KESANDUNG KAMAR KECIL
Toto Endargo
Sekolah yang
kusayangi ternyata memberiku banyak memori. Mengesankan. Kesan indah, kesan
konyol dan berbagai kesan yang lain. Semua kesan muncul seiring dengan
komunitas yang ada di sekolah seperti teman, guru dan situasi sekolah. Tahun
2011/2012, ada dua guru yang harus terlibat dalam cerita ini. Bu Dra. Rudi
Mulyatiningsih, M.Pd. dan Pak Bambang Singgih, S.Pd.
Dra. Rudi Mulyatiningsih,
M.Pd., adalah guru BK, Bimbingan dan Konseling atau ada yang menyebutnya Bimbingan
Karir. Guru yang juga peduli siswa. Suaranya cukup lantang. Cukup ramai kalau
sedang menasehati siswa. Kadang lembut mempesona tetapi kadang juga nyelekit
menyebalkan. Terlambat masuk kelas di saat beliau mengajar, itu bisa mengakibatkan
kita masuk angin karena telinga kita kemasukan angin dari banyaknya petuah yang
disampaikan beliau.
Hari Rabu 5 Okktober
2011, jam pertama di kelas 8B pelajaran BK. Setelah perwalian sekitar lima
menit, kita menunggu kedatangan Bu Rudi. Ternyata sampai lima menit, beliau
belum juga hadir di kelasku.
“Mungkin Bu
Rudi, harus menyelesaikan sesuatu yang penting!” kata batinku.
Dan di saat
menunggu itu, urin di tubuhku penuh dan mendesak kandung kemih, demi menjaga
kesehatan maka saya harus ke kamar kecil. Maklum, karena sarapan pagi ini, ibu
memasak nasi goreng yang sedikit kebanyakan minyak sehingga tadi saya harus
minum lebih banyak dari biasanya. Disyukuri saja.
Kuajak teman
sebangkuku untuk menemaniku ke kamar kecil. Jarak antara kelas 8B yang ada di
lajur barat nomor dua dari utara, ke kamar kecil itu cukup jauh. Hatus melewati
kelas 8C sampai kelas 8H, depan laborat, depan kelas 7B dan 7C, perpustakaan,
melewati tempat lompat jauh, lapangan volley baru sampai di kamar kecil untuk
siswa putri.
Ada Pak
Bambang Singgih, S.Pd di Lapangan basket yang bersebelahan dengan lapangan
volley. Dengan seragam olahraga dan berkalung peluit. Priiit..! Peluit
dibunyikan di saat saya di lapangan volley. Jelas bunyi peluit itu ditujukan
kepadaku, berdua. Ah celaka!
Pak Bambang
itu guru olahraga, selalu serius dalam membimbing siswa. Setiap pagi beliau
sudah membunyikan peluit sebagai tanda bahwa dia harus diperhatikan
perintahnya. Kebersihan sekolah bagian yang sangat diperhatikan, mulai dari
sampah yang berserakan di lantai sampai tempat sampah yang sudah terisi sampah
harus segera dituang ke tempat pembuangan akhir di selatan kelas IX A. Kegiatan
Pak bambang berikutnya adalah menilang siswa yang terlambat, tidak seragam dan
rambut panjang. Terlambat lima menit berarti harus tunduk pada tugas yang
segera diberikan oleh Pak Bambang. Tugas yang baik sebenarnya, karena siswa
diarahkan untuk berbuat baik kepada sekolah, seperti mengatur pot bunga,
menyapu ruangan, membersihkan halaman, atau menyapu lapangan basket. Tapi
menurut siswa tugas dari Pak Bambang ini kadang dianggap cukup menyebalkan.
Pak Bambang telah
membunyikan peluitnya dengan suara yang sangat merdu.Dengan gagahnya ia
memanggil kami,tanpa menanyakan alasan kami ke kamar kecil, beliau langsung
menyuruh kami untuk membersihkan ruangan.
“Kamu berdua.
Sini!” panggilnya sambil mengayunkan jari telunjuk. Tentu saja ada debar
jantung berkecamuk di dada kami berdua.
“Ambil sapu! Bersihkan
ruang OSIS!” perintahnya tanpa basa-basi.
“Saya, Pak?”
saya mencoba bertanya.
“Iya! Menyapu
ruang OSIS!” perintahnya lagi lebih menekankan suaranya.
Apa boleh
buat. Saya harus patuh. Untung ruang OSIS tak begitu lebar. Ruang OSIS ada di
sebelah selatan Ruang Keterampilan. Dan selesai menyapu ruang OSIS itu saya
menyempatkan ke kamar kecil. Lega rasanya. Eh, ternyata emosi memerintahnya Pak
Bambang masih belum reda, begitu saya menginjak lapangan volley peluit beliau berbunyi
lagi. Pasti ada perintah lagi.
“Ruang ganti
wanita juga kotor! Disapu!” perintahnya dengan wajah dibuat seperti orang
marah.
“Iya. Pak!”
jawabku sambil membetulkan rok. Ruang ganti wanita disebelah ruang OSIS.
Ruangnya sempit, ukuran 1,5 x 3 meter. Hanya ada sebuah cermin dan tempat
gantungan baju dari paku-paku. Hanya sebentar, disapu berdua sudah bersih.
Keluar dari
kamar ganti wanita. Kembali Pak bambang yang tinggi-atletis melenggang
mendekatiku. Tangan kanannya memegang sebatang bilah bambu. Bilah bambu
diayun-ayunkan di depan kami berdua.
“Siki, Qo
bocah loro, nyapu ruang BK!” perintahnya pakai bahasa jawa banyumasan. Saya
hanya bisa menganggukan kepala. Benar-benar tidak berani memprotes atau sekedar
bilang iya.
Ruang BK ada
di timur ruang guru. Tidak luas. Sebenarnya ruang ini sudah cukup bersih. Yang
ada di ruang BK hanya tiga guru, Ibu Dartuti, Pak Tarsid dan Bu Rudi. Pagi ini
ruang BK kosong, tak ada penghuninya, mungkin ketiganya sedang di kelas atau
berkepentingan yang lain. Yang ada hanya
data siswa dan buku yang ditata rapi di lemari dan sedikit berantakan di meja.
Ada sebuah komputer yang dilengkapi layar monitor dan sebuah printer. Karena
ruang sudah cukup bersih maka dengan cepat selesai juga menyapu ruang BK.
Agak bimbang,
haruskah saya melapor ke Pak Bambang bahwa pekerjaan telah dilaksanakan.
Bimbang sebab jika melapor, jangan-jangan malah disuruh-suruh lagi. Salah satu
hobbynya Pak Bambang adalah perintah dan menyuruh-nyuruh siswa. Hobby yang lain
adalah memegang mik, meniup peluit, menghukum siswa dan ngajar renang.
Alhamdulillah!
Kami berdua diijinkan untuk masuk kelas.
“Jangan
terlambat lagi!” kata Pak Bambang. Lho!
Busyet,
ternyata saya dan temanku oleh Pak bambang disuruh-suruh nyapu itu karena kami
berdua dianggap terlambat berangkat sekolah, tho! Saya geleng-geleng kepala.
Pagi yang mengesankan. Sekitar dua puluh lima menit kami melaksanakan perintah
Pak Bambang.
Kini menuju
kelas 8B. Kelas yang kusayangi.
“Metung
ngendi?” tanyaku kepada temanku. Harus lewat mana untuk sampai ke kelas 8B.
Lewat selatan atau lewat utara. Kalau lewat selatan berarti harus melewati ruang
guru, lalu berjalan di depan kelas 8F, 8E, 8D, dan 8C. Agak malu, sebab
anak-anak pasti akan berpendapat bahwa saya berdua telah mendapat hukuman dari
Pak Bambang. Sehingga terlambat masuk kelas.
“Tung ngalor
baelah!” ajakku. Kalau lewat utara maksimal hanya dilihat oleh kelas 8A. Maka
kami berdua berjalan lewat gang senggol di belakang kelas 7D,E,F,G. Belok kiri
sedikit mlipir di selatan toilet Guru dan TU, kelas 8A dan kelas 8B.
Tiba di kelas
ternyata Bu Rudy sudah datang. Suaranya yang lantang sudah terdengar ketika
kami sampai di depan kelas 8A.
“Terlambat masuk
kelas bukan hal yang baik. Jangan belajar jadi pemalas. Belum masanya jajan.
Pelajaran sudah berjalan setengah jam kamu baru masuk. Perilaku yang tak
pantas. Kapan kamu belajar disiplin. Kamu generasi muda harapan bangsa. Harus
menjadi generasi yang berkarakter positif. Terpuji dan berprestasi. Bla-bala
...”
Astagfirulah.
Kami dimarahi
karena terlambat mengikuti pelajaran. Kami ingin menjelaskan mengapa kami bisa
terlambat tapi tak sempat!
Nasib!
Terimakasih kepada Resti Romadhani 9E/27 yang telah
menuangkan kisahnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar