Cerita Remaja
MENANGKAP SPIDERMAN
Oleh: Toto Endargo
SMP Negeri 2 Purbalingga.
Bu Nana menatap tembok di dekat gudang sekolah. Ia heran! Ada bekas telapak sepatu menempel di dinding, seperti tapak sepatu orang yang berjalan di tembok itu. Tapak sepatu itu berawal dari tembok dan berakhir di langit-langit.
Bu Nana menatap tembok di dekat gudang sekolah. Ia heran! Ada bekas telapak sepatu menempel di dinding, seperti tapak sepatu orang yang berjalan di tembok itu. Tapak sepatu itu berawal dari tembok dan berakhir di langit-langit.
“Siapa yang berjalan merayap di dinding sekolah, bahkan
sampai ke langit-langit? Mungkinkah Spiderman mampir ke sekolah kami?”
pertanyaan yang muncul seketika di benak Bu Nana.
Spiderman tentu mengawalinya dengan berjalan di
tembok, badannya telentang menghadap ke atas. Kemudian ia berjalan nungging
dengan kaki di atas sehingga telapak kakinya menempel di langit-langit dan kepalanya
berada di bawah. Jika dilihat dari bekas tapak sepatunya, mungkin begitulah
Spiderman ini berjalan.
Ibu Nana yang lembut, guru Matematika dengan kacamata
positif 1,5-nya mengerutkan dahi. Ia kebetulan pengampu seksi 7K, Keamanan,
Ketertiban, Kebersihan, Keindahan, Kesehatan, Kerindangan dan Kekeluargaan.
Jelas ini menyangkut tugasnya untuk mengembalikan lagi agar suasana sekolah
kembali kondusif. Bersih, indah dan nyaman.
"Hem, bagaimana peristiwa aneh ini terjadi?"
gumam Bu Nana dalam hati. Ia tadi diberitahu
oleh Pak Narsum bahwa dinding gudang kotor, penuh telapak sepatu. Bu Nana pun memeriksanya
dan sungguh keheranan.
“Aneh!” katanya sambil menggeleng-gelengkan kepalanya,
“Spiderman ini harus ditangkap!” pendapatnya dalam hati.
“Tapi, siapa yang sanggup menangkap Spiderman yang
kurang pekerjaan ini?” gumam Bu Nana sambil berjalan perlahan mondar-mandir di
sekitar TKP, tempat kejadian perkara. Hak sepatunya memukul-mukul lantai lorong
dan menimbulkan bunyi yang khas. Cethok, cechok, cethok...!
Dan Senin siang itu seperti hari-hari biasanya, selalu
saja ada beberapa anak yang melaksanakan belajar kelompok. Memanfaatkan waktu
seusai pelajaran berakhir. Mengerjakan
PR atau menyelesaikan tugas dari gurunya. Makan siang mereka cukup sebungkus
batagor dan segelas minuman air mineral atau minum seplastik es campur.
He, he, mungkin karena terlalu banyak cairan yang
masuk ke tubuhnya, maka salah satu anak yang sedang belajar kelompok itu ingin
ke kamar kecil. Kamar kecil berada di dekat gudang TKP. Ketika ia sampai di
dekat lorong gudang. Ia tertegun. Ia berhenti. Ia melihat Bu Nana seperti
sedang berpikir keras. Ia menatap Bu Nana. Bu Nana kembali menatap dinding
gudang.
“Selamat siang, Bu!" salamnya buat Bu Nana. Bu
Nana berpaling dan menatap remaja putra di depannya.
“Siang Togap! Kamu sedang belajar apa? Belum pulang ya?”
“Belum, Bu. Sedang belajar-kelompok. Ada PR Fisika dari
Pak Ar!" jawab Togap sopan. Ia bersalaman dengan Bu Nana, seperti kebiasaan
para siswa jika bersalaman dengan guru. Cium tangan gurunya. Karena tidak tahu
apa yang dikerjakan Bu Nana dan tak ingin mengganggu kepentingannya maka Togap
pun meminta maaf untuk berlalu dari hadapan Bu Nana.
"Maaf, Bu!" katanya kemudian. Badan sedikit
dibungkukkan, ia pun melanjutkan perjalanannya untuk buang air kecil.
Bu Nana tersenyum kecil. Ada secerah ide menghampiri
benaknya.
“Mungkin Togap mengetahui si Spiderman yang mengotori
dinding sekolah ini. Kalau Togap tidak tahu biar ia menyelidiki kasus ini” pikir
Bu Nana.
Togap anaknya sopan. Pintar. Ia ketua kelas di
kelasnya. Ia sangat disegani teman- temannya. Segala tugas sekolah
dikerjakannya dengan penuh tanggung jawab. Jika ada kesulitan tak takut-takut
untuk segera berkonsultasi dengan guru yang mengajarnya. Hidungnya mancung,
rambutnya hitam tebal seperti alisnya. Bajunya selalu rapi. Sinar matanya
berkilat-kilat.
“Togap!” Panggil Bu Nana ketika ia berjalan selesai
dari kamar kecil. Bu Nana mendekatinya. Togap menghentikan langkahnya.
“Ya, Bu!" jawab Togap sopan. Di jidatnya langsung
tergambar simbol tanda tanya besar. “Ada kepentingan apa Bu Nana ini?” katanya
dalam hati.
Dan Bu Nana merangkulnya. Berjalan ke dinding berbekas
telapak sepatu.
“Kamu tahu siapa yang membuatnya?" tanya Bu Nana
sambil menunjuk bekas telapak sepatu di dinding. Togap pun menatap dinding
lorong yang jadi kotor itu. Tapak sepatu. Tercetak dari tembok sampai ke langit-langit.
“Tidak, Bu!" jawab Togap sambil menatap wajah Bu Nana
yang tersenyum kecil. Ada bau wangi menyebar dari diri Bu Nana. Togap
memejamkan mata dua detik. Togap menghayati dengan serius betapa manisnya senyum Bu Nana.
"Kalau begitu kau harus menyelidikinya!" Togap
terdiam. Bagaimana cara melaksanakan tugas ini. Bukan hal yang mudah tentunya.
Bagaimana kalau gagal? Apa risikonya jika ia berhasil dan si Spiderman tahu
bahwa dialah yang membongkar keusilannya? Mungkin Spiderman akan dendam padanya! Keraguan tampak di sikap Togap. Bu Nana dapat menangkap keraguan dibenak Togap, dan ia harus meyakinkan Togap agar mau berusaha.
"Mungkinkah Spiderman yang membuatnya?" tanya Bu Nana.
"Bukan Bu. Paling anak-anak. Siswa sekolah kita juga, Bu!" jawab Togap pelan.
“Kalau begitu, kamu harus sanggup Togap!" desak Bu Nana sambil memegang lembut pundaknya. Ada desir lirih yang mengalir di diri Togap.
"Tangkap Spiderman pembuat kotor dinding ini!" perintah lembut Bu Nana. Senyum Bu Nana kembali merekah. Langsung berantakan kekerasan hati Togap. Ia luluh dan Togap pun menganggukkan kepalanya pertanda sanggup melaksanakan tugas.
“Baik Bu saya akan berusaha mengetahui si Spiderman ini!" jawabnya mantap. Menguatkan tekad. Sesuatu harus dicobanya. Orang harus berusaha menggapai sesuatu yang baik.
"Mungkinkah Spiderman yang membuatnya?" tanya Bu Nana.
"Bukan Bu. Paling anak-anak. Siswa sekolah kita juga, Bu!" jawab Togap pelan.
“Kalau begitu, kamu harus sanggup Togap!" desak Bu Nana sambil memegang lembut pundaknya. Ada desir lirih yang mengalir di diri Togap.
"Tangkap Spiderman pembuat kotor dinding ini!" perintah lembut Bu Nana. Senyum Bu Nana kembali merekah. Langsung berantakan kekerasan hati Togap. Ia luluh dan Togap pun menganggukkan kepalanya pertanda sanggup melaksanakan tugas.
“Baik Bu saya akan berusaha mengetahui si Spiderman ini!" jawabnya mantap. Menguatkan tekad. Sesuatu harus dicobanya. Orang harus berusaha menggapai sesuatu yang baik.
“Bagus, Togap. Selidiki sendiri dulu. Jadikan ini
sebagai rahasiamu. Hanya jika terpaksa sekali Togap boleh minta tolong kepada
teman yang sangat kau percaya!”
Naluri detektif Togap mulai muncul. Inventarisir
seluruh data yang mendukung. Kumpulkan! Buatlah sebuah hipotesa, perkira-kirakan.
Simpulkan dan buktikan!
Hal pelacakan para detektif untuk membuka tabir kasus, menurut Togap, hampir sama dengan soal
matematika. Untuk menyelesaikannya harus mengkaji data yang ada. Sesepele
apapun data awal harus dicari dan diusahakan agar menjadi petunjuk penting. Harus dapat
diubah untuk menjadi modal penting atau dapat diubah menjadi data yang lebih akurat dan sesuai dengan persoalan yang sedang dihadapi. Dan harapannya data
yang baru ditemukan itu harus cocok untuk dimasukkan ke dalam rumus yang sesuai. Dengan demikian akan mempermudah
dalam menyelesaikan soal. Dan soal pun dapat dijawab, dapat diselesaikan dengan benar.
***
Dua hari kemudian ketika usai pelajaran.
"Kamu hebat, Togap!" kata Bu Nana sambil tersenyum
dan memandang Togap. Ada pancaran kasih yang lembut dari mata Bu Nana. Togap menikmatinya.
"Terima kasih, Bu" jawab Togap singkat. Togap
kini berada di ruang bimbingan dan konseling. Berdua. Togap dipanggil menghadap
Bu Nana. Bu Nana telah menyambutnya dengan ramah. Tersenyum dan menyalaminya.
Jarinya yang lentik menunjuk kursi di seberang mejanya. Kini Togap dan Bu Nana
duduk berhadapan.
Ada banyak tumpukan stop map di pinggir meja. Mungkin
data tentang anak-anak yang bandel, mungkin juga anak-anak yang berprestasi. Togap
tersenyum. Bersikap sopan. Agak segan ia duduk di kantor BP hanya berdua dengan
Bu Nana. Ia dapat melihat beberapa anak melintasi ruang BP. Tentu mereka
berpikir Togap sedang kena masalah. Atau seperti biasanya sedang berkonsultasi
tentang pelajaran Matematika.
“Tadi pagi, jam ke tiga. Sarbun dan Karsan saya
panggil ke ruang ini. Ibu telah bertanya kepada mereka berdua. Siapakah yang
telah membuat kotor dinding lorong di dekat gudang itu" Bu Nana mulai
mengajaknya bercakap-cakap. Togap menyimak. Ia semakin mengagumi kelembutan
gerak Bu Nana.
“Awalnya mereka sedikit berkelit. Tapi akhirnya mengaku
juga. Merekalah yang telah membuat bekas telapak sepatu di dinding sekolah
kita" kata Bu Nana seterusnya. Ditatapnya Togap dengan tenang. Mata Bu Nana
memancarkan rasa bangga pada Togap. Togap menunduk. Menata perasaannya. la
harus tetap sopan dan wajar. Tak mungkin ia menampakkan rasa kagumnya di depan Bu
Nana sendiri.
“Coba ceriterakan, bagaimana Togap bisa mengetahui
bahwa Sarbun dan Karsan yang menjadi Spiderman itu!" pinta Bu Nana. Ada kerjap
mata yang bergerak secara otomatis seiring luncuran kalimat dari Bu Nana. Indah, mengesankan!
Togap tersenyum sedikit. Mukanya memerah. Diusapnya
wajahnya dengan kedua telapak tangan. Ia mengambil nafas panjang. Menahan debar
dadanya.
“Kebetulan saja Bu. Saya tadinya juga bingung” Togap
mulai bercerita. Suaranya agak bergetar. Ada sedikit sekat yang menyelinap di tenggorokannya.
“Saya mengamati bekas telapak sepatu itu kira-kira
setengah jam, Bu. Saya juga sempat menggambar bentuk pola telapak sepatu itu. Dari
pola yang saya cermati, saya pastikan itu telapak sepatu kets" Togap
berhenti. Berpikir! Apalagi yang harus diceritakan? Dari mana lagi ia meneruskan
ceritanya. Togap tidak mau bercerita dengan gaya seperti menggurui Bu Nana. Ia
tidak mau ada nada sombong terpancar lewat sikap dan kata-katanya.
“Lalu kamu pasti menemukan semacam petunjuk. Petunjuk apa
lagi yang kau temukan?" tanya Bu Nana.
“Iya Bu, saya bingung bagaimana bekas sepatu itu
sampai di langit- langlt. Saya berpikir keras sekali. Rasanya tidak mungkin
seseorang berjalan nungging di langit-langit sekolah kita" kata Togap
sambil memutar bola matanya.
“Iya, betul! Terus?” pertanyaan sederhana dengan nada
sedikit mendesah.
“Ini pasti pakai alat untuk menempelkannya ke
langit-langit. Saya berpikir! Tongkat! Mungkin dengan tongkat Pramuka!"
terang Togap dengan bersemangat. Bu Nana mengangguk-anggukan kepalanya. Sedikit
tersenyum. Togap menarik nafas panjang. Togap sadar kalimatnya terlalu cepat.
Maka segera ia kurangi kecepatan bicaranya.
“Dengan ujung tongkat, sepatu dibalik dan
ditempel-tempelkan ke langit-langit. Seperti orang menggunakan stempel.
Bergantian antara sepatu kanan dan sepatu kiri, dibuat seperti telapak orang
sedang berjalan. Begitu, Bu!”
Togap berusaha tegar bercerita di depan Bu Nana. Bu
Nana tersenyum.
“Iya betul! Lalu bagaimana sehingga kau secara tepat
mengambil kesimpulan bahwa Sarbun dan Karsan pelakunya"
“Saya bertanya pada Pak Prapto yang sedang membuat sangkar
burung. Apa Pak Prapto kemarin mengetahui ada anak membawa tongkat pramuka. Dan
Pak Prapto mengatakan bahwa ada dua anak yang mengembalikan tongkat ke gudarg
sekolah sepertinya Sarbun dan Karsan. Dari keterangan itu saya lalu mencurigai
kedua anak itu!"
Pak Prapto adalah penjaga malam yang mempunyai kantin
dan menempati ruangan di belakang sekolah. Ia setiap hari kalau ada waktu
kosong, waktunya digunakan untuk membuat sangkar burung. Lalu dijual. Dengan
demikian setiap kali Pak Prapto dapat memperhatikan anak atau orang yang berada
di sekitar gudang sekolah.
“Ya kamu hebat Togap!" kata Bu Nana, matanya
berbinar, “Tidak salah aku minta tolong padamu”. Di tatapnya wajah Togap dengan
rasa bangga.
“Terimakasih, Bu! Lalu paginya saya secara diam-diam
mencocokkan gambar pola telapak sepatu di kertas dengan pola gambar di sepatu
Karsan. Ternyata cocok Bu!"
“Ya, ya!” ucapan yang keluar dari bibir Bu Nana. Guru
Matematika ini sangat terkesan dengan cara kerja Togap. Menyelidiki dan mengambil
kesimpulan secara tersusun rapi.
"Yang menempel di dinding itu telapak sepatunya
Karsan, Bu" kata Togap sambil tersenyum. Ia menundukkan kepala saat
melihat gerak bibir Bu Nana.
“Ya, Ibu sudah tahu. Tadi pagi Sarbun dan Karsan sudah
bercerita persis seperti yang kau katakan itu. Kamu hebat Togap. Dan atas nama
sekolah Ibu mengucapkan terima kasih untukmu" kata Bu Nana dengan penuh bangga.
Togap tetap menundukkan kepala. Sedikit mengangguk-angguk. Ia tetap sopan. Ketika
retina matanya menangkap pantulan rok Bu Nana segera saja ada sentuhan lembut
di pundaknya. Rupanya Bu Nana mendekatinya.
“Sampaikan pada Ayah dan lbumu bahwa besok sore Ibu
ingin berkunjung ke rumahmu. Terima kasih Togap. Kamu boleh pulang!"
Hah!
Kata-kata kamu boleh pulang dari Bu Nana, seperti
melemparkannya dari dunia yang sangat nyaman. Ia seperti diusir oleh Bu Nana.
Togap masih ingin nyaman berdua di ruang BK bersama Bu Nana. Ia ingin tetap
mendengar suara Bu Nana saat mengagumi kemampuannya menangkap Spiderman.
Bu Nana pun menyalami tangan Togap dengan bangga dan
lembut. Togap merasakannya dengan sepenuh hati.
Nyaman dan indah.
Siang itu Togap pulang dengan dada penuh rasa syukur.
Bahwa dia tidak menunjuk nama yang salah. Jika pelakunya bukan Sarbun dan
Karsan maka laporannya hanya akan menjadi sebuah fitnah. Fitnah terhadap Sarbun
dan Karsan. Hal yang sangat ditakutinya, keliru menangkap orang! Takut keliru
salah sasaran.
Alhamdulillah, telah terpecahkan teka-teki Sang
Spiderman di sekolahnya.
Ada kebanggaan di hati Bu Nana atas kemampuan Togap.
Ada rasa indah dan nyaman yang menyusupi di palung hati Togap.
Ada rasa indah dan nyaman yang menyusupi di palung hati Togap.
Ada kebanggaan di dada Togap yang begitu mengesankan.
Namun ada juga rasa syukur di hati keduanya.
Segera dinding yang kotor diusahakan bersih kembali oleh Sarbun dan Karsan. Keduanya tidak juga tahu bahwa Togaplah yang mengungkap misteri tapak sepatu Spiderman.
SMP Negeri 2 Purbalingga kembali selalu ceria dengan segala dinamika seluruh penghuninya.
Segera dinding yang kotor diusahakan bersih kembali oleh Sarbun dan Karsan. Keduanya tidak juga tahu bahwa Togaplah yang mengungkap misteri tapak sepatu Spiderman.
SMP Negeri 2 Purbalingga kembali selalu ceria dengan segala dinamika seluruh penghuninya.
Purbalingga, 19 Februari 2004
apik pak ceritane :)
BalasHapusTerimakasih Mas Eko Setiawan!
HapusAh rasanya sesuai benar. Spiderman dalam ide cerita ini anak Alumni 1998-an. Tembok di sekitar ruang kekerampilan di cap sepatu. Terimakasih Mas Widhi!
Itu berarti misteri dari jaman saya SMP baru skrg terungkap ya pak..hehehe...
BalasHapusOalah... pada nakal nakal nggih..
BalasHapus