Sabtu, 22 Oktober 2016

KENDHIL WESI DESA BLATER

KENDHIL WESI DESA BLATER
Toto Endargo

Kendhil Wesi dijadikan nama jalan di sebelah lapangan Desa Blater,
Kecamatan Kalimanah, Purbalingga
Blater adalah nama sebuah desa di Kecamatan Kalimanah, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah. Kata “blater” menurut bahasa Banyumasan memiliki makna: ramai, ceriwis atau banyak omong. Perilaku banyak omong bisa bermakna grapyak–semanak, ramah, suka menyapa dan suka bersaudara. Jadi blater adalah kata untuk mengungkapan perilaku positif dalam pergaulan. Di daerah lain kata blater bisa mempunyai makna yang lain.
Layaknya sebuah tempat atau desa, umumnya mempunyai cerita kuno yang kadang dihubungkan dengan awal mula berdirinya sebuah desa. Blater juga punya cerita yang dipercaya oleh sebagian besar warga Desa Blater sebagai cikal bakal berdirinya desa Blater.
Dalam cerita ini akan disebut berkali-kali nama Kyai Kendhil Wesi. Kyai Kendhil Wesi atau Mbah Kendhil Wesi adalah nama tokoh yang dikaitkan dengan riwayat Desa Blater. Harap dimaklumi bahwa sebenarnya nama Kyai Kendhil Wesi telah menjadi legenda di beberapa wilayah Jawa Tengah. Dan yang terceritakan disini adalah Kyai Kendhil Wesi legenda Desa Blater, Kecamatan Kalimanah, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah.
Konon dahulu ada seorang sakti bernama Kyai Kendhil Wesi. Sebutan kyai cenderung merujuk kepada seorang tokoh agama yang disegani, sakti, dan bijaksana. Laki-laki yang suka bertapa dan berpuasa ini pada akhirnya memiliki kemampuan jauh di atas orang pada umumnya. Kyai Kendhil Wesi mampu berkomunikasi dengan mahluk di alam gaib dan dapat pula berkomunikasi dengan hewan peliharaannya.
Perjalanan Kyai Kendhil Wesi dari tempat asalnya ternyata terpikat dengan alam di lembah Sungai Ponggawa yang memiliki kontur tanah yang sangat luas dan datar. Ada banyak sungai dengan air yang jernih. Kyai Kendhil Wesi pun berkenan mukim, membuka perkampungan dan lahan persawahan. Kyai Kendhil Wesi menjadi cikal bakal Desa Blater.

Manuk Puyuh - Bence
Kyai Kendhil Wesi suka dan memiliki banyak hewan peliharaan terutama unggas, hewan bersayap. Setiap hari di rumah Kyai Kendhil Wesi ramai dengan bunyi-bunyian hewan peliharaannya. Konon jika Kyai Kendhil Wesi sedang berkenan berkomunikasi, bertanya dan menasehati para hewan itu, bunyi mereka seperti orang-orang yang sedang bercakap-cakap. Para unggas adalah hewan yang paling keras suaranya dan bersikap blater atau cerewet saat berbincang dengan Kyai Kendhil Wesi. Dari kecerewetan para unggas itulah maka Kyai Kendhil Wesi berkenan memberi nama desa ini dengan nama Blater. Dan dari sekian banyak hewan peliharaannya, ada dua hewan kesayangan Kyai Kendhil Wesi yaitu seekor burung hantu kecil (buek) dan seekor burung puyuh jantan (bence).
Burung Hantu Kecil - Manuk Buek
Burung hantu kecil atau manuk buek adalah burung yang mencari makan di malam hari, mengandalkan ketajaman matanya dan kecepatan menerkam mangsa. Telinganya sangat waspada dan peka menangkap gerakan hewan lain sebagai mangsanya. Sedangkan burung puyuh adalah burung yang tidak pandai terbang namun memiliki kelincahan dan kecepatan berlari, menyusup dan bersembunyi. Puyuh mencari makanan berupa biji-bijian di siang hari, selalu waspada terhadap bunyi dan gerakan hewan lain yang membahayakan dirinya.
Dua burung ini begitu menyatu dengan Kyai Kendhil Wesi sehingga kemanapun Kyai Kendhil Wesi pergi maka dua burung ini mengikutinya. Dan tentu saja kombinasi keistimewaan perilaku kedua burung ini melengkapi kemampuan Kyai Kendhil Wesi dalam kehidupannya sehari-hari sebagai orang yang sakti.  
Kyai Kendhil Wesi secara penglihatan orang sepertinya hidup sendiri tanpa istri. Namun sesungguhnya Kyai Kendhil Wesi mempunyai istri dari alam ghaib yaitu Nyai Roro Kidul, dari pantai selatan. Bukan hal yang mustahil Kyai Kendhil Wesi memiliki istri dari alam ghaib karena Kyai Kendhil Wesi memang mampu berkomunikasi dengan makhluk alam ghaib.
Dalam cerita tutur ini dikisahkan bahwa pada jaman Kyai Kendhil Wesi keadaan wilayah Blater belum sepenuhnya aman. Masih ada perang antar kadipaten yang satu dengan kadipaten yang lain. Adalah Kadipaten Alang-alang, adipatinya berperilaku sebagai penjajah, ingin melebarkan wilayah kekuasaannya, oleh karena itu Kyai Kendhil Wesi harus ikut menjaga ketentraman wilayah Blater dan sekitarnya.
Hingga pada suatu hari ketika Kyai Kendhil Wesi berkunjung ke istrinya, Nyai Roro Kidul di Pantai Selatan ternyata Adipati Alang-alang tahu, dan menjadikannya sebagai saat yang tepat untuk menyerang Desa Blater, dengan senjatanya yang lengkap ingin membumihanguskan Desa Blater.
Namun dengan kepekaan dan kesaktian Kyai Kendhil Wesi sinyal akan rusaknya Desa Blater karena niat jahat Adipati Alang-alang ini sampai juga kepada Kyai Kendhil Wesi. Segera saja Kyai Kendhil Wesi memerintahkan kepada kedua hewan kesayangannya yang setia ikut dengan beliau untuk secepatnya kembali ke Blater. Kedua burung ini harus segera memberitahu para penduduk desa untuk siaga menghadapi serangan Adipati Alang-alang.
Kedua burung ini sampai di Blater ketika hari sudah senja. Bagaimana cara memberitahu keadaan bahaya ini kepada pemuda Blater? Penduduk Blater hanya tahu bahwa Kyai Kendhil Wesi memiliki dua burung kesayangan, burung hantu dan burung puyuh, tapi mereka tidak bisa berkomunikasi dengan keduanya. Yang bisa berkomunikasi dengan burung-burung ini juga hanya Kyai Kendhil Wesi.
 Demikianlah kemudian diceritakan selepas senja berlalu seiring hilangnya warna lembayung di ufuk barat dengan perintah batin Kyai Kendhil Wesi maka sang burung puek berbunyi berulang-ulang sambil mengelilingi desa Blater.
“Buek! Buek!” bunyi burung hantu di pohon rambutan timur desa. Kemudian berbunyi lagi saat hinggap di pohon albasika di selatan desa. Pindah lagi ke pohon Sengon di utara desa. Dan hinggap di pohon randu di barat desa. Bahkan hinggap juga di atap rumah Kyai Kendhil Wesi dan berbunyi berulang-ulang. Penduduk desa mulai bertanya-tanya, “Kenapa burung buek milik Kyai Kendhil Wesi berbunyi berulang-ulang. Isyarat apakah ini?”
Bunyi burung buek memang menyadarkan kaum pria untuk waspada tapi bunyi burung buek bagi anak-anak sangat menakutkan, dianggap sebagai isyarat bahwa akan ada orang sakit dan tak terobati. Maka para ibu sibuk menemani anak-anaknya untuk tidur.
Ketika larut malam mulai hadir di bumi Blater kini giliran burung puyuh yang bertugas menyadarkan para pemuda. Maka burung puyuh pun masuk ke setiap pekarangan atau halaman rumah penduduk dan mengeluarkan bunyinya yang khas.
“Chiet!” begitu bunyi burung puyuh di setiap halaman rumah sampai tengah malam berlalu.
Penduduk desa mulai sadar bahwa bunyi bence, puyuh jantan, adalah isyarat akan adanya kejahatan di desa Blater. Maka satu demi satu para pemuda keluar rumah membawa senjata yang dipunyainya semacam penthung, linggis, benthong, atau sekedar alat pemukul biasa dan mereka berkumpul di halaman rumah Kyai Kendhil Wesi.
Ketika burung bence tak berhenti juga berbunyi di pekarangan rumah Kyai Kendhil Wesi penduduk pun mengambil kesimpulan lagi.
“Mendengar bunyi bence yang tiada henti ini, pasti yang datang ke desa ini bukan penjahat biasa” kata seseorang yang dituakan.
“Iya sepertinya bukan sekedar pencuri!” pendapat orang di sebelahnya.
“Kalau begitu mungkin rampok dalam jumlah banyak!” kata yang lain.
Setelah berdiskusi sejenak di tengah udara dingin dini hari seluruh pemuda yang hadir sepakat untuk menyiapkan segala persenjataan yang ada untuk menghadapi musuh dalam jumlah banyak.
Pertemuan dibubarkan untuk kembali ke rumah masing-masing mengambil segala senjata untuk perang besar. Walau belum tahu siapa musuhnya namun semua siap menjaga keamanan dan kenyamanan desa. Maka ketika berkumpul kembali semua sudah memegang senjata lengkap. Ada yang memegang gobed, kudhi, keris, pedhang, bandring, panah, parang sampai pun ada yang membawa bambu runcing. Mereka yang membawa senjata parang dan pedang adalah mereka yang pernah dilatih olah keprajuritan oleh bebahu desa.
Saat matahari hampir muncul di ufuk timur datanglah telik sandi atau mata-mata yang telah disebar ke seluruh penjuru desa datang dan mengabarkan bahwa ada sepasukan besar semacam prajurit datang dari arah tenggara menuju Desa Blater. Kemungkinannya dari Kadipaten Alang-alang.
“Terimakasih Kyai Kendhil Wesi, kita diberi tahu akan datangnya bahaya besar yang mengintai Desa Blater” ucap syukur dari bebahu desa.
“Terimakasih pula untuk kedua burung kesayangan Kyai Kendhil Wesi” kata orang yang sudah cukup tua.
“Kyai Kendhil Wesi saat ini memang tak bersama kita tapi beliau adalah orang yang akan selalu bersama-sama kami menjaga Desa Blater dan negara ini agar tetap aman sentausa!” kata seseorang yang pernah menjadi prajurit di Mataram.
“Adipati Alang-alang ternyata pengecut, berani menyerang Blater hanya di saat Kyai Kendhil Wesi sedang bepergian” kata bebahu desa, “Mari kita pertahankan desa kita! Pasang gelar garuda nglayang!” perintahnya kemudian.
Pasukan Blater menyambut kedatangan Pasukan Alang-alang dengan gelar Garuda Nglayang. Di bagian tengah sebagai paruh garuda adalah bebahu desa, sayap kanan dipimpin oleh Karmin yang pernah menjadi prajurit Mataram, sayap kiri dipimpin oleh Sardu tetua pemuda desa.
Demikianlah perang besar antara rakyat Blater dengan Kadipaten Alang-alang akan berlangsung agak jauh di luar desa. Taktik serang di luar desa, menjadikan pasukan alang alang tidak menyangka bahwa mereka justru terkejut karena sebelum pasukannya siap menyerang telah keduluan disergap dan dihujani tombak dan panah. Pasukan Blater tiba-tiba seperti muncul dari balik rumpun tanaman perdu. Banyak prajurit Alang-alang terluka dan tak mampu berperang lagi.
 Dan sebelum matahari setinggi galah Adipati Alang-alang berteriak lantang memerintahkan pasukannya untuk mundur dan kembali ke Kadipaten Alang-alang. Mundurlah pasukan Alang-alang dengan membawa seluruh prajurit yang luka dan gugur. Sementara pasukan Blater dengan bijaksana membiarkan mereka merawat dan membawa korban perang mereka. Korban perang di pihak Blater segera dibawa ke halaman rumah Kyai Kendhil Wesi.
Dan betapa kagetnya mereka ketika sampai di halaman rumah Kyai Kendhil Wesi, ternyata Kyai Kendhil Wesi sudah berdiri di pendapa dan mempersilahkan semua prajurit untuk istirahat dan merawat yang sakit. Dari peperangan tadi setelah diperiksa tidak ada satupun pasukan Blater yang meninggal dunia, mereka hanya sakit karena luka-luka.
Dari peristiwa ini sampai kini dipercaya bahwa bunyi burung hantu kecil (buek) di awal malam menjadi pertanda akan datangnya musibah, dan bunyi bence (puyuh jantan) di malam hari menjadi pertanda datangnya kejahatan.
Kyai Kendhil Wesi pun seperti hidup sendirian sampai tua di Desa Blater. Istrinya dari Pantai Selatan Nyai Roro Kidul selalu mendampinginya secara ghaib. Pada akhirnya Kyai Kendhil Wesi pun meninggal dunia dengan segala ilmu kesaktiannya. Makamnya konon ada di Dusun Blater Karangmalang, Jika kita mendengar ada orang mau berziarah ke Desa Blater kemungkinan akan mengunjungi petilasan Kyai Kendhil Wesi. Banyak peziarah yang konon ingin ngalap berkahnya Kyai Kendhil Wesi dan istrinya Nyai Roro Kidul, mereka datang dari berbagai penjuru kota.
   Untuk mengingat dan menghormati cikal-bakal keberadaan Desa Blater maka jalan melingkar di sebelah Lapangan Desa Blater, dekat Makam Kendhil Wesi diberi nama "Jalan Kendhil Wesi".
Kendhil Tembaga
Ada cerita yang beredar bahwa "danyang", atau "penghuni" yang ada di makam Kendhil Wesi setiap kali meminjam kendhil (belanga dari tanah liat ada juga yang dari tembaga), ke rumah penduduk di dekat makam. Tengah malam ada suara gemlothak di pedangan (dapur) lalu terdengar suara orang dengan suara lembut, "Nyilih kendhile" yang artinya minta ijin meminjam kendhil. Lalu dijawab pula dengan sopan, "Mangga, mbah!". Dan benar ketika di lihat di dapur kendhilnya tak ada di tempatnya namun di pagi hari kendhilnya sudah ada lagi di tempatnya dengan keadaan kendhil lebih bersih dari awalnya. Rupanya setelah kendhilnya dipakai untuk masak oleh si peminjam kendhil dicuci kembali dengan lebih bersih.
Demikianlah yang dapat saya sari ceritakan dari budaya tutur yang ada di Desa Blater, Kecamatan Kalimanah, Kabupaten Purbalingga. Jika cerita ini tak seperti yang pernah Anda dengar, penulis mohon maaf sebesar-besarnya.
Semoga bermanfaat.



1 komentar: