Minggu, 10 April 2016

KESANDUNG KAMAR KECIL

Cerita Remaja
 KESANDUNG KAMAR KECIL
Toto Endargo

SMP Negeri 2 Purbalingga. Kelas 8B, tahun 2011.
Sekolah yang kusayangi ternyata memberiku banyak memori. Mengesankan. Kesan indah, kesan konyol dan berbagai kesan yang lain. Semua kesan muncul seiring dengan komunitas yang ada di sekolah seperti teman, guru dan situasi sekolah. Tahun 2011/2012, ada dua guru yang harus terlibat dalam cerita ini. Bu Dra. Rudi Mulyatiningsih, M.Pd. dan Pak Bambang Singgih, S.Pd.
Dra. Rudi Mulyatiningsih, M.Pd., adalah guru BK, Bimbingan dan Konseling atau ada yang menyebutnya Bimbingan Karir. Guru yang juga peduli siswa. Suaranya cukup lantang. Cukup ramai kalau sedang menasehati siswa. Kadang lembut mempesona tetapi kadang juga nyelekit menyebalkan. Terlambat masuk kelas di saat beliau mengajar, itu bisa mengakibatkan kita masuk angin karena telinga kita kemasukan angin dari banyaknya petuah yang disampaikan beliau.
Hari Rabu 5 Okktober 2011, jam pertama di kelas 8B pelajaran BK. Setelah perwalian sekitar lima menit, kita menunggu kedatangan Bu Rudi. Ternyata sampai lima menit, beliau belum juga hadir di kelasku.
“Mungkin Bu Rudi, harus menyelesaikan sesuatu yang penting!” kata batinku.
Dan di saat menunggu itu, urin di tubuhku penuh dan mendesak kandung kemih, demi menjaga kesehatan maka saya harus ke kamar kecil. Maklum, karena sarapan pagi ini, ibu memasak nasi goreng yang sedikit kebanyakan minyak sehingga tadi saya harus minum lebih banyak dari biasanya. Disyukuri saja.
Kuajak teman sebangkuku untuk menemaniku ke kamar kecil. Jarak antara kelas 8B yang ada di lajur barat nomor dua dari utara, ke kamar kecil itu cukup jauh. Hatus melewati kelas 8C sampai kelas 8H, depan laborat, depan kelas 7B dan 7C, perpustakaan, melewati tempat lompat jauh, lapangan volley baru sampai di kamar kecil untuk siswa putri.
Ada Pak Bambang Singgih, S.Pd di Lapangan basket yang bersebelahan dengan lapangan volley. Dengan seragam olahraga dan berkalung peluit. Priiit..! Peluit dibunyikan di saat saya di lapangan volley. Jelas bunyi peluit itu ditujukan kepadaku, berdua. Ah celaka!
Pak Bambang itu guru olahraga, selalu serius dalam membimbing siswa. Setiap pagi beliau sudah membunyikan peluit sebagai tanda bahwa dia harus diperhatikan perintahnya. Kebersihan sekolah bagian yang sangat diperhatikan, mulai dari sampah yang berserakan di lantai sampai tempat sampah yang sudah terisi sampah harus segera dituang ke tempat pembuangan akhir di selatan kelas IX A. Kegiatan Pak bambang berikutnya adalah menilang siswa yang terlambat, tidak seragam dan rambut panjang. Terlambat lima menit berarti harus tunduk pada tugas yang segera diberikan oleh Pak Bambang. Tugas yang baik sebenarnya, karena siswa diarahkan untuk berbuat baik kepada sekolah, seperti mengatur pot bunga, menyapu ruangan, membersihkan halaman, atau menyapu lapangan basket. Tapi menurut siswa tugas dari Pak Bambang ini kadang dianggap cukup menyebalkan.
Pak Bambang telah membunyikan peluitnya dengan suara yang sangat merdu.Dengan gagahnya ia memanggil kami,tanpa menanyakan alasan kami ke kamar kecil, beliau langsung menyuruh kami untuk membersihkan ruangan.
“Kamu berdua. Sini!” panggilnya sambil mengayunkan jari telunjuk. Tentu saja ada debar jantung berkecamuk di dada kami berdua.
“Ambil sapu! Bersihkan ruang OSIS!” perintahnya tanpa basa-basi.
“Saya, Pak?” saya mencoba bertanya.
“Iya! Menyapu ruang OSIS!” perintahnya lagi lebih menekankan suaranya.
Apa boleh buat. Saya harus patuh. Untung ruang OSIS tak begitu lebar. Ruang OSIS ada di sebelah selatan Ruang Keterampilan. Dan selesai menyapu ruang OSIS itu saya menyempatkan ke kamar kecil. Lega rasanya. Eh, ternyata emosi memerintahnya Pak Bambang masih belum reda, begitu saya menginjak lapangan volley peluit beliau berbunyi lagi. Pasti ada perintah lagi.
“Ruang ganti wanita juga kotor! Disapu!” perintahnya dengan wajah dibuat seperti orang marah.
“Iya. Pak!” jawabku sambil membetulkan rok. Ruang ganti wanita disebelah ruang OSIS. Ruangnya sempit, ukuran 1,5 x 3 meter. Hanya ada sebuah cermin dan tempat gantungan baju dari paku-paku. Hanya sebentar, disapu berdua sudah bersih.
Keluar dari kamar ganti wanita. Kembali Pak bambang yang tinggi-atletis melenggang mendekatiku. Tangan kanannya memegang sebatang bilah bambu. Bilah bambu diayun-ayunkan di depan kami berdua.
“Siki, Qo bocah loro, nyapu ruang BK!” perintahnya pakai bahasa jawa banyumasan. Saya hanya bisa menganggukan kepala. Benar-benar tidak berani memprotes atau sekedar bilang iya.
Ruang BK ada di timur ruang guru. Tidak luas. Sebenarnya ruang ini sudah cukup bersih. Yang ada di ruang BK hanya tiga guru, Ibu Dartuti, Pak Tarsid dan Bu Rudi. Pagi ini ruang BK kosong, tak ada penghuninya, mungkin ketiganya sedang di kelas atau berkepentingan yang lain.  Yang ada hanya data siswa dan buku yang ditata rapi di lemari dan sedikit berantakan di meja. Ada sebuah komputer yang dilengkapi layar monitor dan sebuah printer. Karena ruang sudah cukup bersih maka dengan cepat selesai juga menyapu ruang BK.
Agak bimbang, haruskah saya melapor ke Pak Bambang bahwa pekerjaan telah dilaksanakan. Bimbang sebab jika melapor, jangan-jangan malah disuruh-suruh lagi. Salah satu hobbynya Pak Bambang adalah perintah dan menyuruh-nyuruh siswa. Hobby yang lain adalah memegang mik, meniup peluit, menghukum siswa dan ngajar renang.
Alhamdulillah! Kami berdua diijinkan untuk masuk kelas.
“Jangan terlambat lagi!” kata Pak Bambang. Lho!
Busyet, ternyata saya dan temanku oleh Pak bambang disuruh-suruh nyapu itu karena kami berdua dianggap terlambat berangkat sekolah, tho! Saya geleng-geleng kepala. Pagi yang mengesankan. Sekitar dua puluh lima menit kami melaksanakan perintah Pak Bambang.
Kini menuju kelas 8B. Kelas yang kusayangi.
“Metung ngendi?” tanyaku kepada temanku. Harus lewat mana untuk sampai ke kelas 8B. Lewat selatan atau lewat utara. Kalau lewat selatan berarti harus melewati ruang guru, lalu berjalan di depan kelas 8F, 8E, 8D, dan 8C. Agak malu, sebab anak-anak pasti akan berpendapat bahwa saya berdua telah mendapat hukuman dari Pak Bambang. Sehingga terlambat masuk kelas.
“Tung ngalor baelah!” ajakku. Kalau lewat utara maksimal hanya dilihat oleh kelas 8A. Maka kami berdua berjalan lewat gang senggol di belakang kelas 7D,E,F,G. Belok kiri sedikit mlipir di selatan toilet Guru dan TU, kelas 8A dan kelas 8B.
Tiba di kelas ternyata Bu Rudy sudah datang. Suaranya yang lantang sudah terdengar ketika kami sampai di depan kelas 8A.
“Terlambat masuk kelas bukan hal yang baik. Jangan belajar jadi pemalas. Belum masanya jajan. Pelajaran sudah berjalan setengah jam kamu baru masuk. Perilaku yang tak pantas. Kapan kamu belajar disiplin. Kamu generasi muda harapan bangsa. Harus menjadi generasi yang berkarakter positif. Terpuji dan berprestasi. Bla-bala ...”
Astagfirulah.
Kami dimarahi karena terlambat mengikuti pelajaran. Kami ingin menjelaskan mengapa kami bisa terlambat tapi tak sempat!
Nasib!



Terimakasih kepada Resti Romadhani 9E/27  yang telah menuangkan kisahnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar