Stop Bullying Sekolah: Saatnya Kita Bela Institusi Pendidikan
Oleh: Toto Endargo
Kita semua sepakat: bullying itu berbahaya. Itulah mengapa kampanye Stop Bullying digalakkan di sekolah-sekolah — demi melindungi siswa dari kekerasan psikologis dan sosial.
Tapi, ada satu bentuk bullying yang kerap diabaikan: bullying terhadap sekolah itu sendiri.
Di era digital, sebuah unggahan sepihak bisa meluluhlantakkan nama baik sebuah sekolah. Tanpa klarifikasi, tanpa data, hanya berdasarkan narasi personal yang kemudian diviralkan. Komentar netizen pun datang berbondong-bondong, menekan, menghujat, bahkan menuntut sanksi — tanpa proses, tanpa tabayyun.
Sekolah bukan hanya bangunan. Di dalamnya ada guru, kepala sekolah, tenaga kependidikan, dan ratusan siswa lain yang tidak tahu-menahu. Ketika satu isu meledak secara sepihak di dunia maya, seluruh institusi diseret ke medan persekusi. Reputasi hancur, semangat kerja runtuh, dan layanan pendidikan terganggu.
Yang lebih menyedihkan:
Setelah semua itu terjadi, hanya ada satu kata yang datang dari pelaku
penyebaran — “maaf.”
Tanpa pertanggungjawaban. Tanpa pemulihan. Dan publik pun sudah terlanjur
menghakimi.
Mengapa sekolah — yang seharusnya jadi tempat tumbuhnya etika — justru tak dilindungi dari perilaku tak beretika?
Kita perlu bicara serius tentang ini. Perlu ada Gerakan Stop Bullying terhadap Sekolah, yang membawa tiga agenda utama:
- Literasi Etika Digital di Masyarakat
Bukan semua konten layak diviralkan. Perlu budaya digital yang membedakan kritik membangun dengan ujaran menghancurkan. - Regulasi Perlindungan Institusi Pendidikan
Sekolah juga berhak atas reputasi baik. Mereka butuh perlindungan hukum dari hoaks, framing jahat, dan tekanan viral yang tidak proporsional. - Jalur Mediasi dan Restorasi Publik
Jika ada kesalahan, benahi secara adil. Tapi jika tuduhan keliru, harus ada mekanisme yang memulihkan nama baik sekolah secara terbuka.
Kita tidak sedang membela sekolah yang salah. Kita sedang membela hak semua sekolah untuk tidak difitnah. Kita sedang memperjuangkan ruang aman bagi para guru dan pendidik agar tetap bisa bekerja dengan tenang dan bermartabat.
Lembaga publik bukan entitas tanpa wajah. Di dalamnya ada guru, perawat, petugas lapangan, pemikir kebijakan, para relawan — manusia biasa yang bekerja untuk masyarakat. Ketika mereka diserang secara brutal, yang rusak bukan hanya satu nama, tapi juga kepercayaan sosial yang menjadi fondasi kehidupan publik kita.
Sekolah adalah tempat anak-anak belajar adab. Jika kita sendiri memperlakukan sekolah secara semena-mena, apa yang sebenarnya kita ajarkan? Kritik adalah hak. Tapi penghakiman yang merusak bukanlah kebenaran.
Kini saatnya kita bertanya:
Kalau kita sepakat bullying terhadap siswa adalah kekerasan, kenapa kita
diam saat lembaga publik dibully tanpa dasar?
Sudah waktunya publik lebih cerdas.
Sudah saatnya sekolah juga dilindungi.
Mari hentikan budaya main hakim digital terhadap institusi pendidikan.
Stop Bullying Sekolah! Sekarang!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar