Politik Dalam Pewayangan (15): Kebohongan dan Kepalsuan – Wisanggeni
Politik Dalam Pewayangan dan Kehidupan Nyata
Cerita Pewayangan
Wisanggeni adalah tokoh pewayangan yang dikenal sebagai
putra Arjuna dan Dewi Dresanala, putri Batara Brama. Sejak lahir, Wisanggeni
sudah menunjukkan kecerdikan dan kesaktiannya yang luar biasa. Hal ini
membuatnya sering disebut sebagai "dewa terakhir," karena bahkan para
dewa di Kahyangan merasa segan terhadap kebijaksanaan dan kekuatannya.
Dalam pementasan wayang, Wisanggeni sering digambarkan
sebagai sosok yang mampu mengungkap dan menyelesaikan berbagai masalah. Tidak
ada kebohongan, kepalsuan, atau kejahatan yang bisa bertahan lama di
hadapannya. Baik itu kecurangan yang dilakukan oleh para raksasa, Kurawa, maupun
para dewa sendiri, semuanya dapat terungkap dengan jelas ketika berhadapan
dengan Wisanggeni. Keberaniannya dalam menentang ketidakadilan dan kepalsuan
menjadikannya simbol perjuangan melawan kebohongan.
Korelasi dengan Politik di Indonesia
Dalam dunia politik Indonesia, tokoh seperti Wisanggeni yang berani mengungkap kebenaran
sangat dibutuhkan. Namun, dalam praktiknya, membongkar kebohongan dan
kecurangan politik tidak selalu berakhir dengan kemenangan seperti dalam kisah
pewayangan. Banyak orang yang mencoba mengungkap
kebohongan justru menghadapi berbagai tantangan berat, baik berupa tekanan
hukum, pembunuhan karakter, maupun kriminalisasi.
Beberapa kasus berikut mencerminkan perjuangan dalam mengungkap kebohongan di dunia politik:
1.
Roy Suryo – Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga ini pernah mengungkap dugaan
ketidaksesuaian terkait Fufu Fafa, yang diklaim sebagai milik Gibran.
Pengungkapan ini memicu perdebatan di publik dan memperlihatkan bagaimana
informasi dapat digunakan untuk menyoroti transparansi politik. (hold.id, 10 Oktober 2024)
2.
Bambang Tri Mulyono – Menyatakan bahwa ijazah Presiden Joko Widodo tidak sah dan
membawa kasus ini ke ranah hukum. Namun, ia justru dijatuhi hukuman 6 tahun
penjara karena dianggap menyebarkan berita bohong. Kasus ini menjadi pelajaran
bahwa tanpa bukti kuat, upaya mengungkap kebenaran bisa berbalik menjadi
bumerang. (news.detik.com, 18 April 2023)
3.
Rismon Hasiholan
Sianipar – Secara gigih berusaha membuktikan
bahwa ijazah Joko Widodo dari UGM adalah palsu. Meskipun ia memiliki keyakinan
kuat atas klaimnya, namun belum ada keputusan hukum yang mendukung
pernyataannya. (neodetik.news, 13 Maret 2025)
4.
Kajari Mamuju Raharjo
Yusuf Wibisono – Mengungkap bahwa nomor ijazah
Haris Halim yang tercatat di arsip ternyata milik orang lain. Yang
meloloskannya, Komisioner KPU Mamuju Tengah, Imran Tri Kerwiyadi, divonis 3
tahun penjara. (detiksulsel, 21 Januari 2025)
5.
Lalu Nursai – Terbukti menggunakan ijazah palsu paket C dalam pencalonan
pemilihan legislatif 2024. Politisi PPP tersebut divonis 9 tahun penjara. (radarlombok.co.id, 15 Maret 2025)
Kasus-kasus di atas menunjukkan bahwa kepentingan kekuasaan
sering kali membayangi upaya pencarian kebenaran. Siapa pun yang mencoba
membongkar kebohongan harus siap menghadapi risiko besar, termasuk ancaman
hukum, tekanan politik, dan bahkan risiko sosial. Hal ini menunjukkan bahwa dunia politik tidak sesederhana dunia
pewayangan, di mana kebenaran selalu menang dengan mudah.
Belajar dari Pewayangan
Dari kisah Wisanggeni, kita dapat belajar bahwa keberanian
untuk mengungkap kebenaran harus diiringi dengan kebijaksanaan, tanggung jawab,
dan kesiapan menghadapi konsekuensi. Dunia politik membutuhkan
individu-individu yang memiliki integritas dan keberanian untuk menegakkan
kebenaran. Namun, mereka juga harus memiliki strategi yang matang dan dasar
bukti yang kuat agar perjuangan mereka tidak sia-sia.
Selain itu, peran masyarakat dalam mendukung pengungkapan
kebenaran juga tidak bisa diabaikan. Jika hanya mengandalkan satu sosok yang
berani seperti Wisanggeni, maka kemungkinan besar mereka akan dilumpuhkan oleh
sistem yang lebih kuat. Oleh karena itu, budaya kritis, keterbukaan informasi,
dan penguatan hukum yang adil adalah hal-hal yang harus terus diperjuangkan.
Penutup
Wisanggeni menjadi
simbol bahwa kebohongan tidak akan bertahan selamanya, dan kebenaran akan selalu menemukan jalannya untuk terungkap.
Namun, dalam politik, mengungkap kebenaran bukanlah tugas yang mudah. Butuh
keberanian, ketekunan, serta kesiapan menghadapi berbagai rintangan. Oleh
karena itu, siapa pun yang ingin menjadi Wisanggeni di era modern harus siap
menghadapi perlawanan dan risiko besar dalam perjuangan menegakkan kebenaran
dan keadilan.
Semoga bermanfaat. Toto Endargo
Catatan: Artikel ini pernah dimuat di Kompasiana
#totoendargo
#purbalingga
#kompasiana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar