SURYATI SINDEN BLATER
Toto Endargo
Toto Endargo
![]() |
Suryati Sinden Blater |
Inilah salah satu ikon
desa yang pernah mengharumkan nama daerah dengan sesuatu yang khas. Suryati
Sinden Blater tiga kata yang menjadi judul tulisan ini. Tiga kata yang tiap
kata memiliki makna berbeda namun ketika digabungkan memiliki suratan dan siratan
sebagai Legenda Desa Blater.
Kata pertama: Suryati.
Suryati, kata yang
diambil dari bahasa Jawa dan umum dijadikan sebagai nama orang. Surya artinya “matahari”,
sedang akhiran “ti” adalah kata penyebut yang merujuk pada kaum wanita. Jadi
ada wanita yang bernama Suryati dan diharapkan pada saatnya dapat bersinar
bagai matahari.
Ada kebiasaan di
Banyumas untuk memanggil nama seorang anak. Umumnya panggilan diambil dari suku
awal atau suku terakhir dari nama yang bersangkutan. Misal Suryati, dapat dipanggil
“Sur” atau dipanggil “Ti”. Untuk panggilan dengan suku kata awal kadang diberi
kata sandang “Si” sehingga Suryati dapat pula dipanggil dengan nama “Si Sur”. Dan
memang pada kenyataannya Suryati ini sering dipanggil dengan nama Si Sur.
Nama Suryati, jika
diambil suku kata pertama akan didapat kata “sur”, dalam bahasa Banyumas “sur” memiliki
makna khusus yaitu “diperbesar”, misal; “Tulung, genine desur!” artinya,
“Tolong, apinya diperbesar!” Jadi Si Sur ini pada saatnya seperti ditakdirkan
untuk didorong oleh keadaan agar bakat dan kemampuannya menjadi besar, menjadi
lebih mengangkasa dan terkenal.
Kata kedua: Sinden.
Sinden juga dikenal dari Bahasa
Jawa. Sinden adalah sebutan bagi perempuan yang bernyanyi mengiringi musik gamelan.
Sinden juga disebut waranggana "wara" berarti seseorang berjenis
kelamin wanita, dan "anggana" berarti sendiri. Waranggana berarti
wanita sendiri, di antara para seniman hanya dia yang wanita. Konon zaman dahulu
sinden atau waranggana adalah satu-satunya wanita yang ada di atas panggung
pergelaran wayang ataupun pentas klenengan gamelan Jawa.
Kata ketiga: Blater.
Blater yang dimaksud
di sini adalah nama sebuah desa di Kecamatan Kalimanah, Kabupaten Purbalingga. Sebuah
desa yang dilalui jalan propinsi antara Purwokerto- Purbalingga. Berada seratus
meter dari gerbang batas kota, batas kabupaten Banyumas dengan Kabupaten
Purbalingga. Blater memiliki dusun-dusun sebagai bagian dari desa Blater yaitu
Dusun Blater, Blater Karangmalang, Blater Dhuwur, Blater Tanahgaring, Blater Legok,
Karangso dan Karang Tangkil.
***
Suryati Sinden Blater.
Suryati Sinden Blater
adalah sebuah legenda desa Blater atau bahkan legenda sinden dari Purbalingga.
Bagi pecinta gending dan wayang tahun 1980-an pasti kenal nama Suryati sebagai
sinden. Suaranya mengangkasa di udara Nusantara sebab sebagai sinden suara
Suryati direkam dalam bentuk kaset dan diudarakan oleh RRI dan radio di
berbagai kota. Hasil rekaman suaranya
diperjual-belikan di berbagai toko maupun kios musik. Itulah legenda Suryati
Sinden Blater.
Suryati lahir di desa
Blater sekitar tahun 1950, anak sulung dari Ki Nadwiraja, seorang tukang kayu.
Suryati kecil cukup dipanggil dengan kata “Sur” saja. Ia sekolah hanya sampai
SD. Dimulai dari guru SD-nya yang bernama Pak Warno, yang mengamati dan
menghayati bahwa Si Sur kecil punya suara yang merdu sebagai sinden. Barangkali
bakat turunan dari neneknya yang bernama Nini Ranem seorang yang terkenal
sebagai lengger pada jamannya. Si Sur pun oleh Pak Warno diikutkan dalam
latihan gendhing sebagai sinden.
Bahwa di Dukuh Blater Legok ada kelompok karawitan yang dipimpin oleh Pak Wiardja, setiap kali pula Suryati ikut nyinden di kelompok tersebut. Tahun 1965-an ada kelompok kesenian di bawah bimbingan Partai Nasinal Indonesia (PNI) yang diberi nama LKN (Lembaga Kesenian Nasional). Suryati ikut dibesarkan oleh kelompok ini. Tidak lama kemudian
Sur dibimbing pula oleh Kebayan Gambarsari, Ki Arsameja. Dan sejak saat itu Suryati
dalam pagelaran wayang diperkenankan duduk dekat tukang kendhang menjadi sinden
utama bagi sang dalang.
Tahun 1964 -1965
Suryati dipercaya oleh dalang wayang dari desa Petir, Ki Karno, yang pegawai
penerangan kabupaten. Lalu Ki Waryan, dalang wayang dari Kalimanah pun tertarik
dan mengikat Suryati untuk mengiringinya sebagai sinden.
Tahun 1968 Suryati sungguh
beruntung ia menjadi sinden dalang Gino Siswocarito dari Notog, dalang model
Banyumasan yang sangat terkenal. Dalang Gino selalu tidak segan-segan untuk
memuji dan mengagumi Suryati sebagai sinden khas cengkok Banyumas. Bagi
penikmat wayang dalang Gino, tentu tak asing bahwa Suryati setiap kali diminta
untuk tampil mengalunkan suaranya yang merayu-rayu.
Lalu tak ketinggalan
pula, S. Bono pencipta gendhing Banyumasan dari Purbalingga, dan pimpinan
Karawitan Nusa Indah, mengajak dan memperkenalkan Suryati dengan perusahaan
rekaman audio. Maka keberadaan Sinden Suryati semakin melejit seiring suaranya
yang setiap kali berkumandang lewat pesawat pemancar radio dan tape recorder.
Dan pada saatnya bersama pula dengan Ki Narto Sabdho.
Suryati dan Ki Narto
Sabdho
Dalang kondhang dari
Semarang Ki Narto Sabdho juga terkesan dengan cengkok Banyumasannya Sinden
Suryati. Sehingga kemana pun Karawitan Condongraos pimpinan Ki Narto Sabdho
digelar disitu ada sinden Suryati. Bahkan setiap kali Ki Narto Sabdho rekaman
di Perusahaan Rekaman Lokananta Solo dan Jakarta, sinden Suryati diberi porsi ikut
mengumandangkan suaranya.
Ki Narto Sabdho
mengenal Suryati ketika sedang mencari sinden khas Banyumas pada Lomba
Waranggana Tingkat Provinsi Jawa Tengah. Suryati menjadi Juara II mewakili
Kabupaten Purbalingga. Tanpa banyak kata segera saja Suryati diajak dan
digembleng di Padepokan Karawitan Condhongraos di Semarang sampai beberapa
bulan. Sejak saat itulah suara Suryati semakin berkumandang mendayu-dayu di RRI
Semarang. Berkumandang pula lewat siaran langsung RRI Jakarta saat pagelaran
wayang kulit Ki Narto Sabdho di pelataran Gedung AKA, Mampang Prapatan Jakarta
Selatan, dan saat pentas di Taman Mini Indonesia Indah.
Sama seperti Ki Gino
Siswocarito, Ki Narto Sabdho tak segan pula selalu menyebut nama Suryati
sebagai sinden dari Desa Blater, Purbalingga. Sinden yang dapat membawakan
gendhing cengkok Banyumas yang pas. Nama Blater, nama Purbalingga dan cengkok
Banyumas menjadi buah bibir di dunia wayang kulit dan karawitan Jawa. Tebaran
pagelaran sinden Suryati merata di wilayah Jawa Tengah, Jawa Timur, Jakarta
bahkan sampai ke Bali dan Papua. Terkenal dan larisnya Sinden Suryati seperti
menempel seiring terkenalnya Ki Narto Sabdho, Ki H. Anom Suroto dan para dalang
yang diikutinya.
Sebagai siswa Ki Narto Sabdho tentu saja istri
dari Bapak Atmo Darmo Armojo yang purnawirawan POLRI, dengan pangkat peltu ini pernah
dinasehati oleh Ki Narto Sabdho tentang kebudayaan yang telah membekas di
kalbunya.
Suryati masih ingat
nasehat Ki Narto Sabdho tentang kebudayaan kalimatnya kurang-lebih begini:
“Sur, kabudayan iku adi luhung. Mula kudu disengkuyung dening
budi kang adi luhung. Budi luhur iku kang bisa nyagak jejege kabudayan, saengga
tetep nglungguhi adiluhunge!”
Artinya, “Sur, kebudayaan
itu baik dan luhur. Maka harus didukung oleh perilaku yang baik dan mulia.
Perilaku yang mulia itulah yang dapat menjaga tegaknya kebudayaan sehingga
kebudayaan tersebut tetap pada kedudukannya yang baik dan mulia!”
Suryati dan Bupati
Goentoer Darjono
Ada kisah unik antara
Suryati dengan Bupati Purbalingga Goentoer Darjono. Dimulai dari pengumuman
adanya lomba waranggana tingkat provinsi. Purbalingga harus mengirimkan salah
satu wakilnya. Panitia lomba dibentuk, mengadakan seleksi dan memilih sinden
andalan. Sebulan penuh ada pemusatan latihan bagi peserta lomba bagi waranggana
terpilih yang jadi andalan.
Masalah muncul secara
mendadak menjelang hari keberangkatan sinden wakil Purbalingga yang akan
berpamitan ke Bapak Bupati Goentoer Darjono. Bupati Goentoer Darjono sungguh
mengagumi Suryati sebagai sinden. Dimana ada gamelan dan disitu ada Bupati
Goentoer Darjono maka sinden Suryati harus ada untuk mengumandangkan
suaranya. Begitu tahu bahwa wakil
Purbalingga bukan Sinden Suryati, Bupati Goentoer Darjono langsung tidak
berkenan. Purbalingga harus diwakili sinden Suryati. Perintah bupati pun turun,
intinya sinden Suryatilah yang harus mewakili Purbalingga. Panitia dan pelatih
sinden sungguh gelagapan. Segera ada wakil yang menuju ke RT I/RW IV Desa
Blater, tempat tinggal Sinden Suryati. Pesan Bupati Goentoer Darjono
disampaikan. Suryati menyimak dan mengangguk-anggukan kepala. Lalu Suryati berterimakasih
dan menjawab terus terang. Suryati menolak tugas tersebut dengan pertimbangan;
sudah ada yang dipilih dan dilatih sampai satu bulan, memberi kesempatan sinden
lain untuk berprestasi di tingkat provinsi, hormat menghormati dengan sesama
sinden, dan Suryati sendiri sudah pernah mewakili Purbalingga.
Mendengar laporan
penolakan Suryati Bupati Goentoer Darjono marah besar kepada sinden favoritnya ini.
Lalu jatuh “hukuman” untuk Suryati. Suryati “disekores”, disanksi, “diusir”, tidak
boleh nyinden di wilayah Kabupaten Purbalingga selama lima bulan sejak saat
itu. Dan dengan ikhlas Suryati mematuhi larangan tidak nyinden secara pagelaran
selama lima bulan di wilayah Purbalingga. Namun suaranya tetap menghiasi udara
Purbalingga berkat siaran audio hasil rekamannya dan juga siaran langsung
pagelaran wayang di luar wilayah Purbalingga. Secara ragawi memang tidak tampil
di Purbalingga tetapi suaranya tetap berkumandang mendayu-dayu di telinga para
penggemarnya di manapun berada.------------------bersambung......
Super, pertahankan budaya adi luhung khususnya budaya Banyumasan
BalasHapusNYI Suryati sapunika taksih sugeng mas?
BalasHapusSampun surud..
Hapus