DESA SLINGA KALIGONDANG
Toto Endargo
Asal Usul
Nama Slinga
![]() |
Sungai Klawing di Tepi Desa Slinga |
Desa Slinga memiliki tujuh wilayah dusun yaitu
Slinga, Randegan, Siabang, Pegedongan, Pagedangan, Karangpetir dan
Karanggandul. Nama Slinga diawali dari hadirnya seekor uling atau pelus besar,
yang suatu hari diam-diam masuk ke dusun. Karena sangat laparnya ia pun mencari
mangsa, dan, ya Allah, yang ditemuinya di sebuah rumah adalah seorang bayi. Segera
saja sang.bayi diterkam dan dibawa merayap ke liang rumahnya di suatu tempat
yang menjadi rumah si Uling.
![]() |
Pundhen Gunung Padhang - Slinga |
Dari kata abang-abang inilah maka dusun setempat
diberi nama dusun Si Abang, menjadi Siabang. Uling membawa sang bayi masuk ke
liangnya. Orang-orang bingung untuk menyelamatkan sang bayi. Liang dengan pintu
dari batu wadhas, keras, tak mungkin untuk digali, dan tak cukup untuk dimasuki
orang dewasa. Karena putus asa dan marah maka lubang masuk liang itu segera
ditutup dengan batu sebanyak banyaknya dengan maksud agar uling tidak bisa
keluar, tidak lagi dapat mencari mangsa dan akhirnya pasti akan mati.
Benar!
Setelah beberapa pekan ada hal yang aneh keluar
dari liang uling yang di-bingpet dengan batu-batuan itu. Orang tua si bayi
adalah orang yang paling setia menengok keadaan liang uling itu. Setiap hari
ditengoknya tumpukan batu di pintu liang. Ia sayang sekali kepada anaknya.
Ternyata dari sela tumpukan batu keluar cairan
seperti minyak, orang tua si bayi seketika sangat terkejut, sangat heran, dan
dengan tergagap-gagap ia lari ke dusun dan memberi tahu para tetangganya.
"Uling ...lenga. uling ...lenga!"
Maksudnya dari liang uling mengalir minyak.
Karena disampaikan dengan tergesa dan gagap maka yang terdengar oleh
orang-orang hanya kata: "ling...nga, ling ...nga!" Begitulah, maka
kata "linga" menjadi Si Linga, Silinga dijadikan nama dukuh yang
berdekatan dengan dukuh Siabang.
Pada akhirnya diyakini bahwa uling atau pelus
besar telah tewas bersama sang bayi di liang yang sudah di-bungpeti dari luar dengan batu-batuan tersebut. Kini kata Silinga
menjadi Slinga. Demikian secuil cerita yang saya dengar dari salah satu warga
Desa Slinga.
Gunung
Padhang Desa Slinga
Tempat Bima Beristirahat
![]() |
Pundhen Gunung Padhang - Slinga |
Konon suatu hari Bima berjalan menyusuri lembah
Klawing. Sampailah ke suatu tempat yang banyak pohon Nagasari. Di tempat itu
Bima beristirahat sambil membersihkan kuku saktinya dari debu dan tanah yang
menempel di seluruh badannya. Rontokan kuku dan debu tanah dari Bima ternyata
menjadi sebuah onggokan tanah.
![]() |
Pundhen Gunung Padhang - Slinga |
Gunung Padhang
![]() |
Pundhen Gunung Padhang - Slinga |
![]() |
Pundhen Gunung Padhang - Slinga |
Sejak saat itu Gunung Padhang menjadi tempat
untuk berprihatin meminta berkah. Banyak orang luar kota yg datang. Mereka
bersemedi di bawah pohon Nagasari. Setiap tahun ada acara ngubengi punthuk
Gunung Padhang. Kini semuanya sudah berlalu, bahkan tak sebatang pun pohon
Nagasari tumbuh di sekitarnya. Jaman telah lupa dengan kearifan alam.
Demikianlah sedikit cerita tutur tinular tentang
keberadaan Pundhen Gunung Padhang di Desa Slinga.
Ki Sudasena – Slinga
Konon Ki Sudasena adalah cikal bakal penduduk di
wilayah Slinga. Beliau mukim sebelum ada nama Siabang dan Slinga. Ki Sudasena
datang saat wilayah ini masih berupa hutan lebat. Hutan di pinggir sungai
adalah penuh berkah. Perhitungannya di hutan penuh dengan umbi-umbian, unggas,
dan binatang buruan. Sedang sungai memenuhi kebutuhan air untuk mandi dan
masak, ada juga ikan air tawar dan udang. Dua tempat yang sangat cukup untuk
memenuhi konsumsi dan kebutuhan harian.
Dikisahkan dalam perjalanan awal dari luar
wilayah, Ki Sudasena dan rombongannya merasa lelah, jadi berhenti, atau
mandheg. Tempat Ki Sudasena "mandheg" beristirahat itu lalu dijadikan
pemukiman, diberi nama Dusun Randegan dari kata mandheg, andhegan.
![]() |
Pohon Kedhawung atau Pohon Petir |
Seiring dengan waktu yang terus berjalan,
penduduk setempat banyak yang menanam pohon pisang maka dusun tersebut dikenal
dengan nama Pagedangan, dari kata "gedhang" atau pisang.
Kemajuan penduduk desa dalam bertani dan berkebun
menjadikan beberapa penduduknya membuat semacam gubuk atau panggok di luar
pemukiman. Gubuk dibangun cukup menggunakan bambu, walau pun kecil namun gubuk
dibuat sebagus mungkin. Mereka menyebutnya sebagai rumah yang bagus atau
gedhong. Akhirnya di antara gubuk-gubuk itu menjadi pemukiman, tempat itu
dikenal dengan nama Dukuh Pagedhongan.
Demikianlah sedikit kisah tentang Ki Sudasena
sebagai cikal-bakal Desa Slinga. Barangkali Ki Sudasena dan rombongannya
adalah prajurit Dipanegara yang kalah perang dan tidak kembali ke Mataram.
Cerita nenek, kakek moyang saya Ki Mangundirana juga prajurit Dipanegara yang
kalah perang, akhirnya mukim di wilayah Mangunegara - Citrakusuma.
Menyangga
![]() |
Menyangga dari Ki Sholeh Pati |
Konon Menyangga, awalnya hanya ada di Kali
Klawing. Menyangga memiliki kaki dan tangan berwujud seperti rambut panjang,
sepanjang sungai, gunanya untuk membelit dan menenggelamkan orang sebagai
banten sungai.
Nenek saya bilang, seluruh sungai dimungkinkan
ada Menyangganya. Cukup menakutkan, terutama kalau sedang sendirian di sungai.
Kenapa ada Menyangga?
Karena dendam Kurawa terhadap Bima. Bimalah yang
mengalahkan Kurawa pada saat lomba menggali sungai. Lomba diselenggarakan oleh
Guru Drona.
Kali Klawing dibuat, digali oleh para Kurawa. Kali Serayu dibuat oleh Pandhawa.
Kali Klawing dibuat, digali oleh para Kurawa. Kali Serayu dibuat oleh Pandhawa.
Untuk mencelakai Pandhawa maka Kali Klawing diisi
dengan mahluk gaib, Menyangga. Tugasnya adalah menenggelamkan para Pandhawa dan
keturunannya jika menyeberangi Kali Klawing. Bahkan juga yang membenci Kurawa.
Maka berhati-hatilah saat berada di Kali Klawing. Tetap sopan dan jangan
sombong. Jangan menjelek-jelekan orang lain atau sesuatu. Jangan sok jago
renang.
Jadi kalau ada orang yang tenggelam di Sungai
Klawing kemungkinannya adalah karena dikerjai oleh Menyangga. Lagian, percaya
atau tidak, setiap tempat pasti ada penghuninya, mereka juga butuh untuk diakui
dan dihargai keberadaannya.
He he .. ada cerita, bahwa yang mampu
mengendalikan Menyangga adalah Yuyu Kangkang. Dan Yuyu Kangkang ternyata juga
ada di Kali Klawing.
Pangpung Sipanjer - Slinga
![]() |
Pesarean Sipanjer |
1. Repek, mencari kayu bakar
2. Nderes, menek pohon
kelapa untuk mengambil nira; dan
3. Ngindel, memasak nira sampai
jadi gula.
Repek itu nggolet
suluh, mencari kayu bakar. Bisa dengan cara menebang pohon, berarti batang,
cabang dan rantingnya jadi kayu bakar. Dari pohon kelapa; blukang, blarak,
manggar, mancung, cumplung, bluluk, bathok dan tepes jadi suluh. Dari pohon
bambu; dongklak bambu, bodholan pager, bekas jaro, ontob dan bekas lanjaran.
Pangpung.
Pangpung adalah cabang atau ranting pohon yang
sudah kering dan lapuk sehingga baik untuk suluh. Ada yang masih menempel di
pohonnya ada yang sudah jatuh ke tanah, ada juga yang kemangsang di pohon
lain.
Bagi orang desa keberadaan pangpung sangat mudah ditandai, detengeri. Semua pangpung dari ranting pohon umumnya nglawer, ireng, dawa, dan tanpa daun.
Bagi orang desa keberadaan pangpung sangat mudah ditandai, detengeri. Semua pangpung dari ranting pohon umumnya nglawer, ireng, dawa, dan tanpa daun.
![]() |
Jalan masuk ke Si Panjer |
Sang penderes pergi repek ke Dusun Randegan. Hari
masih sore, sinar matahari terhambat oleh rimbunnya pepohonan. Dalam
pandangannya, pada sebuah pohon Laban dia melihat sebatang pangpung yang
nglawer. Dia pun menek pohon tersebut dengan sangat pelan, hanya tiga meter di
atas tanah. Posisi badan nempel di pohon, pegangan tangan kiri, tangan kanan
diraihkan ke pangpung.
"Ceg!" yang dikira pangpung nglawer
terpegang dengan kuat dan segera ditarik dengan sepenuh tenaga.
"Gerrk... hek!" bunyi yang terdengar
saat pangpung di tarik, lalu ada gejolak meronta hebat dari benda yang dikira
pangpung. Gronjalan. Ternyata yang ditariknya adalah ekor seekor anak harimau
jantan yang menjelang dewasa. Naasnya sang harimau, kepalanya sedang berada
pada posisi di antara cabang pohon, sehingga ketika ekornya ditarik ke bawah
lehernya jadi terjepit dan tercekik cabang pohon.
Sang penderes sadar bahwa yang ditariknya adalah
ekor harimau maka segera saja kedua kakinya melingkari pohon, kaki digunakan
untuk tetap menempel di batang pohon, tangan kiri digunakan juga untuk memegangi
ekor harimau. Ketika harimau meronta-ronta, maka semakin kuat ekor ditarik ke
bawah, semakin tercekik leher harimau. Jantung sang penderes pun berdegup
sangat keras.
Dalam usahanya mengalahkan harimau sang penderes
seperti kepanjer, tetap menempel di batang pohon sambil terus memegangi ekor
harimau.
Beberapa lama kemudian ada penderes lain yang lewat ke tempat itu. Melihat ada orang diam saja menempel di pohon dengan kedua tangan seperti memegang tali dia bertanya.
Beberapa lama kemudian ada penderes lain yang lewat ke tempat itu. Melihat ada orang diam saja menempel di pohon dengan kedua tangan seperti memegang tali dia bertanya.
"Kang, rika lagi ngapa sie kaya wong
kepanjer neng wit?" tanya penderes yang baru datang. Dia heran, karena tak
segera ada jawaban. Didekatinya penderes yang sedang menempel di pohon.
"Macan" jawaban pelan dari penderes
yang menempel di pohon sambil melepaskan ekor harimau. Rupanya karena sangat
kelelahan, menaklukkan harimau yang lama meronta-ronta, kini kaki pun tak kuat
menahan berat tubuh.
"Krosak .... gedebug!" sang penderes
jatuh ke tanah. Jatuh, berdebum.
Penderes yang baru datang segera mendekatinya.
Diperiksa. "Kaaangg! Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un" ucap
penderes yang baru datang.
Penderes penakluk harimau telah meninggal karena
stres, ketakutan dan kelelahan. Harimau pun ternyata telah tewas tercekik di
cabang pohon. Sampyuh, keduanya mati bersama.
Nah, kisah kepanjernya sang penderes saat
menaklukkan harimau itulah maka makam tempat sang penderes dimakamkan, di Dusun
Randegan, diberi nama sebagai Makam Sipanjer.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar