lainnya. 
Atau bisa saja yang dikubur disitu hanya potongan kuku, jari, lengan, atau bagian tubuh yang lain. Jadi yang dimakamkan belum tentu jasad utuh seseorang. Bahkan makam kosong pun, jika sudah dikenal sebagai pundhen, maka tidak masalah bagi yang mempercayainya. 
Sekali pundhen tetap pundhen. 
"Bersambung, Pak?" 
"Iya. Kan tadi, baru pengantar!" 
"Oh! Nggih, Pak! Besok, judulnya apa?" 
"Nggak tahu! Mungkin, Dinamisme!" 
"Pahamnya para leluhur, nggih, Pak?" 
"Hehe, simak saja, besok!" 
"Nggih!" . 
 
Pundhen (2) 
"Pak, tulisan Pundhen (1), kosong komen!" 
"Iya, ya. Kamu juga tidak komen. Kenapa?" 
"Hehe, baca judulnya saja, sudah horor, Pak!" 
"Jadi, diawal saja sudah malas baca?" 
"Betul! Takut baca. Ngapunten, nggih, Pak!" 
"Nggak papa. Saya nulis lagi, nieh!" 
"Nggih, Pak!" 
 Dinamisme
Budaya animisme dan dinamisme sangat mendukung keberadaan sebuah pundhen. Animisme meyakini bahwa setiap benda memiliki jiwa, ada rohnya. Batu, pohon, sawah, kolam air, itu ada roh pribadinya, dan itu harus diakui keberadaannya. 
Dinamisme juga sama-sama bicara tentang roh, bedanya adalah; dinamisme meyakini bahwa ada roh yang berada di luar jasad. Ada energinya tapi tidak punya raga, karena itu, sebut saja sebagai "makhluk energi (ME)". 
Roh di luar jasad ini khusus berasal dari jasad atau seseorang yang memiliki kelebihan energi kehidupan, yang saat masih hidup mampu menghimpun energi sehingga kapasitas energinya berlebihan. Roh ini digolongkan sebagai golongan roh yang "sakti". 
Tidak semua roh mampu bertahan lama untuk menjadi makhluk energi (ME). Setiap ME butuh suplai energi untuk menjaga keberadaannya. 
Roh yang istimewa ini ingin selalu mendapatkan energi, maka ia cenderung mencari tempat yang ideal. Jika berkenan untuk mukim di suatu tempat, maka tempat tersebut inginnya jadi sebuah pundhen, ingin agar tempatnya dijadikan sebagai tempat untuk ngalap berkah. 
Dan umumnya, roh-roh "sakti" ini betah bermukim dan singgah di puncak-puncak bukit, di batu besar, pohon besar, di pemakaman, di sungai, di kolam air, di benda-benda keras seperi batu akik dan benda pusaka yang dari logam. Namun demikian ada juga ME yang tidak menetap dan tetap berada di jalur atas, dalam pewayangan disebut di ka-hyang-an. 
Energi 
Tiap makhluk energi (ME) punya kemampuan yang khas secara pribadi. Punya keahlian, yang sesuai dengan saat rohnya masih berjasad. Jadi ada yang ahli berdagang, ahli perjodohan, ahli pengobatan, ahli pemerintahan, perang, silat, sindenan, tayuban, ebegan dan juga yang lain-lainnya. 
Kebutuhan mereka secara umum adalah sama, yaitu butuh energi untuk kenyamanan keberadaannya. Darimana energi kehidupan di dapat? Dari para mereka yang percaya, dari para pengikutnya yang meyakini keberadaannya. 
Semakin banyak pengikutnya, maka semakin banyak energi yang akan didapatkannya dan menjadikan ME tersebut merasa semakin nyaman dan berjaya. Semakin banyak pengikut yang memohon sesuatu kepada ME, maka semakin besar energinya sang ME. 
Balasan dari ME untuk keseriusan para pengikutnya adalah dengan membantu mengabulkan permohonan sang pengikut. Bisa segera, bisa kapan-kapan. 
Semakin banyak terkabulkannya permohonan, maka berefek akan semakin banyak pula jumlah pengikutnya, serta semakin patuh dan pasrah, semakin tebal keyakinan para pengikutnya, sehingga semakin serius pula dalam mencurahkan jiwa raganya untuk ME. 
Hehe, begitulah siklus hubungan antara ME dengan para pengikutnya, simbiosis mutualisma. Hubungan yang diharapkan saling menguntungkan antara makhluk yang tak berjasad dengan makhluk yang masih berjasad. 
Begitulah antara lain, hal Pundhen! 
"Oh, begitu ya, Pak. Permohonan atau doa yang serius akan menghasilkan energi, ya Pak?" 
"Iya. Maka setiap kali dianjurkan untuk berdoa, artinya disarankan untuk mensuplai energi kepada objek doa!" 
"Energi untuk siapa, Pak?" 
"Untuk obyek doa. Kalau yang obyek doanya sudah meninggal, berarti energinya untuk ME!" 
"Mahluk Energi, Pak?" 
"Iya! Kan obyek doa sudah tidak punya raga!" 
"Apa pasti masih eksis, Pak?" 
"Tergantung! Tergantung dengan kemampuannya menghimpun energi saat hidup dan banyaknya energi yang didapat dari kiriman energi para 'pengikutnya', dan juga kiriman dari para anak cucunya!" 
"Oh. Jadi bisa terjadi, sesungguhnya obyek doa sudah tidak eksis lagi, Pak?"
"Iya. Bisa banget!" 
"Ah! Begitu ya! Coba cerita lagi, Pak!" 
"Cerita apa?" 
"Hal sesaji di pundhen!" 
"Hehe!" . 
Maturnuwun 
Sedang kepengin crita 
Sekedar melepas jubelan 
Nuwun 
 
 
Pundhen (3) 
"Pak, apa pernah belajar ilmu ghaib?" 
"Hehe, rasanya semua orang itu praktisi ilmu ghaib?" 
"Kok, bisa, Pak?" 
"Beriman kepada yang ghaib itu salah satu ciri orang beragama!" 
"Maksudnya?" 
"Setiap agama pasti meyakini adanya sesuatu yang ghaib. Sesuatu yang tidak terjangkau oleh inderanya! Kamu beragama, kan?" 
"Oh, kalau begitu, saya juga praktisi ilmu gaib, Pak?" 
"Hehe, sudah, ya! Baca ini saja, terusan yang kemarin!" 
"Nggih, Pak!" 
Sesaji 
Sebenarnya, makhluk energi, tidak butuh sesaji; tidak butuh ingkung, kopi, kembang, telur, kepala hewan, pisang dan yang lainnya. Yang sangat dibutuhkan oleh ME hanyalah satu, yaitu keyakinan. Keyakinan dari para pengikutnya. 
Yang dibutuhkan ME adalah untaian doa mereka, permohonan mereka. Karena setiap doa yang serius akan memancarkan energi, dan energi itu akan sampai ke ME. Sesaji tidak mungkin menjadi kebutuhan bagi ME. Makhluk energi kan nggak punya jasad, sudah tidak bisa menikmati sesaji yang dihidangkan, jadi yang sangat dibutuhkan ME adalah energi, yaitu energi kepatuhan. Patuh menghamba, patuh untuk mendoakan, patuh menuruti permintaan dan perintahnya. 
Ketika disajikan sesaji yang sesuai dengan permintaan, itu berarti menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan si pengikut masih terjaga. Semakin sulit permintaan, tapi ternyata tetap saja dipenuhi, berarti tingkat keyakinan dan ketaatan pengikutnya baik, dan memuaskan. 
Begitulah ME di kepundhenan, butuh doa dari para pengikutnya, yang percaya! Pundhen yang sepi kunjungan, berarti sepi juga kiriman energinya. Pundhen yang ramai dikunjungi berarti besar kiriman energinya, maka ME yang mukim disitu akan semakin nyaman dan berjaya. 
Horor Rasa takut. 
Ada beberapa hal yang membuat munculnya rasa takut. Diantaranya adalah saat diceritakan tentang hantu. Apa itu hantu? 
Hantu termasuk sebagai ME, makhluk energi, artinya entitas itu, ada energinya tapi tidak punya jasad. Umumnya yang dibutuhkan oleh makhluk energi ini, terutama, adalah energi ketakutan. Makhluk energi jenis inilah yang biasanya, seakan, mampu mengubah wujudnya menjadi wujud menakutkan. Wujud hantu cenderung menyesuaikan dengan imajinasi yang melihat atau sesuai dengan kebiasaannya saat mewujud. Wujud asli ME cenderung berupa sepercik cahaya dengan warna dan kadar pendar yang berbeda-beda. 
Ketika seseorang melihat hantu katakanlah genderuwo, kunthi, pocong atau yang lain mereka umumnya akan ketakutan, nah ketika ketakutan itulah ada energi yang keluar dari tubuh si takut. Energi takut ini kemudian diserap oleh makhluk tersebut untuk meningkatkan kenyamanan dan kejayaan keberadaannya. 
Jika ada wilayah yang di tempat tersebut sering terjadi kecelakaan, keadaan takut dan tersiksa karena sakit dari para korban, besar kemungkinannya bahwa tempat tersebut itu telah dimanfaatkan oleh para penyerap energi ketakutan ini. Tempat tersebut dijadikan tempat untuk ngalap energi. Tempat "alapan". Horor. 
Jadi makhluk energi setidaknya ada dua golongan. Makhluk energi yang pertama adalah makhluk energi yang butuh energi kepatuhan dan yang kedua adalah makhluk energi yang butuh energi ketakutan. Hehe, mungkin pertanyaannya adalah siapa yang membutuhkan energi kepatuhan dan siapa yang membutuhkan energi ketakutan. Sementara begitulah cerita tentang pundhen dan makhluk energi. 
"Iya. Terimakasih Pak! Walau masih agak sangsi!" 
"Kok, sangsi?" 
"Sangsi, ragu hal makhluk energi, itu Pak!" 
"Lho, maaf, kamu pernah mendoakan orang yang sudah meninggal dunia, atau belum pernah? Mungkin orang tua, teman, tetangga, atau yang lain?" 
"Ya. Setiap kali, setiap hari, berdoa Pak!" 
"Nah, itulah yang dimaksud dengan makhluk energi. Yaitu yang dulunya makhluk hidup, setelah meninggal dunia, raganya kembali jadi tanah, dan rohnya, jika masih ada, masih memiliki energi, itu, namanya makhluk energi. Artinya makhluk yang masih memiliki energi tetapi sudah tidak memiliki raga dunia! Jadi, jika kamu setiap kali berdoa untuk 'mereka' berarti secara tidak sadar kamu meyakini adanya makhluk energi itu!" 
"Oh, begitu ya, Pak!" 
"Hehe, sudahlah ya!" 
"Nggih. Mau cerita apa lagi, Pak?" 
"Embuh, kiye! De enteni bae, ya!" 
"Nggih!" 
Maturnuwun
Sedang kepengin crita 
Sekedar melepas jubelan 
Nuwun. 
.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar