Rabu, 11 November 2020

AKU TERTUNDUK

Cerita Remaja
AKU TERTUNDUK
Toto Endargo


Aku benci Bisma! Pokoknya benci!
Anaknya sih lumayan, bisa dikatakan cakep, tinggi sekitar 160 cm, kulitnya kuning langsat, rambutnya pekat, alisnya tebal, hidungnya bagus banget, jarang orang punya hidung macam dia, suaranya biasa-biasa. Atletis, bisa memetik gitar, bisa menyanyi, kadang bisa juga mengarang cerita lucu. Wajar jika banyak gadis bilang bahwa Bisma adalah cowok idaman. Sungguh aku pernah berkhayal jadi teman dekatnya. Masih dalam khayalan sih. Dan kupikir bukan hanya aku yang berhayal seperti itu. Wajarkan seorang gadis tertarik dengan seorang jejaka? Apalagi kepada Bisma! Byuh!
===
Ah, itu kan kemarin, sebelum aku dengar riwayat hidupnya. 
Oh bukan riwayat hidup, tapi kisah cintanya yang naif. Naif bin amit-amit! Naif artinya enggak mutu. Pokoknya tidak mutu. Aku harus membenci Bisma. eh, yang benar harus berusaha membencinya. 
Titik!
"Hati-hati dengan Bisma!" kata kakakku di ruang tamu, saat itu. Aku terkesiap mana mungkin Bisma masuk dalam kamus benak kakakku. Mana mungkin kakakku mengenal Bisma, kan lain sekolahan. Aku pikir kakakku tidak kenal Bisma. Tapi kini kakakku bicara tentang Bisma. Ajaib, kesohor benar mahluk satu itu.
"Kakak kenal Bisma?" tanyaku dengan mata melotot. Kakak mengangguk pelan. Sorot matanya redup. Kutatap wajahnya yang berkulit mulus, tanpa jerawat. Cakep banget. 
"Aku harus membicarakan Bisma, sebab aku mendengar kau cukup dekat dengan Bisma. Teman-teman sekelasku membicarakan pula tentang Bisma" kata kakakku. Bisma ternyata bagai komoditi berkwalitas ekspor. Jarak sekolah tempat Bisma dengan kakakku itu sekitar delapan kilometer, tapi hal Bisma sampai juga ke telinga kakakku dan komplotannya.
"Saya hanya berteman dengan Bisma, Kak!" jawabku dengan setengah tegas.
"Tapi Bisma cakep kan?" kata kakakku sambil memiringkan wajah. Pertanyaan yang menghujam di pikiranku. Kakak mencoba menebak isi hatiku.
"Iya!" jawabku polos, "Bisma memang cakep!" 
"Dita, cinta untuk anak seusiamu sering disebut sebagai cinta monyet!"
"Iya, Kak. Aku sering dengar kata itu!" 
"Umumnya cinta monyet itu berawal dari kekaguman atas cakepnya seraut wajah. Karena bertampang cakep, remaja tertarik, dan kemudian dikatakan jatuh hati, jatuh cinta. Cinta monyet. Lupa bahwa dalam keindahan lahir, dapat pula terdapat keculasan batin!"
"Maksud kakak?" tanyaku mohon penjelasan lebih dalam.
"Aku tidak ingin hatimu dipermainkan dan disakiti oleh Bisma!"
"Kenapa?" tanyaku. Aku jadi penasaran mendengar kata-kata kakakku barusan
"Kini usia Bisma, kan baru menginjak 17 tahun, tapi sudah banyak gadis yang disakitinya. Pacaran sebentar dan kemudian ditinggalkannya. Tia, Nia, Cindy, Pasha, Lia, Rindu adalah nama-nama yang dapat ku sebutkan. Nama yang pernah disakiti Bisma. Dan masih ada nama lain yang belum ku sebutkan!"
"Nama kakak ada di antaranya, apa tidak?" tanyaku usil. Kakakku tersenyum kecil.
"Hampir, dulu ada niatan untuk ikut masuk nominasi!" jawab kakakku, "tapi setelah kupertimbangkan, aku takut tereliminasi, jadi aku nggak mau ikut-ikutan jadi korban si Bisma!"
Aku termangu! 
Hebatnya si Bisma ini. Kakakku pun pernah tertarik padanya. Pernah berpikir untuk ikut dalam upaya pendekatan terhadap si Bisma. Rasanya tidak setiap cowok bisa menarik perhatian kakakku. Sungguh bijak perhitungan perasaan saudara tuaku ini. Maturnuwun, Kak, atas nasehat yang sangat berharga ini!
Begitulah! 
Sejak ada cerita kakak itu, aku jadi berupaya membenci Bisma. Kutanamkan dalam hati. Bisma adalah jejaka naif yang perilakunya tidak bermutu. Ternyata dalam pesona bentuk lahiriyahnya, si Bisma itu, ada pula bentuk keculasan di batinnya. 
Ih! 
===
SMP Negeri 2 Purbalingga, lapangan basket.
Basket menjadi pilihanku untuk kegiatan olahraga beregu. Basket sebagai ajang latihan untuk saling kerjasama dan adaptasi terhadap situasi permainan. Dan sore ini, seperti sore-sore yang lalu, Bisma datang ke sekolah. Mengunjungi almamaternya. Bisma mantan siswa sekolah ini. Ia aktivis OSIS, saat jadi pengurus. 
Ia datang sendirian. Begitu rapi, berkacamata bening, berkaos warna biru pekat, celana jeans, rasanya cool banget. Seakan ada medan magnet terpancar dari dirinya, sekitar dua detik, setiap cewek yang ada di lapangan basket, menyempatkan diri untuk menikmati kehadirannya sejenak. Aku juga! Bius kehadirannya meracuni benakku.
Bisma duduk di sebelah utara lapangan basket. Sebentar ia telah berbincang-bincang dengan Pak Guru. Akrab juga ia dengan mantan guru-gurunya. Dari jauh nampak sikapnya tetap terjaga, sopan, ceria dan menyenangkan.
"Dita, Bisma pasti cari kamu!" bisik Santi perlahan saat dekat denganku.
"Peduli amat!" kataku sambil tetap memainkan bola. Bola kulempar ke teman.
"Dia cowok ideal! Beruntunglah kau, Dita!" bisiknya lagi. Sempat-sempatnya dalam permainan masih menjadi pengganggu konsentrasi.
"Peduli amat!" jawabku cepat. Santi tertawa, nyekikik.
Seperempat jam kemudian, usai sudah aku main basket. Giliran regu lain untuk berlatih. Aku beristirahat di bangku, di depan perpustakaan. Teman-teman mengolok-olok ku, memasangkan aku dengan Bisma. Aku diam saja. Keringat membuat badanku berasa tak nyaman, mungkin bau juga ya.
Kulihat Bisma beranjak berjalan ke arah selatan. Ya ampun, ke perpustakaan. Ke arahku. Wah, gawat! Begitu teman-teman tahu Bisma mendekatiku, segera mereka bubar, meninggalkan aku sendiri. Bisma tersenyum, aku acuh tak acuh. Ada debar dada yang ku tahan. Bisma menatapku sejenak, sinar matanya berkilat, wajahnya begitu damai. Ada aroma wangi menyentuhku.
"Assalamu'alaikum, Dita!" salamnya sopan
"Wa'alaikumsalam!" jawabku singkat
Bisma tetap berdiri, dia tidak memanfaatkan tempat duduk di sampingku yang sangat lapang. Bisma dengan kalimat terbata-bata menyapaku, mengajakku berbicara. Majalah dinding di depan perpustakaan ini menjadi saksi ketika akhirnya aku larut dalam buaian cara ia bertutur kata. Bisma akhirnya, juga duduk di sampingku, berdua, di antara ramainya anak-anak bermain basket. Aku tertunduk. Rasaku luluh. Emosiku bagai gletser, es beku, yang mencair. Aku tak bisa membencinya.
Bisma, disadari atau tidak, sesungguhnya aku tak bisa ingkar. Bisma sangat menarik dan aku jatuh hati padanya. Cerita kakakku menghantuiku. Aku takut ditinggalkannya. Aku tak mau jadi gadis yang kesekian yang patah hati karena sifat Bisma. 
===
Kini aku di kamar sendiri. 
Kutundukkan kepalaku.
"Bisma aku sayang padamu, tapi aku tak ingin memilikimu!"
===
Malam semakin larut.
Ada setetes demi setetes air mata Dita Ayu Miranti jatuh di meja belajarnya.
Ada desah nafas panjang berulang-ulang menghiasi suasana sepi
Ada mata terpejam dengan pelupuk mata seperti berembun
"Bisma, aku larut dalam pesonamu tapi juga pedih merunuti kisah kasihmu!"
"Bis-ma- Ra-ga-na-ta-....!" terdengar sangat lirih, sebuah nama dieja dengan sangat pelan.
Lelahnya raga dan pikiran membuat Dita tertidur, terlelap.
Sebuah hati telah takluk dan tertunduk.
Ah! 

=== 

Purbalingga 21 Maret 2005 

pro: bunga putih 
        kelas 8F 

'

Tidak ada komentar:

Posting Komentar