Senin, 07 November 2016

SURYATI SINDEN BLATER

SURYATI SINDEN BLATER
Toto Endargo

Suryati Sinden Blater
Inilah salah satu ikon desa yang pernah mengharumkan nama daerah dengan sesuatu yang khas. Suryati Sinden Blater tiga kata yang menjadi judul tulisan ini. Tiga kata yang tiap kata memiliki makna berbeda namun ketika digabungkan memiliki suratan dan siratan sebagai Legenda Desa Blater.
Kata pertama: Suryati.
Suryati, kata yang diambil dari bahasa Jawa dan umum dijadikan sebagai nama orang. Surya artinya “matahari”, sedang akhiran “ti” adalah kata penyebut yang merujuk pada kaum wanita. Jadi ada wanita yang bernama Suryati dan diharapkan pada saatnya dapat bersinar bagai matahari.
Ada kebiasaan di Banyumas untuk memanggil nama seorang anak. Umumnya panggilan diambil dari suku awal atau suku terakhir dari nama yang bersangkutan. Misal Suryati, dapat dipanggil “Sur” atau dipanggil “Ti”. Untuk panggilan dengan suku kata awal kadang diberi kata sandang “Si” sehingga Suryati dapat pula dipanggil dengan nama “Si Sur”. Dan memang pada kenyataannya Suryati ini sering dipanggil dengan nama Si Sur.
Nama Suryati, jika diambil suku kata pertama akan didapat kata “sur”, dalam bahasa Banyumas “sur” memiliki makna khusus yaitu “diperbesar”, misal; “Tulung, genine desur!” artinya, “Tolong, apinya diperbesar!” Jadi Si Sur ini pada saatnya seperti ditakdirkan untuk didorong oleh keadaan agar bakat dan kemampuannya menjadi besar, menjadi lebih mengangkasa dan terkenal.
Kata kedua: Sinden.
Sinden juga dikenal dari Bahasa Jawa. Sinden adalah sebutan bagi perempuan yang bernyanyi mengiringi musik gamelan. Sinden juga disebut waranggana "wara" berarti seseorang berjenis kelamin wanita, dan "anggana" berarti sendiri. Waranggana berarti wanita sendiri, di antara para seniman hanya dia yang wanita. Konon zaman dahulu sinden atau waranggana adalah satu-satunya wanita yang ada di atas panggung pergelaran wayang ataupun pentas klenengan gamelan Jawa.
Kata ketiga: Blater.
Blater yang dimaksud di sini adalah nama sebuah desa di Kecamatan Kalimanah, Kabupaten Purbalingga. Sebuah desa yang dilalui jalan propinsi antara Purwokerto- Purbalingga. Berada seratus meter dari gerbang batas kota, batas kabupaten Banyumas dengan Kabupaten Purbalingga. Blater memiliki dusun-dusun sebagai bagian dari desa Blater yaitu Dusun Blater, Blater Karangmalang, Blater Dhuwur, Blater Tanahgaring, Blater Legok, Karangso dan Karang Tangkil.
***
Suryati Sinden Blater.
Suryati Sinden Blater adalah sebuah legenda desa Blater atau bahkan legenda sinden dari Purbalingga. Bagi pecinta gending dan wayang tahun 1980-an pasti kenal nama Suryati sebagai sinden. Suaranya mengangkasa di udara Nusantara sebab sebagai sinden suara Suryati direkam dalam bentuk kaset dan diudarakan oleh RRI dan radio di berbagai kota.  Hasil rekaman suaranya diperjual-belikan di berbagai toko maupun kios musik. Itulah legenda Suryati Sinden Blater.
Suryati lahir di desa Blater sekitar tahun 1950, anak sulung dari Ki Nadwiraja, seorang tukang kayu. Suryati kecil cukup dipanggil dengan kata “Sur” saja. Ia sekolah hanya sampai SD. Dimulai dari guru SD-nya yang bernama Pak Warno, yang mengamati dan menghayati bahwa Si Sur kecil punya suara yang merdu sebagai sinden. Barangkali bakat turunan dari neneknya yang bernama Nini Ranem seorang yang terkenal sebagai lengger pada jamannya. Si Sur pun oleh Pak Warno diikutkan dalam latihan gendhing sebagai sinden.
Bahwa di Dukuh Blater Legok ada kelompok karawitan yang dipimpin oleh Pak Wiardja, setiap kali pula Suryati ikut nyinden di kelompok tersebut. Tahun 1965-an ada kelompok kesenian  di bawah bimbingan Partai Nasinal Indonesia (PNI) yang diberi nama LKN (Lembaga Kesenian Nasional). Suryati ikut dibesarkan oleh kelompok ini. Tidak lama kemudian Sur dibimbing pula oleh Kebayan Gambarsari, Ki Arsameja. Dan sejak saat itu Suryati dalam pagelaran wayang diperkenankan duduk dekat tukang kendhang menjadi sinden utama bagi sang dalang.
Tahun 1964 -1965 Suryati dipercaya oleh dalang wayang dari desa Petir, Ki Karno, yang pegawai penerangan kabupaten. Lalu Ki Waryan, dalang wayang dari Kalimanah pun tertarik dan mengikat Suryati untuk mengiringinya sebagai sinden.
Tahun 1968 Suryati sungguh beruntung ia menjadi sinden dalang Gino Siswocarito dari Notog, dalang model Banyumasan yang sangat terkenal. Dalang Gino selalu tidak segan-segan untuk memuji dan mengagumi Suryati sebagai sinden khas cengkok Banyumas. Bagi penikmat wayang dalang Gino, tentu tak asing bahwa Suryati setiap kali diminta untuk tampil mengalunkan suaranya yang merayu-rayu.
Lalu tak ketinggalan pula, S. Bono pencipta gendhing Banyumasan dari Purbalingga, dan pimpinan Karawitan Nusa Indah, mengajak dan memperkenalkan Suryati dengan perusahaan rekaman audio. Maka keberadaan Sinden Suryati semakin melejit seiring suaranya yang setiap kali berkumandang lewat pesawat pemancar radio dan tape recorder. Dan pada saatnya bersama pula dengan Ki Narto Sabdho.
Suryati dan Ki Narto Sabdho
Dalang kondhang dari Semarang Ki Narto Sabdho juga terkesan dengan cengkok Banyumasannya Sinden Suryati. Sehingga kemana pun Karawitan Condongraos pimpinan Ki Narto Sabdho digelar disitu ada sinden Suryati. Bahkan setiap kali Ki Narto Sabdho rekaman di Perusahaan Rekaman Lokananta Solo dan Jakarta, sinden Suryati diberi porsi ikut mengumandangkan suaranya.
Ki Narto Sabdho mengenal Suryati ketika sedang mencari sinden khas Banyumas pada Lomba Waranggana Tingkat Provinsi Jawa Tengah. Suryati menjadi Juara II mewakili Kabupaten Purbalingga. Tanpa banyak kata segera saja Suryati diajak dan digembleng di Padepokan Karawitan Condhongraos di Semarang sampai beberapa bulan. Sejak saat itulah suara Suryati semakin berkumandang mendayu-dayu di RRI Semarang. Berkumandang pula lewat siaran langsung RRI Jakarta saat pagelaran wayang kulit Ki Narto Sabdho di pelataran Gedung AKA, Mampang Prapatan Jakarta Selatan, dan saat pentas di Taman Mini Indonesia Indah.
Sama seperti Ki Gino Siswocarito, Ki Narto Sabdho tak segan pula selalu menyebut nama Suryati sebagai sinden dari Desa Blater, Purbalingga. Sinden yang dapat membawakan gendhing cengkok Banyumas yang pas. Nama Blater, nama Purbalingga dan cengkok Banyumas menjadi buah bibir di dunia wayang kulit dan karawitan Jawa. Tebaran pagelaran sinden Suryati merata di wilayah Jawa Tengah, Jawa Timur, Jakarta bahkan sampai ke Bali dan Papua. Terkenal dan larisnya Sinden Suryati seperti menempel seiring terkenalnya Ki Narto Sabdho, Ki H. Anom Suroto dan para dalang yang diikutinya.
 Sebagai siswa Ki Narto Sabdho tentu saja istri dari Bapak Atmo Darmo Armojo yang purnawirawan POLRI, dengan pangkat peltu ini pernah dinasehati oleh Ki Narto Sabdho tentang kebudayaan yang telah membekas di kalbunya.
Suryati masih ingat nasehat Ki Narto Sabdho tentang kebudayaan kalimatnya kurang-lebih begini:
“Sur, kabudayan iku adi luhung. Mula kudu disengkuyung dening budi kang adi luhung. Budi luhur iku kang bisa nyagak jejege kabudayan, saengga tetep nglungguhi adiluhunge!”
Artinya, “Sur, kebudayaan itu baik dan luhur. Maka harus didukung oleh perilaku yang baik dan mulia. Perilaku yang mulia itulah yang dapat menjaga tegaknya kebudayaan sehingga kebudayaan tersebut tetap pada kedudukannya yang baik dan mulia!” 
Suryati dan Bupati Goentoer Darjono
Ada kisah unik antara Suryati dengan Bupati Purbalingga Goentoer Darjono. Dimulai dari pengumuman adanya lomba waranggana tingkat provinsi. Purbalingga harus mengirimkan salah satu wakilnya. Panitia lomba dibentuk, mengadakan seleksi dan memilih sinden andalan. Sebulan penuh ada pemusatan latihan bagi peserta lomba bagi waranggana terpilih yang jadi andalan.
Masalah muncul secara mendadak menjelang hari keberangkatan sinden wakil Purbalingga yang akan berpamitan ke Bapak Bupati Goentoer Darjono. Bupati Goentoer Darjono sungguh mengagumi Suryati sebagai sinden. Dimana ada gamelan dan disitu ada Bupati Goentoer Darjono maka sinden Suryati harus ada untuk mengumandangkan suaranya.  Begitu tahu bahwa wakil Purbalingga bukan Sinden Suryati, Bupati Goentoer Darjono langsung tidak berkenan. Purbalingga harus diwakili sinden Suryati. Perintah bupati pun turun, intinya sinden Suryatilah yang harus mewakili Purbalingga. Panitia dan pelatih sinden sungguh gelagapan. Segera ada wakil yang menuju ke RT I/RW IV Desa Blater, tempat tinggal Sinden Suryati. Pesan Bupati Goentoer Darjono disampaikan. Suryati menyimak dan mengangguk-anggukan kepala. Lalu Suryati berterimakasih dan menjawab terus terang. Suryati menolak tugas tersebut dengan pertimbangan; sudah ada yang dipilih dan dilatih sampai satu bulan, memberi kesempatan sinden lain untuk berprestasi di tingkat provinsi, hormat menghormati dengan sesama sinden, dan Suryati sendiri sudah pernah mewakili Purbalingga.
Mendengar laporan penolakan Suryati Bupati Goentoer Darjono marah besar kepada sinden favoritnya ini. Lalu jatuh “hukuman” untuk Suryati. Suryati “disekores”, disanksi, “diusir”, tidak boleh nyinden di wilayah Kabupaten Purbalingga selama lima bulan sejak saat itu. Dan dengan ikhlas Suryati mematuhi larangan tidak nyinden secara pagelaran selama lima bulan di wilayah Purbalingga. Namun suaranya tetap menghiasi udara Purbalingga berkat siaran audio hasil rekamannya dan juga siaran langsung pagelaran wayang di luar wilayah Purbalingga. Secara ragawi memang tidak tampil di Purbalingga tetapi suaranya tetap berkumandang mendayu-dayu di telinga para penggemarnya di manapun berada.

------------------bersambung......

3 komentar: