Minggu, 28 Desember 2014

JENAR BITHING BINTANG JASA

Jenar Bithing Bintang Jasa
Toto Endargo

   Tulisan ini sekedar catatan dari kisah yang termuat di dalam cerita yang melibatkan Purbalingga. Kadang ditulis dengan penuh kebanggaan karena menceritakan perjuangan bersenjata. 
   Ada tiga cerita yang terangkai dalam judul tulisan ini. Jenar Bithing Bintang Jasa. 
  1. Jenar dari kata Perang Jenar, yaitu perang yang terjadi di sekitar Sungai Bogowonto, Purworejo sekitar tahun 1749 - 1755. 
  2. Bithing dari kata Perang Bithing, perang yang terjadi sekitar tahun 1825-1830. 
  3. Bintang jasa adalah sebutan untuk medali penghargaan yang diberikan oleh Belanda kepada Bupati Purbalingga yang berkuasa tahun 1899- 1925. 
   Kisah singkatnya sebagai berikut:
1. Perang Jenar
   Perang Jenar atau disebut juga Perang Mangkubumen adalah sebuah peristiwa yang diawali dengan perselisihan antara Pangeran Mangkubumi dengan kakaknya Paku Buwono II. Pangeran Mangkubumi tidak puas terhadap sikap kakaknya yang lemah terhadap kompeni Belanda. 
   Dalam perang ini Paku Buwono II mendapat bantuan dari Adipati Banyumas Tumengung Yudanegara III. Tak kalah terhormat Ngabehi Karanglewas, Dipayuda I pun ikut berperang membela Pakubuwana II. Tokoh Purbalingga Kiai Arsantaka yang sekitar tahun 1740-1760 sebagai demang Pagendolan yang sekarang termasuk desa Masaran ikut berperang sebagai bawahan Dipayuda I sebagai Komandan Kesatuan Prajurit.
   Namun ketika perselisihan belum usai Paku Buwono II wafat dan digantikan oleh Paku Buwono III. Perang masih berlanjut, dan Paku Buwono III mendapat bantuan dari kompeni. Pasukan kompeni di bawah pimpinan Majoor de Clerx dan Kapten Hoetje. Pada perang ini Majoor de Clerx, Kapten Hoetje dan Dipayuda I pada tanggal 12 Desember 1751 gugur dalam pertempuran. Jenazah Dipayuda I hilang. 
   Berkat ketekunan dan keberanian Kiai Arsantaka jenazah tersebut berhasil ditemukan kembali di desa Jenar, kemudian dimakamkan di “Astana Redi Bendungan” desa Dawuhan, Banyumas. Selanjutnya Dipayuda I dikenal dengan sebutan Ngabehi Seda Jenar. 
Perangnya disebut Perang Jenar.

2. Perang Bithing
   Ada sebutan Perang Bithing, atau perang benteng. Perang Bithing adalah perang antara Pasukan Pangeran Diponegoro melawan Pasukan Purbalingga, Sokaraja dan lain-lain yang membantu Kompeni Belanda. 
   Pasukan Purbalingga di antaranya dipimpin oleh Raden Mas Tarunakusuma, adik kandung Bupati Purbalingga saat itu.   
   Perang Bithing terjadi ketika yang menjadi Bupati Purbalingga adalah Raden Tumenggung Bratasudira. Bupati Purbalingga III ini ada di bawah pemerintahan Surakarta yang membantu Belanda melawan Pasukan Diponegoro. Raden Tumenggung Bratasudira pun memerintahkan rakyatnya untuk berpihak kepada Belanda.
   Perang Bithing terjadi di desa-desa Kaligondang, Selanegara, Selakambang, dan Cilapar. Rakyat diperintah oleh sang bupati untuk membuat jagang, jugangan, lubang berbentuk melingkar sebagai benteng perlindungan, di desa-desa yang menjadi ajang pertempuran. Benteng perlindungan inilah yang menjadikan pertempuran ini disebut Perang Bithing, harusnya Perang Benteng. Semua pemuda diwajibkan ikut ambil bagian dalam menghadapi pasukan Dipopegoro itu.
   Pertempuran sengit terjadi, saling bunuh, saling tikam, tembak-menembak. Posisi pasukan Belanda, pasukan Purbalingga dan kawan-kawan di sebelah barat Sungai Lebak. Sebelah timur Sungai Lebak adalah posisi Pasukan Diponegoro. Sungai Lebak dijadikan sebagai garis batas peperangan.
   Dari Perang Bithing inilah yang memunculkan nama Kali Sumpet dan Anjatan Sabuk di Gembrungan. Nama Gembrungan sendiri adalah istilah untuk menamai pertempuran saat itu yang sangat semrawut. 
   Tempat kubur para prajurit yang gugur akibat pertempuran ini pun menjadikan ada nama-nama makam yang cukup unik di desa Kaligondang: 
   Ada nama Makam Bantenan konon untuk tempat dikuburnya Tubagus Buang, prajurit dari Banten yang membantu Diponegoro. 
   Ada nama Makam Priyayi untuk pekuburan para prajurit Diponegoro yang lain. Jika priyayi adalah istilah untuk menamakan “orang yang baik”, maka berarti masyarakat setempat telah mengakui ke-priyayi-an prajurit Diponegoro.
   Di pihak Belanda yang gugur adalah Adipati Lanjar, dari Banyumas dan Gan Tiong Sun yang merupakan prajurit intinya. Makam Gan Tiong Sun disebut Makam Gendung Kala Ganaceng di dukuh Bithing desa Kaligondang.

3. Bintang Jasa
   Bupati Purbalingga VIII, adalah Kanjeng Raden Adipati Ario Dipokusumo VI yang memerintah pada tahun 1899 sampai tahun 1925. KRAA Dipokusumo VI atau Raden Darmokusumo adalah seorang ambtenaar, pegawai pemerintah, pejabat yang berpengalaman. Beliau terkenal disiplin, ulet, ramah dan pandai bergaul. Menjalin hubungan sangat baik dengan Keraton Surakarta, Mangkunegaran. Karena Keraton Surakarta bersahabat baik dengan Belanda maka Kadipaten Purbalingga pun menjalin hubungan baik dengan Pemerintah Hindia Belanda. 
   Bahkan atas hubungan baik dan jasa besarnya sebagai pejabat Purbalingga terhadap Pemerintah Hindia Belanda, KRAA Dipokusumo VI mendapat medali emas, Bintang Jasa Gouden Ster En Officier Der Orde Van Oranje Nassau (G.S.O.O.N) dari Pemerintah Kerajaan Belanda. Jelas pula, Pemerintah Purbalingga bersahabat dengan Belanda yang jelas saat itu bangsa penjajah.

Pengikut Keraton Surakarta
   Dari tiga cerita di atas telah dikisahkan bahwa sebelum merdeka sedikitnya dua kali tercatat Pasukan Purbalingga beriringan mesra, bergandeng tangan, bersahabat dengan Belanda sangat harmonis. 
   Yang pertama saat melawan Pangeran Mangkubumi dan yang kedua melawan Pangeran Diponegoro. Pangeran Mangkubumi akhirnya menjadi Raja Yogyakarta Hadiningrat bergelar Sri Sultan Hamengku Buwono I dan Pangeran Diponegoro adalah Pahlawan Perjuangan Bangsa. 
   Dalam hal bintang jasa juga menunjukkan betapa baiknya hubungan Pemerintah Purbalingga dengan penjajah Belanda.
   Mencermati tiga cerita di atas kiranya dapat diambil sedikit kesimpulan bahwa ternyata sebelum merdeka Pemerintah Kabupaten Purbalingga adalah wilayah “kawula” yang sangat loyal terhadap para raja, khususnya Keraton Surakarta. Sementara Keraton Surakarta adalah pemerintahan yang cenderung bersekutu dengan Belanda melawan para pejuang kemerdekaan, pengusir penjajah. Pengikutnya keraton Surakarta.
   Karena Surakarta bersekutu dengan Belanda maka Purbalingga bisa disebut juga telah bersekutu Belanda.
   Duluuuuu!

Paska Merdeka
   Beruntung tercatat dalam sejarah selanjutnya, setelah merdeka dari Wilayah Kabupaten Purbalingga dan Banyumas justru muncul para tokoh pembela bangsa, mempertahankan kemerdekaan. Ada Jendral Sudirman, Jendral Gatot Subroto, Mayjen Sungkono, Letkol Isdiman, Kolonel Bambang Soegeng, Mayor Brotosewojo, Kapten Hardojo, Letkol Abimanyu dari Cilacap, Letkol Moch. Bachrun dari Purwokerto, Letkol Sapari dan yang lainnya lagi. 
   Semoga bermanfaat!





Tidak ada komentar:

Posting Komentar