PAKET SOAL DAN
KEJUJURAN
Toto Endargo,
S.IP
Dalam
buku pengantar statistik sosial saya menemukan kalimat berikut ini: statistika
merupakan metode penarikan kesimpulan umum berdasarkan data kuantitatif yang
terbatas. Dan dalam catatan saya, dalam kegiatan Ujian Nasional (UN), saya
menemukan angka-angka 1, 2, 5 dan 20. Angka yang mungkin dapat saya jadikan
sebagai data untuk menarik sebuah kesimpulan. Angka-angka tersebut merupakan jumlah
varian paket soal yang disajikan dalam Ujian Nasional.
Angka
satu menunjukkan bahwa awalnya Ujian Nasional, dari tahun ke tahun hanya ada satu
paket soal. Seluruh siswa dalam satu ruangan, satu sekolahan, bahkan mungkin
satu kabupaten soalnya sama! Kemudian muncul istilah Soal Paket A dan Soal
Paket B. Artinya dalam satu ruangan yang isinya 20 siswa, terdapat 10 siswa
mengerjakan Paket A dan 10 siswa mengerjakan Paket B. Dan berikutnya di tahun
pelajaran 2011/2012 ada lima paket soal dalam satu ruangan, artinya tiap paket
dikerjakan oleh 4 siswa dalam satu ruang yang berisi 20 peserta UN. Dengan
pengaturan tempat duduk sedemikian rupa sehingga soal yang sama tidak boleh
dikerjakan oleh anak yang duduknya berdekatan. Mereka dimungkinkan sulit
bekerja sama dalam menjawab soal. Dan tahun pelajaran 2012/2013 ini terdapat 20
paket, artinya tiap anak mendapatkan soal yang berbeda dalam satu ruangan.
Diharapkan tak ada satu siswa pun yang dapat bekerja sama antar mereka dalam
mengisi jawaban!
Mengapa
paket soal menjadi semakin banyak?
Saya
belum menemukan alasan yang pasti kenapa paket soal UN menjadi semakin banyak.
Namun dari kasus-kasus kecurangan yang pernah terjadi dalam penyelenggaraan UN,
yang dapat kita ketahui dari siaran berbagai media, sepintas dapat disimpulkan
bahwa variasi paket soal tersebut digunakan untuk menekan tingkat kecurangan,
atau bahkan menghilangkan kecurangan yang dapat terjadi dalam Ujian Nasional.
Siapa
yang berbuat curang dalam proses Ujian Nasional?
Ada
banyak pihak yang berkepentingan dengan hasil Ujian Nasional. Siswa, guru,
sekolah, dinas pendidikan, bahkan sampai Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
pun berkepentingan dengan hasil UN. Siswa, jelas ingin lulus. Guru, ingin para
siswanya sukses. Sekolah, demi melestarikan keberadaan institusi dan gengsi
sekolah. Sekolah yang hasil kelulusannya minim akan berakibat berkurangnya
minat orang tua untuk menyekolahkan anaknya ke sekolah tersebut. Dinas
Pendidikan, demi menjaga nama daerah. Negara jelas punya gengsi yang tinggi.
Bayangkan jika banyak anak yang tidak lulus sedang soal yang diujikan dinilai
oleh negara lain adalah soal yang mudah! Maka mutu pendidikan di negara kita,
diam-diam akan menjadi bahan olok-olok negara lain.
Nilai
UN sungguh sangat berharga bagi mereka. Demi kelulusan, demi gengsi, demi
eksistensi institusi, dapat saja kejujuran sebagai nilai moral ditepiskan.
Kepatuhan pada tata tertib, kepatuhan pada etika, dapat diabaikan. Tegasnya
untuk mendapatkan nilai UN yang baik ada yang berlaku tidak jujur, ada
kecurangan dalam perjalanan Ujian Nasional. Bahkan dalam berita ada kecurangan
yang dilakukan secara sistematis, terorganisir. Tahun ini ada sanksi khusus
bagi para pengawas Ujian Nasional yang berlaku curang dan lalai dalam
melaksanakan tugasnya. Aturan ini tentu merujuk pada fakta adanya
ketidakjujuran pengawas dalam menjalankan perannya. Ironis! Hal ini terjadi di
dunia pendidikan. Wahana dicetaknya generasi muda penerus bangsa.
Dari
tulisan di atas menunjukkan bahwa angka 1, 2, 5 dan 20 memiliki korelasi dengan
tingkat kecurangan yang terjadi dalam Ujian Nasional. Meningkatnya jumlah paket
soal seiring dengan tingkat kecurangan yang terjadi dalam UN. Ketika muncul kecurangan
dan riuh diberitakan dalam media maka soal UN dibuat menjadi dua paket. Upaya
menggunakan dua paket masih juga terjadi kecurangan, dibuatlah menjadi 5 paket
soal. Dan sekarang tersaji 20 paket soal.
Demikian
parahkah kecurangan yang terjadi di Ujian Nasional sehingga harus dibuat 20
paket soal? Dengan 20 paket soal maka tiap siswa harus mandiri, tidak lagi
dapat mengandalkan jawaban dari teman yang pintar, tak ada lagi kesempatan
untuk berlaku curang. Tak ada lagi pihak yang dapat membantu para siswanya, karena
tak punya waktu untuk secara cepat membuat jawaban untuk 20 paket soal. Jika
benar demikian maka kesimpulan yang dapat ditarik adalah: semakin tinggi
tingkat kecurangan, maka semakin banyak jumlah varian paket soal yang disajikan.
Sungguh
pekerjaan yang tidak mudah untuk membuat 20 paket soal dengan bobot yang sama. Apakah
dengan paket soal yang berbeda tidak berakibat kepada hasil akhir yang berbeda?
Jika hasil akhirnya digunakan untuk syarat mutlak masuk ke jenjang sekolah yang
lebih tinggi, dapat disebut adilkah? Percayalah pada para pakar pembuat soal
UN! Dijamin valid dan adil!
Semoga
dapat menjadi bahan renungan bahwa berbagai kepentingan dari berbagai pihak
dapat berakibat pada berkurangnya penghayatan terhadap nilai kejujuran.
Mudahnya siswa mendapatkan fasilitas nilai bagus, dapat mengurangi daya juang
dan sifat tanggung jawab pribadi mereka. Dunia pendidikan adalah dunia semua
orang. Semuanya terlibat di dalamnya. Semua pihak ikut bertanggung jawab
menciptakan generasi penerus yang bermutu. Dunia pendidikan di samping sebagai
tempat belajar juga tempat anak-anak mencari dan mendapatkan keteladanan. Kejujuran
adalah mata uang yang berlaku dimana-mana. Dengan UN yang jujur semoga
menghasilkan pemimpin yang jujur di masa depan. Amiin.
Purbalingga, 19
April 2013
Toto Endargo, S.IP
SMP Negeri 2
Purbalingga
Tidak ada komentar:
Posting Komentar