Cerita Remaja
MEMILIH LAGU “SEMPURNA”
Toto Endargo
Orang
kalau suka, yang biasapun manjadi luar biasa, yang tak sempurna harus pula kukatakan
sempurna. Gadis kuning langsat berambut sepinggang ini sungguh mengagumkan. Ubo rampe atau hal-hal yang ada di wajahnya
semua serba sederhana. Hidung tak mancung, bibir juga wajar. Dan aku sungguh
mengagumi pipinya yang tampak halus, dan pipinya sebagian dihiasi oleh rambut
lembut di sekitar depan telinganya. Ada gerai rambut yang sedikit berombak dan
menjambul di atas dahinya. Rasanya semua serba serasi. Sempurna!
Kinanti
kaulah gadis paling kukagumi di sekolah kita yang tercinta ini. Gadis yang tidak
banyak tingkah tapi prestasi akademisnya mampu mengalahkan aku. Tidak suka olah
raga namun semua jenis olahraga yang diajarkan di sekolah ia mampu
menghayatinya dengan baik.
Kupikir,
sebenarnya, harusnya Kinanti menjadi pelari yang handal, kenapa? Lihat!
Tubuhnya ramping dan tampak sehat. Kakinya panjang, kecil bagai kaki menjangan,
matanya berkilat-kilat pertanda anak yang selalu waspada. Tangannya lenjang,
jemarinya lembut. Tapi ia bukan pelari ia gadis lembut yang kukagumi.
Hal
yang paling kusuka adalah ketika ia berkata-kata. Setiap tiga kata yang
meluncur dari bibirnya selalu saja, seakan-akan harus diiringi dengan satu
kedipan mata. Ah, inikah yang dikatakan orang Jawa sebagai mata yang, ndamar kanginan, seperti lampu minyak
yang setiap kali tertiup angin? Dan karena itu pula, Kinanti, “Di mataku kaulah
gadis paling sempurna!” Kinanti pula yang memberiku semangat untuk berangkat
sekolah dan aktif sebagai pelajar.
Rasanya
menjadi tidak salah jika setiap kali aku menyenandungkan lagunya Andra and The
Backbone, atau Gita Gutawa yang berjudul Sempurna. Menurutku lagu ini memang sengaja
diciptakan untukku. Menjadi soundtrack kisah hidupku ketika aku jatuh hati
pada Kinanti. Shiip!
Kadang
aku ingin berdua dengannya. Tapi berdua dengan Kinanti bukan hal yang mudah. Sering
kucoba bercakap-cakap lewat HP, namun ia selalu lebih banyak mendengar daripada
berkata-kata. Lebih banyak diam daripada menjawab. Jika ia malas membalas teleponku,
ia akan berkata dengan sopan.
“Maaf Ar, aku sibuk!” Lalu, bet! Koneksi terputus. SMS pun tak mungkin dijawabnya. Juga sangat sulit untuk sekedar bertukar komen di status facebooknya.
Ia sangat irit dengan kata-kata. Protektif, sangat menjaga diri untuk tidak larut dalam gejolak remaja masa kini. Sepertinya ia sangat menjaga diri, sempurna seperti bunga mawar, mempesona merah merekah namun batangnya berduri, agar tidak sembarangan orang memetiknya.
“Maaf Ar, aku sibuk!” Lalu, bet! Koneksi terputus. SMS pun tak mungkin dijawabnya. Juga sangat sulit untuk sekedar bertukar komen di status facebooknya.
Ia sangat irit dengan kata-kata. Protektif, sangat menjaga diri untuk tidak larut dalam gejolak remaja masa kini. Sepertinya ia sangat menjaga diri, sempurna seperti bunga mawar, mempesona merah merekah namun batangnya berduri, agar tidak sembarangan orang memetiknya.
Kinanti,
betapapun ia sulit didekati, ia tetap lembut, tetap baik, selalu sumringah.
Rasanya dia tak pernah marah padaku. Aku tak tahu ia suka atau tidak denganku.
Peduli amat! Kata Khalil Gibran, cinta itu tanpa syarat. Artinya jika kau jatuh
hati, jatuh hati saja, jangan pikirkan cintamu itu diterima atau tidak. Ambil
hakmu, sebab setiap orang punya hak untuk jatuh hati, minimal punya hak untuk
mengagumi seseorang. Dan aku punya hak mengagumi Kinanti.
Kapan
aku bisa berdua dan berlama-lama dengan Kinanti?
Sebuah
kesempatan datang agar dapat berlama-lama bersamanya. Syaratnya yaitu jika Kinanti
ikut menjadi pendamping regu PMR. Aku jelas ikut, karena aku telah ditugasi untuk
menjadi juri Pertolongan Pertama.
Oh
rupanya Kinanti tertarik dengan evaluasi PMR. Ia menulis status di FB-nya: “Ada
rencana, Sabtu malam minggu depan, ada Evaluasi PMR Kelas VIII, bermalam di
buper. Asyik!” Ada lima komentar di bawah statusnya.
Kinanti
tak juga membalas komen teman-temannya ia hanya nge-like dua komen. Aku sangat
penasaran! Kinanti akan ikut atau tidak? Maka aku menulis pertanyaan sebagai
komen yang ke enam, “Kinanti, ikut enggak?” Busyet, dua hari tak ada jawaban.
Tetapi di hari ke tiga pertanyaan saya di-like-nya. Huh, tindakan yang membingungkan!
Tidak positif!
Tidak
berartikah atau tidak pentingkah aku di hadapannya?
Bukan
sombong, sungguh sebuah kenyataan! Saya adalah cowok dengan tinggi 169 cm,
berat 66 Kg. Hidung cukup mancung, rambut sedikit berombak, nilai akademik peringkat
empat di kelas, sedikit bisa main gitar, sekarang ketua kelas, pernah menjadi pengurus
OSIS yang aktif, dan jelas pula saya punya fans khusus wanita yang suka
bertingkah ganjen. He, he!
Siswa
putri kelas VIII atau adik kelas, ada beberapa yang setiap kali mencoba ramah
dan murah senyum kepadaku. Kadang saya sangat sadar bahwa adik-adik kelas ini
suka memandangiku dari jauh. Dan umumnya mereka nge-add FB-ku, ingin menjadi
temanku dalam facebook. Tanpa banyak pertimbangan karena sama-sama satu sekolahan,
maka biasanya segera ku konfirmasi saja agar mereka menjadi teman di FB.
“Kak,
besok menjadi pendamping kegiatan PMR enggak?” pertanyaan Lala di FB. Lala gadis
dengan penampilan penuh semangat, berjilbab, gadis ini tampak pintar. Wajahnya
sangat khas sebagai gadis Jawa. Bentuk mulutnya cenderung tirus, mudah tertawa,
selalu sopan, suaranya sedikit ngebas, kulit wajahnya tampak terawat kuning
langsat. Siapapun orangnya pasti akan mengatakan bahwa Lala itu cantik dan
menarik.
“Nggak,
tahu. Mungkin enggak ikut!” jawabku
“Kenapa?”
tanyanya. Enam jam setelah jawabanku
“Iya,
ya? Kenapa aku nggak ikut?” tulisku lagi.
“Kalau
ikut, yaa alhamdulillah! Kalau nggak ikut yaa nggak papa! Terserah!” tulis Lala
lagi. He, he yang kutangkap adalah ia ingin aku ikut.
Sebenarnya
aku masih bimbang karena Kinanti tidak juga jelas, akan ikut kegiatan PMR-an atau
tidak.
Ah!
Bayangan Kinanti melintas di benakku. Cantik dan lembut.
“Sempurna.......!”
nyanyiku sambil tangan kanan kugerakkan meliuk di depan dadaku. Begitulah, setiap
kali ada lintasan bayangan Kinanti, atau jika dadaku merasa bahagia karena
kehadiran Kinanti, maka lirik terakhir dari lagu sempurna ini kunyanyikan.
“Sempurna......!”
===
Maret
2015, tanggal 21. Hadirlah aku di Bumi Perkemahan Munjul Luhur, Karangbanjar,
Bojongsari. Ada desir perih mengiris hati. Kinanti tak ikut. Jelas tidak ikut.
Di FB ia menulis status, “Saya tak ikut PMR-an. Salam untuk kelas IX yang jadi
pendamping. Semoga acara berjalan lancar, tetap sehat dan ceria!” Ada enam
belas komen di bawah statusnya. Aku tertegun. Aku tak mampu menulis komen
apapun. Aku hanya nge-like statusnya, itu pun ada di urutan ke sembilan.
“Salam
untuk kelas IX yang jadi pendamping? Siapakah yang dimaksud anak kelas IX?
Mungkinkah aku?” pertanyaan yang muncul dalam benakku. Ada dua belas anak kelas
IX yang ikut kegiatan, “Untuk akukah?"
Ada
perdebatan di dalam otakku; “Pasti Kinanti tidak marah jika aku menganggap itu
salam untukku. Iya itu pasti salam untukku! Sangat tersamar cara Kinanti
menyampaikan salam untukku. Terimakasih, Kinanti!” gumamku. Dan aku merasa
bahagia, dadaku berdesir ketika kembali teringat saat membaca statusnya.
“Sempurna
....!” nyanyiku perlahan. Sungguh aku tidak menyadari bahwa aku berada di
antara anak-anak kelas VIII dan suaraku yang perlahan itu terdengar oleh
anak-anak putri di sekitarku. Ada beberapa yang aku kenal dan tahu namanya,
anak-anak kelas VIII G dan VIII H.
“Suka
lagu itu ya Kak?” pertanyaan Adenia. Adenia anaknya berjilbab, wajahnya tidak
cantik, tapi manis. Dagunya tampak lancip. Matanya jernih, tajam, bola matanya
hitam basah, berbayang-bayang air. Saat ia berbaju OSIS tampak sekali badannya
yang tegap dan pundaknya rata. Hidungnya selalu tampak sedikit berkeringat. Aku
menatapnya sejenak. Adenia tersenyum. Ada desiran halus menjalar di dadaku.
Penyebabnya jelas, senyum Adenia yang sangat manis itu. Sebelum aku menjawab
ternyata Lala dengan suara ngebasnya pun bertanya.
“Kakak,
suka lagu Sempurna yaa?” kutatap wajah Lala. Wajah tirusnya tampak sumringah.
Ada pesona dari wajahnya yang menerpaku.
“Iya!”
jawabku singkat. Lalu bayangan Kinanti segera melintas di benakku mengaburkan
wajah Adenia dan Lala yang sedang bergantian hadir menempel di retina mataku. Rasanya
kedua gadis di depanku ini telah membuat aku sedikit gemetar.
Kucoba
menetralkan seluruh perasaanku. Ku pejamkan mataku untuk memperkuat bayangan
Kinanti agar mampu menindas wajah Adenia dan Lala yang dapat membuatku terlena.
Ah!
Dan
segera saya ngeloyor meninggalkan kumpulan anak kelas VIII itu sambil mulutku
memuja Kinanti, dan yang terdengar oleh anak-anak itu adalah lirik lagu
sempurna:
Janganlah
kau tinggalkan diriku!
Takkan
mampu menghadapi semua
Hanya
bersamamu ku akan bisa,
Kau
adalah darahku,
Kau
adalah jantungku,
Kau
adalah hidupku lengkapi diriku,
Oh
sayangku kau begitu, sempurna!
Sempurna!
Dan
aku pasti Lala, Adenia dan teman-temannya dapat menebak lagu favoritku
saat-saat ini. Lagu Sempurna! Dan aku pasti juga bahwa mereka pasti dapat
menyanyikannya dengan lebih baik dibanding cara aku bernyanyi.
Adenia
adalah penyanyi di kelasnya, aku pernah melihat dia menjadi anggota group lomba
nyanyi mewakili sekolah. Lala di samping suka menyanyi dia juga pemimpin regu yang
pernah kulihat menjadi panutan teman-temannya di kelompok dance.
“Sempurna...!”
Lho,
siapa yang sempurna? Adenia? Lala? Apa Kinanti? Ada sedikit bimbang mengusik
kalbu.
“Kinanti!”
gumamku lirih dalam hati, “Sempurna...!”
===
Ketika malam pentas seni. Setiap regu diminta menampilkan sebuah pertunjukkan. Terserah mereka. Boleh drama, boleh gerak dan lagu, baca puisi, lawak atau yang lain asal dikerjakan secara beregu.
Ya
ampun ada tiga regu yang menyajikan gerak dan lagu, lagu tampilan mereka adalah
lagu Sempurna, seperti yang mereka dengar tadi siang. Dadaku gemuruh. Jelas
mereka menyajikan lagu ini untukku. Bahkan aku dapat mengatakan bahwa mereka
sedang memanjakan diriku atau mungkin tepatnya merayuku.
Lala
dengan jelas pamer kemanjaan.
Dan
aku memilih Kinanti sebagai gadis yang ingin selalu kuhadirkan di mimpi-mimpi
indahku. Walau hari ini ia tak hadir di Bumi Perkemahan, aku tetap suka kamu.
“Selamat
malam Kinanti!” ucapku dalam hati lalu aku menyanyi lagunya Lobow dari album
Terus Bersinar,
"Kau cantik hari ini. Dan aku suka!
Kau lain sekali, dan aku suka!
Entah ada angin apa
Kau berdiri di sana
Berhenti aliran darahku
Kau menatap mataku
Kau cantik hari ini. Dan aku suka!
Kau lain sekali, dan aku suka!
Takkan kubiarkan lagi,
Kau menghilang dari kehidupanku
Oooo... yeaa!"
Dan kusebut namamu perlahan: Kinanti!
===
Terimakasih, untuk anak-anak PMR, ini ide dan polah kalian!
Dan kisah ini adalah nyata!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar