Selasa, 23 April 2013

PAKET SOAL DAN KEJUJURAN


PAKET SOAL DAN KEJUJURAN
Toto Endargo, S.IP

Dalam buku pengantar statistik sosial saya menemukan kalimat berikut ini: statistika merupakan metode penarikan kesimpulan umum berdasarkan data kuantitatif yang terbatas. Dan dalam catatan saya, dalam kegiatan Ujian Nasional (UN), saya menemukan angka-angka 1, 2, 5 dan 20. Angka yang mungkin dapat saya jadikan sebagai data untuk menarik sebuah kesimpulan. Angka-angka tersebut merupakan jumlah varian paket soal yang disajikan dalam Ujian Nasional.
Angka satu menunjukkan bahwa awalnya Ujian Nasional, dari tahun ke tahun hanya ada satu paket soal. Seluruh siswa dalam satu ruangan, satu sekolahan, bahkan mungkin satu kabupaten soalnya sama! Kemudian muncul istilah Soal Paket A dan Soal Paket B. Artinya dalam satu ruangan yang isinya 20 siswa, terdapat 10 siswa mengerjakan Paket A dan 10 siswa mengerjakan Paket B. Dan berikutnya di tahun pelajaran 2011/2012 ada lima paket soal dalam satu ruangan, artinya tiap paket dikerjakan oleh 4 siswa dalam satu ruang yang berisi 20 peserta UN. Dengan pengaturan tempat duduk sedemikian rupa sehingga soal yang sama tidak boleh dikerjakan oleh anak yang duduknya berdekatan. Mereka dimungkinkan sulit bekerja sama dalam menjawab soal. Dan tahun pelajaran 2012/2013 ini terdapat 20 paket, artinya tiap anak mendapatkan soal yang berbeda dalam satu ruangan. Diharapkan tak ada satu siswa pun yang dapat bekerja sama antar mereka dalam mengisi jawaban!
Mengapa paket soal menjadi semakin banyak?
Saya belum menemukan alasan yang pasti kenapa paket soal UN menjadi semakin banyak. Namun dari kasus-kasus kecurangan yang pernah terjadi dalam penyelenggaraan UN, yang dapat kita ketahui dari siaran berbagai media, sepintas dapat disimpulkan bahwa variasi paket soal tersebut digunakan untuk menekan tingkat kecurangan, atau bahkan menghilangkan kecurangan yang dapat terjadi dalam Ujian Nasional.
Siapa yang berbuat curang dalam proses Ujian Nasional?
Ada banyak pihak yang berkepentingan dengan hasil Ujian Nasional. Siswa, guru, sekolah, dinas pendidikan, bahkan sampai Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pun berkepentingan dengan hasil UN. Siswa, jelas ingin lulus. Guru, ingin para siswanya sukses. Sekolah, demi melestarikan keberadaan institusi dan gengsi sekolah. Sekolah yang hasil kelulusannya minim akan berakibat berkurangnya minat orang tua untuk menyekolahkan anaknya ke sekolah tersebut. Dinas Pendidikan, demi menjaga nama daerah. Negara jelas punya gengsi yang tinggi. Bayangkan jika banyak anak yang tidak lulus sedang soal yang diujikan dinilai oleh negara lain adalah soal yang mudah! Maka mutu pendidikan di negara kita, diam-diam akan menjadi bahan olok-olok negara lain.
Nilai UN sungguh sangat berharga bagi mereka. Demi kelulusan, demi gengsi, demi eksistensi institusi, dapat saja kejujuran sebagai nilai moral ditepiskan. Kepatuhan pada tata tertib, kepatuhan pada etika, dapat diabaikan. Tegasnya untuk mendapatkan nilai UN yang baik ada yang berlaku tidak jujur, ada kecurangan dalam perjalanan Ujian Nasional. Bahkan dalam berita ada kecurangan yang dilakukan secara sistematis, terorganisir. Tahun ini ada sanksi khusus bagi para pengawas Ujian Nasional yang berlaku curang dan lalai dalam melaksanakan tugasnya. Aturan ini tentu merujuk pada fakta adanya ketidakjujuran pengawas dalam menjalankan perannya. Ironis! Hal ini terjadi di dunia pendidikan. Wahana dicetaknya generasi muda penerus bangsa.
Dari tulisan di atas menunjukkan bahwa angka 1, 2, 5 dan 20 memiliki korelasi dengan tingkat kecurangan yang terjadi dalam Ujian Nasional. Meningkatnya jumlah paket soal seiring dengan tingkat kecurangan yang terjadi dalam UN. Ketika muncul kecurangan dan riuh diberitakan dalam media maka soal UN dibuat menjadi dua paket. Upaya menggunakan dua paket masih juga terjadi kecurangan, dibuatlah menjadi 5 paket soal. Dan sekarang tersaji 20 paket soal.
Demikian parahkah kecurangan yang terjadi di Ujian Nasional sehingga harus dibuat 20 paket soal? Dengan 20 paket soal maka tiap siswa harus mandiri, tidak lagi dapat mengandalkan jawaban dari teman yang pintar, tak ada lagi kesempatan untuk berlaku curang. Tak ada lagi pihak yang dapat membantu para siswanya, karena tak punya waktu untuk secara cepat membuat jawaban untuk 20 paket soal. Jika benar demikian maka kesimpulan yang dapat ditarik adalah: semakin tinggi tingkat kecurangan, maka semakin banyak jumlah varian paket soal yang disajikan.
Sungguh pekerjaan yang tidak mudah untuk membuat 20 paket soal dengan bobot yang sama. Apakah dengan paket soal yang berbeda tidak berakibat kepada hasil akhir yang berbeda? Jika hasil akhirnya digunakan untuk syarat mutlak masuk ke jenjang sekolah yang lebih tinggi, dapat disebut adilkah? Percayalah pada para pakar pembuat soal UN! Dijamin valid dan adil!
Semoga dapat menjadi bahan renungan bahwa berbagai kepentingan dari berbagai pihak dapat berakibat pada berkurangnya penghayatan terhadap nilai kejujuran. Mudahnya siswa mendapatkan fasilitas nilai bagus, dapat mengurangi daya juang dan sifat tanggung jawab pribadi mereka. Dunia pendidikan adalah dunia semua orang. Semuanya terlibat di dalamnya. Semua pihak ikut bertanggung jawab menciptakan generasi penerus yang bermutu. Dunia pendidikan di samping sebagai tempat belajar juga tempat anak-anak mencari dan mendapatkan keteladanan. Kejujuran adalah mata uang yang berlaku dimana-mana. Dengan UN yang jujur semoga menghasilkan pemimpin yang jujur di masa depan. Amiin.

Purbalingga, 19 April 2013
Toto Endargo, S.IP
SMP Negeri 2 Purbalingga


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar