Kamis, 09 Maret 2017

GOMANG BISA

Cerita Anak
Gomang Bisa!
Toto Endargo

Gomang sendirian di kamarnya. Ia sedang bicara sendiri di depan cermin. Bentuk mulutnya di atur-atur. Dimancungkan, dipleotkan, dan kemudian bibirnya ditarik ke belakang. Di saat lain bibirnya dibuatnya seperti corong. Lucu. Itulah Gomang di waktu kecil, saat berumur kurang lebih tiga tahun.
Ada kebiasaan khas yang selalu dilakukannya, yaitu memperhatikan orang lain yang sedang sibuk. Lalu dia merasa dapat mengerjakan apa yang dilakukan oleh orang yang diperhatikannya itu.
Suatu hari ia memperhatikan pak tukang menggergaji bambu untuk memperbaiki pagar. Segera saja ia bicara, “Gomang, bisa! Gomang, bisaa!” katanya sambil mendekat dan minta gergaji yang dipakai pak tukang. Ia pun mencoba memotong bambu. Tentu saja tenaga dan keterampilannya belum memadai. Ia berkutat sampai beberapa lama. Ngotot memegang gergaji dan tidak memberikan kesempatan pak tukang untuk meneruskan pekerjaannya. Tentu saja membuat orang lain kesal. Demikianlah kurang lebih kebiasaan khas si Gomang sehari-hari.

Suatu ketika Gomang masuk ke kamar ibunya. Tanpa banyak bicara ia naik ke tempat tidur. Menggelundungkan dirinya seperti trenggeling melindungi diri. Ibunya diam saja. Ibunya sedang memakai lipstik merah. Gomang tertegun melihat gerakan ibunya memoles bibir lewat cermin yang menghadap kepadanya. Ia sangat tertarik.
“Ternyata ibu memiliki mainan yang menarik,” pikirnya. Warna merah sungguh menarik minatnya.
“Gomang, bisa! Gomang bisa!” serunya keras-keras. Ia menghampiri ibunya. Ia mencoba mengambil lipstik dari tangan ibunya. Ibunya berkelit.
“Jangan ah! Anak kecil tidak boleh pakai lipstik!” sergah ibunya, “Apalagi Gomang anak laki-laki, tidak pantas pakai lipstik!”
“Gomang bisa! Gomang bisaa! Pinjam Bu! Pinjam!” pintanya manja sambil memegang tangan Ibunya. Dengan kesal diberikannnya lipstik merah itu kepada Gomang.
Gomang kemudian berdiri di depan cermin. Bibirnya dimonyongkan ke depan. Lipstik dioleskan dengan kasar di sekitar bibirnya. Ia tertawa-tawa melihat sekitar mulutnya berwarna merah. Pipinya, dahinya pun dioles lipstik merah. Ia sungguh senang melihat wajahnya di cermin bercoreng warna merah. “Gomang bisa!” gumamnya.
Pengalaman mengoles bibir dengan lipstik adalah hal yang menyenangkan bagi Gomang, namun hal itu mengkhawatirkan bagi ibunya. Masa lipstik mahal untuk mainan. Tidak boleh lagi Gomang mubaih lipstik. Tidak boleh terulang! Maka kini di meja rias tidak ada lagi lipstik. Semua lipstik disimpan di dalam laci dan dikunci. Dan setiap pakai lipstik, terutama saat mengoles bibir, berusaha agar tidak ketahuan Gomang. Bisa brabeh!
Dua hari kemudian. Gomang teringat lagi mainan pengoles bibir. Maka dengan diam-diam dia memasuki kamar ibunya. Ternyata tidak langsung ke meja rias. Ia loncat dulu ke tempat tidur, bergulung-gulung seperti trenggiling. Berdiri dan loncat-loncatan di tempat tidur. Karena cermin kebetulan menghadap ke tempat tidur sehingga gomang bisa melihat segala tingkahnya. Mulutnya dimonyong-monyongkan.
Perlahan dia turun dari tempat tidur. Duduk di bangku rias di depan cermin. Kembali mulutnya dimonyong-monyongkan. “Gomang bisa!” gumamnya. Pandangannya mulai mencari-cari sesuatu di meja rias. Lipstik. Ia masih ingat bentuknya. Jika tutupnya dibuka akan terlihat bentuk silinder. Baunya khas. Warnanya merah.
Dia sedikit bingung karena tak ada lagi lipstik seperti kemarin. Maka setiap benda yang ada di meja rias dipegang dan diperiksanya. Wajahnya langsung semburat cerah saat ia menemukan benda yang diidamkannya. Lipstik. “Gomang bisa!”
Dibawanya benda tersebut ke tempat tidur. Dia ingin mengoleskan lipstik ke bibirnya dan beberapa tempat di wajahnya tanpa harus menghadap cermin. Dengan kasar lipstik dibuka tutupnya. Ada bau khas yang agak lain dengan lipstik kemarin. Gomang tak peduli. Lipstik dengan tangkai hitam. Silindernya lebih besar dan lebih pendek dari lipstik yang kemarin. Ujung lipstik yang bentuknya seperti lilin itu segera dioleskan ke bibirnya yang atas. Begitu dioleskan, seperti ada angin menerpa hidungnya. “Gomang bisa!” suara batinnya. Sedetik kemudian bibirnya yang bawah. Ada angin semriwing yang meningkat menerpa dimulutnya disertai bau menyengat. Sedikit pait. “Gomang bisa!” gumamnya lirih.
Sepuluh detik kemudian. Gropyak! Terdengar ada benda dilemparkan dan jatuh dilantai. Gomang berteriak “Panas! Panas!” Gomang berlari keluar kamar. Muka Gomang merah, air mata mengalir. Mulutnya digosok-gosok pakai kedua tangannya. Ibunya yang sedang menikmati sinetron langsung terbangun. Kaget! Panik! “Apa?” teriaknya
“Panas! Panas!” kata-kata Gomang tidak begitu jelas. Ibunya panik. Dipegang dan ditatapnya Gomang. Sejenak kemudian ada bau mentol semribit dari arah bibir Gomang. Jelas sekarang. Seketika diambilnya segelas air hangat dan serbet makan. Segera dibersihkannya mentol di bibir Gomang dengan serbet makan yang dicelupkan ke air hangat.
“Panas! Panas!” keluh Gomang setiap kali, tapi sudah tidak sekeras awalnya. Kakinya dihentak-hentakkan ke lantai. Badannya dingin karena panik. Gomang lari ke kamar mandi. Mulutnya kini dimonyongkan dan mendesis-desis. Tanpa sempat membuka celana, sudah ada air mengalir membasahi kakinya. Rupanya Gomang sangat panik dengan akibat lipstiknya.
Tujuh menit kemudian suasana sudah terkendali. Gomang sudah rapi lagi.
“Ohh, kamu pasti pakai lipstik ya?” kata Ibunya sambil menahan tawa sampai matanya basah. Campuran antara kasihan dan geli. Gomang hanya menganggukkan kepala. Ibunya masuk ke kamar dan mengambil benda yang tergeletak di lantai. Benda yang ternyata telah membuat Gomang gemetaran.
“Dengarkan, Gomang. Ini bukan lipstik!” Gomang diam saja, benda di tangan ibunya dipandangnya dengan enggan, “Ini balsem gosok. Menthol, menggosoknya di dahi, atau di leher. Bukan di bibir!” terang ibunya. Gomang diam saja. Bola matanya tetap membesar namun sinar matanya tampak meredup. Merasa salah dan kalah!
“Pantas, rasanya sedikit pait, panas, dan semriwing! Panas! Ihh!” batin Gomang.
“Gomang bisa! Gomang bisa!” ledek ibunya sambil jongkok di depan Gomang dan menatap wajahnya. Gomang merengut.
Sejak itu Gomang tak mau main-main dengan lipstik.
Kapok!


Purbalingga, 7 Oktober 2003



Tidak ada komentar:

Posting Komentar