Power Point Banyumasan Dalam Tradisi Begalan
Ternyata
model tayangan semacam power point sudah ada sejak kuna-makuna di wilayah
Banyumas, cermati saja dalam pertunjukan tradisi Begalan. Banyumas pancen maen!
Power Point
Power point adalah adalah bagian dari Microsoft
Office, salah satu perangkat
lunak di komputer untuk
mengolah bahan presentasi, berbentuk dokumen dalam bentuk slide. Slide ini pasti sangat berguna dalam dunia pendidikan, ekonomi, bisnis,
pemerintahan, dan tentu saja di bidang yang lain.
Konon Power Point dikenal
memiliki kekuatan ekstra efisien, sehingga sangat memudahkan para penggunanya
untuk memengaruhi para konsumen presentasinya. Bagi para guru yang tak begitu
menguasai bahan ajarnyapun, masih menjadi tetap mudah mentransfer teorinya
kepada para siswanya.
Begalan
Ini
adalah salah satu tradisi budaya yang ada di masyarakat suku Jawa, terutama di
Banyumas. Kenapa di Banyumas? Konon peristiwa Begalan ini pertama kali ada pada
saat Raden Adipati Tjokronegoro, menjadi bupati Banyumas yang ke 14, sekitar
tahun 1850.
Begalan
terinspirasi dari peristiwa dibegalnya Adipati Banyumas saat memboyong
menantunya dari Wirasaba ke Banyumas. Putri bungsu Adipati Wirasaba bernama
Dewi Sukesi dikawinkan dengan putra sulung Adipati Banyumas yang bernama
Pangeran Tirtakencana, pernikahan dilakukan di Wirasaba, sekitar 20 Km dari
Banyumas.
Seminggu
setelah menikah, diboyonglah kedua mempelai ke Banyumas, namun di tengah jalan,
setelah menyeberangi Sungai Serayu, rombongan dihadang oleh seorang begal yang
berpostur tinggi besar. Begal ingin merampas barang bawaan rombongan pengantin
tersebut. Sang begal ketika melawan para pengawal dari Wirasaba dan Banyumas,
kalah. Begal lari masuk hutan yang saat itu terkenal lebat dan wingit.
Napak Tilas
Napak
tilas, mengikuti jejak peristiwa tersebut, sebagai peringatan dan tuntunan
kepada masyarakat lahirlah tradisi Begalan. Tuntunannya, jika mengawinkan putra
sulung, hendaknya diadakan upacara Begalan. Unsur utama Begalan ada tiga yaitu:
Begal, orang yang dibegal, dan barang
bawaan yang akan dibegal.
Nama
begal dan korbannya tidak pasti, ada yang menggunakan nama Ki Karya dan Ki
Guna, Gunareka – Rekaguna, Suratani – Suradenta, Sabdaguna – Rekadaya dll, terserah kepada para pelaku. Semua barang bawaan yang
diangkut dengan cara dipikul, disebut brenong
kepang.
Di
samping ketiga hal tersebut ada juga yang perperan sebagai penari dan juga
cucuk laku. Sebagai tontonan mereka mempertunjukkan tarian, dialog, dan lawakan
yang diiringi dengan musik gending dengan gamelan yang terbatas.
Perkakas Sebagai Slide
Barang
yang dibawa melalui pikulan, brenong kepang, antara lain; ilir, ian, cething. kusan, saringan ampas, tampah, sorok, centhong,
siwur, irus, kendil, dan wangkring (pikulan
yang ada kakinya). Para perkakas
inilah yang sesungguhnya, jaman sekarang, disebut slide, bagian dari alat bantu
presentasi. Simbol-simbol yang harus dibaca dengan cermat karena penuh
filosofi, nasehat hidup yang berharga.
Sementara
tokoh begal harus membawa sebuah pedang kayu, sebagai senjata, disebut wlira. Pada saatnya wlira digunakan untuk memecah kendhil, menjadi pertanda bahwa
upacara inti Begalan telah berakhir. Para penonton yang paham, umumnya langsung
saling berebut untuk dapat memiliki salah satu barang dari brenong kepang tersebut.
Makna Slide
Slide
dalam acara begalan, ujudnya adalah perkakas dapur yang dibawa dalam wakringan.
Satu per satu tokoh begal akan bertanya tentang makna perkakas yang dibawa oleh
koprban, dan segera pula dijawab oleh korbannya tentang makna “slide” yang
dibawanya.
Banyak
nasehat yang bermunculan hasil menterjemahkan lambang-lambang yang dalam bentuk
perkakas begalan, baik untuk masyarakat umum maupun khusus untuk para
pengantin.
Begitulah
kreatifitas orang-orang jaman dahulu, cara menyampaikan nasehat atau petuah
diujudkan dalam slide yang berupa perkakas rumah tangga.
Apa
makna slide dalam bentuk; ilir, ian, cething. kusan, saringan ampas, tampah,
sorok, centhong, siwur, irus, kendil, dan wangkring (pikulan yang ada kakinya)?
Fungsi dan Filosofi Perkakas Begalan
Sedikit
fungsi dan makna filosofi perkakas dalam tradisi begalan, brenong kepang,
antara lain sebagai berikut:
1. Ilir dan ian,
ilir adalah kipas anyaman bambu lebih
kurang panjang dan lebarnya 35 cm, sedangkan iyan dibuat dari anyaman bambu,
berbentuk persegi, panjang dan lebarnya sama sekitar satu meter.
Ilir dan ian berpasangan, digunakan secara bersamaan untuk menghasilkan sega dengi, nasi yang enak, punel. Nasi
di-ler di atas ian, lalu dikipasi pakai ilir
sambil dikoleh-kaleh pakai centhong, hasilnya nasi menjadi dingin dan pulen.
Kedua perkakas ini mengandung arti bahwa sepasang
suami istri harus bisa salung kerjasama untuk mendapatkan kebaikan di dalam
remah tangga yang nyaman, damai dan bahagia.
2. Cething,
adalah tempat, wadah, nasi dari anyaman bamboo, memiliki wengku, pinggiran
cething yang belingkar. Mengandung arti bahwa setiap orang yang bekeluarga
telah memasuki sebuah tempat, wadhah, yang memiliki peraturan perundangan
(negara, agama, organisasi), diwengku oleh tatanan hidup atau aturan-aturan
tertentu, tidak bisa berbuat semaunya sendiri.
3. Kusan,
kukusan, alat menanak nasi dari anyaman bamboo, digunakan untuk mematangkan nasi,
hasil karon. Melambangkan bahwa mereka yang telah berumah tangga, hendaknya
memiliki pemikiran yang lebih matang, bijak, selalu dipikirkan masak-masak
sebelum mengambil sikap dan kesimpulan.
4. Saringan ampas,
disebut kalo, gunanya untuk membuat air santan, memeras parutan kelapa.
Memiliki filosofi bahwa orang dewasa hendaknya selalu bisa menyaring setiap
berita dan peristiwa agar tidak terjebak dalam kesalahpahaman. Ambil yang baik
sebagai bekal kehidupan dan hindari yang buruk untuk mengindari munculnya
masalah negative, saringlah semua peristiw deangan hati-hati.
5. Tampah,
dari kata tampa, nampa, dibuat dari
anyaman bambu, berbentuk seperti piringan melingkar, biasa digunakan untuk
menaruh sayuran dan menampi beras, memisahkan beras dari gabah dan kerikil.
Memiliki makna bahwa suami atau istri harus legawa menerima kekurangan dan
kelebihan masing-masing, berusaha untuk memilah, mengurangi hal-hal yang buruk
dan memanfaatkan potensi yang positif.
6. Sorok,
adalah alat memasak yang berbentuk bulat, terdapat banyak lubang, bertangkai
panjang, berfungsi terutama untuk menyerok, meniriskan, mengangkat hasil
goreng-gorengan. Konon memiliki makna bahwa hidup harus cermat jangan suka sarak-sorok, jangan mudah mengambil
sesuatu yang bukan seharusnya, dan berusaha untuk mampu mengentaskan diri dari
berbagai kesulitan, baik dalam bentuk kesulitan ekonomi sampai pun mampu
mengentaskan anaknya sampai ke jenjang kedewasaan dan kemandirian berumah
tangga.
7.
Centhong,
alat untuk mengambil nasi matang, mengandung arti bahwa hidup berumah tangga
hendaknya mampu mengambil kesempatan untuk mendapatkan rejeki yang baik, mampu
menyediakan kebutuhan semacam makanan untuk keluarga, jangan bermalas-malasan,
cekatan dan pantang mundur.
8. Irus, alat masak untuk mengambil dan
mencampur sayur, terbuat dari kayu atau batok kelapa. Bermakna bahwa hidup
hendaknya mampu mengambil dan mengkombinasi pengetahuan dan pengalaman hidup
untuk menekuni mata pencahariannya, seperti sebagai pedagang, petani, pegawai,
pejabat dan profesi yang lain.
9. Siwur,
alat untuk mengambil dan mencurahkan air, gayung. Bermakna bahwa hidup
hendaknya suka berderma, membantu orang lain ketika mendapatkan rejeki.
Berusaha memberi dan memenuhi kebutuhan istri dan anaknya dengan perhitungan
yang adil.
10. Kendhil,
adalah tempat untuk menyimpan air minum. Bahwa orang berumah tangga hendaknya
mau menabung, menyimpan sesuatu yang berharga, walaupun hanya sedikit.
11. Sapuada, sapu sada, sapu lidi. Bermakna bahwa di dalam berumahtangga
handaknya antara suami, istri dan juga anak, selalu bergotong royong membangun
keluarga yang sehat, kuat, beriman, terhormat dan menjadi teladan di
masyarakat.
12. Muthu dan ciri, tempat bercampurnya berbagai
rasa, jika dengan resep yang terukur akan menghasilkan rasa yang mirasa, enak, nikmat. Kedua benda
tersebut melambangkan bahwa di dalam berumah tangga hendaknya mampu meramu
segala situasi dan kondisi, baik secara materi maupun psikologi, agar dapat
mewujudkan suasana rumah tangga yang nyaman dan nikmat. Muthu dan ciri, untuk
menghaluskan bumbu, artinya suami dan istri hendaknya punya perasaan yang
halus, peka terhadap perasaan pasangannya.
13. Kekeb, adalah alat berbentuk cembung, terbuat dari
tanah liat, umumnya berfungsi sebagai penutup, seperti tutup wajan, dandang, dan
juga panci. Memiliki makna bahwa suami dan istri hendaknya mampu untuk saling
menutupi kekurangan pasangannya, juga dapat saling menjaga diri dan kehormatan
masing-masing.
14. Soled, sejenis sendok
ceper terbuat dari kayu atay besi, sendok berukuran besar, digunakan untuk
mengaduk sayur saat memasak atau menggoreng, memiliki makna bahwa orang berumah
tangga hendaknya menyadari dinamika kehidupan, wolak-waliking jaman, jangan
terlena dengan kenyamanan, rajin mengurus rumah dan tidak boleh bermalas-malasan.
15. Pari, padi yang
masih bergagang, memiliki makna
bahwa seiring dengan waktu hendaknya rumah tangga yang dibangun semakin berisi,
sejahtera, semua penghuninya tahu diri, rendah hati, ibaratnya semakin berisi
semakin menunduk.
16. Beras
Kuning dan Uang Logam, dua barang ini dimasukkan ke
dalam kendhil, dan pada saatnya akan dipecah menggunakan pedang wlira oleh
pembegal. Bermakna bahwa dalam berumah tangga hendaknya punya niat untuk hidup
mulia, sejahtera, dengan cara memiliki simpanan yang berharga, baik dalam
bentuk materi, maupun yang non materi, seperti pahala, harga diri dan
kehormatan rumah tangga.
17. Janur kuning, konon
dari kata jannah (surga), nur (cahaya), laku (perbuatan) dan bening (jernih), memiliki makna bahwa
orang berumah tangga harus berperilaku dan punya niat yang jernih sehingga
rumah tangganya di tengah masyarakat seperti memancarkan cahaya surga.
18. Wangkring, adeg-adeg,
semacam standar pikulan dari bambu, tempat untuk mengantungkan abrag-abrag, perlengkapan brenong kepang;
memiliki makna bahwa di dalam menjalani hidup berumah tangga, berat ringan,
senang susah hendaknya dinikmati bersama antara suami istri.
19. Pikulan, adalah
sepotong bambu atau kayu yang digunakan untuk memikul, di masing-masing
ujungnya ada sebuah wangkring. Pikulan atau embatan memiliki makna bahwa
suami atau istri memiliki beban yang harus dipikul bersama, masing-masing
hendaknya mampu memberikan pertimbangan (embatan) jika ada maslah yang harus
dipecahkan bersama.
Kesimpulan
Bahwa semua barang-barang yang disebut brenong kepang ternyata seperti
powerpoint, memiliki makna, perlambang yang mengandung nasehat penting bagi masyarakat.
Pada prakteknya tidak semua barang yang dibawa dijadikan sebagai bahan dialog
dalam peristiwa begalan.
Ternyata pendahulu orang Banyumas itu, begitu
istimewanya, cara mereka menyampaikan nasehat atau petuah kehidupan, halus dan
jenaka, cukup melalui lambang-lambang peralatan dapur yang diujudkan dalam
dialog.
Namun demikian sering terjadi kekeliruan dalam
memahami adat begalan ini, ada yang berpikir bahwa peralatan dapur itu
seolah-olah nyata, mengandung kekuatan yang dapat mendatangkan berkah, rejeki,
dan keberuntungan. Padahal yang pasti adalah jika semua nasehat dilakukan
dengan serius, niscaya kebahagiaan berumah tangga akan tercapai dengan penuh
berkah.
Jadi jika saat rebutan brenong kepang Anda mendapatkan kusan,
kukusan, itu adalah petunjuk, bahwa Anda dalam berumah tangga, hendaknya harus,
memiliki pemikiran yang matang, lebih bijak, dan selalu memikirkan masak-masak
sebelum Anda bersikap dan berkesimpulan.
Oke!
Semoga
bermanfaat
Salam
Toto
Endargo
.