Selasa, 06 Mei 2025

Power Point Banyumasan Dalam Tradisi Begalan

 




Power Point Banyumasan Dalam Tradisi Begalan

Ternyata model tayangan semacam power point sudah ada sejak kuna-makuna di wilayah Banyumas, cermati saja dalam pertunjukan tradisi Begalan. Banyumas pancen maen!

 

Power Point

Power point adalah adalah bagian dari Microsoft Office, salah satu perangkat lunak di komputer untuk mengolah bahan presentasi, berbentuk dokumen dalam bentuk slide. Slide ini pasti sangat berguna dalam dunia pendidikan, ekonomi, bisnis, pemerintahan, dan tentu saja di bidang yang lain.

Konon Power Point dikenal memiliki kekuatan ekstra efisien, sehingga sangat memudahkan para penggunanya untuk memengaruhi para konsumen presentasinya. Bagi para guru yang tak begitu menguasai bahan ajarnyapun, masih menjadi tetap mudah mentransfer teorinya kepada para siswanya.

 

Begalan

Ini adalah salah satu tradisi budaya yang ada di masyarakat suku Jawa, terutama di Banyumas. Kenapa di Banyumas? Konon peristiwa Begalan ini pertama kali ada pada saat Raden Adipati Tjokronegoro, menjadi bupati Banyumas yang ke 14, sekitar tahun 1850.

Begalan terinspirasi dari peristiwa dibegalnya Adipati Banyumas saat memboyong menantunya dari Wirasaba ke Banyumas. Putri bungsu Adipati Wirasaba bernama Dewi Sukesi dikawinkan dengan putra sulung Adipati Banyumas yang bernama Pangeran Tirtakencana, pernikahan dilakukan di Wirasaba, sekitar 20 Km dari Banyumas.

Seminggu setelah menikah, diboyonglah kedua mempelai ke Banyumas, namun di tengah jalan, setelah menyeberangi Sungai Serayu, rombongan dihadang oleh seorang begal yang berpostur tinggi besar. Begal ingin merampas barang bawaan rombongan pengantin tersebut. Sang begal ketika melawan para pengawal dari Wirasaba dan Banyumas, kalah. Begal lari masuk hutan yang saat itu terkenal lebat dan wingit.

 

Napak Tilas

Napak tilas, mengikuti jejak peristiwa tersebut, sebagai peringatan dan tuntunan kepada masyarakat lahirlah tradisi Begalan. Tuntunannya, jika mengawinkan putra sulung, hendaknya diadakan upacara Begalan. Unsur utama Begalan ada tiga yaitu: Begal, orang yang dibegal, dan barang bawaan yang akan dibegal.

Nama begal dan korbannya tidak pasti, ada yang menggunakan nama Ki Karya dan Ki Guna, Gunareka – Rekaguna, Suratani – Suradenta,  Sabdaguna – Rekadaya dll, terserah kepada para pelaku. Semua barang bawaan yang diangkut dengan cara dipikul, disebut brenong kepang.

Di samping ketiga hal tersebut ada juga yang perperan sebagai penari dan juga cucuk laku. Sebagai tontonan mereka mempertunjukkan tarian, dialog, dan lawakan yang diiringi dengan musik gending dengan gamelan yang terbatas.

 

Perkakas Sebagai Slide

Barang yang dibawa melalui pikulan, brenong kepang, antara lain; ilir, ian, cething. kusan, saringan ampas, tampah, sorok, centhong, siwur, irus, kendil, dan wangkring (pikulan yang ada kakinya). Para perkakas inilah yang sesungguhnya, jaman sekarang, disebut slide, bagian dari alat bantu presentasi. Simbol-simbol yang harus dibaca dengan cermat karena penuh filosofi, nasehat hidup yang berharga.

Sementara tokoh begal harus membawa sebuah pedang kayu, sebagai senjata, disebut wlira. Pada saatnya wlira digunakan untuk memecah kendhil, menjadi pertanda bahwa upacara inti Begalan telah berakhir. Para penonton yang paham, umumnya langsung saling berebut untuk dapat memiliki salah satu barang dari brenong kepang tersebut.

 

Makna Slide

Slide dalam acara begalan, ujudnya adalah perkakas dapur yang dibawa dalam wakringan. Satu per satu tokoh begal akan bertanya tentang makna perkakas yang dibawa oleh koprban, dan segera pula dijawab oleh korbannya tentang makna “slide” yang dibawanya.

Banyak nasehat yang bermunculan hasil menterjemahkan lambang-lambang yang dalam bentuk perkakas begalan, baik untuk masyarakat umum maupun khusus untuk para pengantin.

Begitulah kreatifitas orang-orang jaman dahulu, cara menyampaikan nasehat atau petuah diujudkan dalam slide yang berupa perkakas rumah tangga.

Apa makna slide dalam bentuk; ilir, ian, cething. kusan, saringan ampas, tampah, sorok, centhong, siwur, irus, kendil, dan wangkring (pikulan yang ada kakinya)?

 

 

Fungsi dan Filosofi Perkakas Begalan

Sedikit fungsi dan makna filosofi perkakas dalam tradisi begalan, brenong kepang, antara lain sebagai berikut:

 

1.     Ilir dan ian,

ilir adalah kipas anyaman bambu lebih kurang panjang dan lebarnya 35 cm, sedangkan iyan dibuat dari anyaman bambu, berbentuk persegi, panjang dan lebarnya sama sekitar satu meter.

Ilir dan ian berpasangan, digunakan secara bersamaan untuk menghasilkan sega dengi, nasi yang enak, punel. Nasi di-ler di atas ian, lalu dikipasi pakai ilir sambil dikoleh-kaleh pakai centhong, hasilnya nasi menjadi dingin dan pulen.

Kedua perkakas ini mengandung arti bahwa sepasang suami istri harus bisa salung kerjasama untuk mendapatkan kebaikan di dalam remah tangga yang nyaman, damai dan bahagia.

 

2.     Cething, adalah tempat, wadah, nasi dari anyaman bamboo, memiliki wengku, pinggiran cething yang belingkar. Mengandung arti bahwa setiap orang yang bekeluarga telah memasuki sebuah tempat, wadhah, yang memiliki peraturan perundangan (negara, agama, organisasi), diwengku oleh tatanan hidup atau aturan-aturan tertentu, tidak bisa berbuat semaunya sendiri.

 

3.     Kusan, kukusan, alat menanak nasi dari anyaman bamboo, digunakan untuk mematangkan nasi, hasil karon. Melambangkan bahwa mereka yang telah berumah tangga, hendaknya memiliki pemikiran yang lebih matang, bijak, selalu dipikirkan masak-masak sebelum mengambil sikap dan kesimpulan.

 

4.     Saringan ampas, disebut kalo, gunanya untuk membuat air santan, memeras parutan kelapa. Memiliki filosofi bahwa orang dewasa hendaknya selalu bisa menyaring setiap berita dan peristiwa agar tidak terjebak dalam kesalahpahaman. Ambil yang baik sebagai bekal kehidupan dan hindari yang buruk untuk mengindari munculnya masalah negative, saringlah semua peristiw deangan hati-hati.

 

5.     Tampah, dari kata tampa, nampa, dibuat dari anyaman bambu, berbentuk seperti piringan melingkar, biasa digunakan untuk menaruh sayuran dan menampi beras, memisahkan beras dari gabah dan kerikil. Memiliki makna bahwa suami atau istri harus legawa menerima kekurangan dan kelebihan masing-masing, berusaha untuk memilah, mengurangi hal-hal yang buruk dan memanfaatkan potensi yang positif.

 

6.     Sorok, adalah alat memasak yang berbentuk bulat, terdapat banyak lubang, bertangkai panjang, berfungsi terutama untuk menyerok, meniriskan, mengangkat hasil goreng-gorengan. Konon memiliki makna bahwa hidup harus cermat jangan suka sarak-sorok, jangan mudah mengambil sesuatu yang bukan seharusnya, dan berusaha untuk mampu mengentaskan diri dari berbagai kesulitan, baik dalam bentuk kesulitan ekonomi sampai pun mampu mengentaskan anaknya sampai ke jenjang kedewasaan dan kemandirian berumah tangga.

 

7.     Centhong, alat untuk mengambil nasi matang, mengandung arti bahwa hidup berumah tangga hendaknya mampu mengambil kesempatan untuk mendapatkan rejeki yang baik, mampu menyediakan kebutuhan semacam makanan untuk keluarga, jangan bermalas-malasan, cekatan dan pantang mundur.

 

8.     Irus, alat masak untuk mengambil dan mencampur sayur, terbuat dari kayu atau batok kelapa. Bermakna bahwa hidup hendaknya mampu mengambil dan mengkombinasi pengetahuan dan pengalaman hidup untuk menekuni mata pencahariannya, seperti sebagai pedagang, petani, pegawai, pejabat dan profesi yang lain.

 

9.     Siwur, alat untuk mengambil dan mencurahkan air, gayung. Bermakna bahwa hidup hendaknya suka berderma, membantu orang lain ketika mendapatkan rejeki. Berusaha memberi dan memenuhi kebutuhan istri dan anaknya dengan perhitungan yang adil.

 

10.  Kendhil, adalah tempat untuk menyimpan air minum. Bahwa orang berumah tangga hendaknya mau menabung, menyimpan sesuatu yang berharga, walaupun hanya sedikit.

 

11.   Sapuada, sapu sada, sapu lidi. Bermakna bahwa di dalam berumahtangga handaknya antara suami, istri dan juga anak, selalu bergotong royong membangun keluarga yang sehat, kuat, beriman, terhormat dan menjadi teladan di masyarakat.

 

12.  Muthu dan ciri, tempat bercampurnya berbagai rasa, jika dengan resep yang terukur akan menghasilkan rasa yang mirasa, enak, nikmat. Kedua benda tersebut melambangkan bahwa di dalam berumah tangga hendaknya mampu meramu segala situasi dan kondisi, baik secara materi maupun psikologi, agar dapat mewujudkan suasana rumah tangga yang nyaman dan nikmat. Muthu dan ciri, untuk menghaluskan bumbu, artinya suami dan istri hendaknya punya perasaan yang halus, peka terhadap perasaan pasangannya.

 

13.  Kekeb, adalah alat berbentuk cembung, terbuat dari tanah liat, umumnya berfungsi sebagai penutup, seperti tutup wajan, dandang, dan juga panci. Memiliki makna bahwa suami dan istri hendaknya mampu untuk saling menutupi kekurangan pasangannya, juga dapat saling menjaga diri dan kehormatan masing-masing.

 

14.  Soled, sejenis sendok ceper terbuat dari kayu atay besi, sendok berukuran besar, digunakan untuk mengaduk sayur saat memasak atau menggoreng, memiliki makna bahwa orang berumah tangga hendaknya menyadari dinamika kehidupan, wolak-waliking jaman, jangan terlena dengan kenyamanan, rajin mengurus rumah dan tidak boleh bermalas-malasan.

 

15.  Pari, padi yang masih bergagang, memiliki makna bahwa seiring dengan waktu hendaknya rumah tangga yang dibangun semakin berisi, sejahtera, semua penghuninya tahu diri, rendah hati, ibaratnya semakin berisi semakin menunduk.

 

16.  Beras Kuning dan Uang Logam, dua barang ini dimasukkan ke dalam kendhil, dan pada saatnya akan dipecah menggunakan pedang wlira oleh pembegal. Bermakna bahwa dalam berumah tangga hendaknya punya niat untuk hidup mulia, sejahtera, dengan cara memiliki simpanan yang berharga, baik dalam bentuk materi, maupun yang non materi, seperti pahala, harga diri dan kehormatan rumah tangga.

 

17.  Janur kuning, konon dari kata jannah (surga), nur (cahaya), laku (perbuatan) dan bening (jernih), memiliki makna bahwa orang berumah tangga harus berperilaku dan punya niat yang jernih sehingga rumah tangganya di tengah masyarakat seperti memancarkan cahaya surga.

 

18.  Wangkring, adeg-adeg, semacam standar pikulan dari bambu, tempat untuk mengantungkan abrag-abrag, perlengkapan brenong kepang; memiliki makna bahwa di dalam menjalani hidup berumah tangga, berat ringan, senang susah hendaknya dinikmati bersama antara suami istri.

 

19.  Pikulan, adalah sepotong bambu atau kayu yang digunakan untuk memikul, di masing-masing ujungnya ada sebuah wangkring. Pikulan atau embatan memiliki makna bahwa suami atau istri memiliki beban yang harus dipikul bersama, masing-masing hendaknya mampu memberikan pertimbangan (embatan) jika ada maslah yang harus dipecahkan bersama.

 

Kesimpulan

Bahwa semua barang-barang yang disebut brenong kepang ternyata seperti powerpoint, memiliki makna, perlambang yang mengandung nasehat penting bagi masyarakat. Pada prakteknya tidak semua barang yang dibawa dijadikan sebagai bahan dialog dalam peristiwa begalan.

Ternyata pendahulu orang Banyumas itu, begitu istimewanya, cara mereka menyampaikan nasehat atau petuah kehidupan, halus dan jenaka, cukup melalui lambang-lambang peralatan dapur yang diujudkan dalam dialog.

Namun demikian sering terjadi kekeliruan dalam memahami adat begalan ini, ada yang berpikir bahwa peralatan dapur itu seolah-olah nyata, mengandung kekuatan yang dapat mendatangkan berkah, rejeki, dan keberuntungan. Padahal yang pasti adalah jika semua nasehat dilakukan dengan serius, niscaya kebahagiaan berumah tangga akan tercapai dengan penuh berkah.

Jadi jika saat rebutan brenong kepang Anda mendapatkan kusan, kukusan, itu adalah petunjuk, bahwa Anda dalam berumah tangga, hendaknya harus, memiliki pemikiran yang matang, lebih bijak, dan selalu memikirkan masak-masak sebelum Anda bersikap dan berkesimpulan.

Oke!

 

Semoga bermanfaat

Salam

Toto Endargo

.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar