Selasa, 09 Oktober 2012

Banyumas – Irreguler


Banyumas – Irreguler

Ternyata Bahasa Banyumas tidak kalah uniknya dengan Bahasa Inggris.
Dalam Bahasa Inggris ada kata sandang yang digunakan untuk menyebutkan kata benda secara individual; the ( the sun, the moon, the sky) maka di Banyumas ada awalan yang bunyinya mirip yaitu de. Awalan ini punya dua makna:
(1)   Pertama “agak” misal pada kata dengonoh (agak kesana) dengeneh (agak kesini).
(2)   Kedua “melakukan suatu pekerjaan secara sengaja”, misal detiliki (ditengok), dejiot (diambil).
Menurut hemat saya Bahasa Banyumas yang baku adalah de bukan di sehingga seperti contoh di atas:
a.      Detiliki bukan ditiliki
b.      Dejiot bukan dijiot
c.       Dekongkon bukan dikongkon
d.      Debenthong bukan dibenthong, dsb
Mengapa kata de pada saat ini cenderung berubah menjadi di ?
Kemungkinan penyebabnya adalah:
1.      Kurang konsistennya penduduk asli Banyumas menggunakan kata asli yang benar.
2.      Para perantau yang bergaul dengan masyarakat “wetanan” secara tidak sengaja terbiasa menggunakan kata di daripada de
3.      Banyak guru Bahasa Jawa yang asli wetanan, sehingga tidak tahu bahwa dialek Banyumas yang benar adalah de, bukan di. Akibatnya yang diajarkan di bukan de. PR bagi Guru Bahasa Jawa yang asli Banyumas, untuk lebih cermat dalam mencermati hal semacam ini.

Kembali kepada keunikan Bahasa Banyumas. Dalam Bahasa Inggris ada istilah irreguler, dalam Bahasa Banyumas pun ada hal yang sejenis dengan istilah ini.
Irreguler verb sering dikatakan sebagai kata kerja tak beraturan. Bunyi dan frasanya terbentuk oleh bentuk waktu (tenses). Contohnya kata : arise (infinitife) - arose (preterite) dan - arisen (past participle, artinya sama yaitu terbit. Pembedanya adalah waktu.

Sekarang Bahasa Banyumas. Dalam Bahasa Banyumas pembentukan kata “irreguler” ini, ternyata kebanyakan obyeknya tetap sama, perubahannya karena situasinya yang berubah.
Berikut ini adalah sekedar contoh “irreguler”, frasa dan bunyi dalam Bahasa Banyumas. Antara lain dipengaruhi oleh:
1.      Perubahan bentuk dari kecil menjadi lebih besar.
a.      Indhil-indhil   –   ondhol-ondhol
b.      Mlenthing – mlenthung
c.       Njendhil - njendhol
d.      Menunung – menonong
e.      Mrintis – mruntus
f.        Krikil – krakal 
2.      Perubahan jumlah dari sedikit menjadi lebih banyak.
a.      Secimit – secomot
b.      Linthing – lunthung
c.       Gemridig - gemrudug
d.      Ngglindhing - ngglundhng
e.      Mrepet – mrapat
 
3.      Perubahan tempat dari yang rendah meningkat menjadi lebih tinggi.
a.      Thongkrong – thingkring – thingkrang – thungkrang 
4.      Perubahan posisi
a.      Mencolot – menculat – mencelat
b.      Mringis – mrenges – mrongos
c.       Ngeneh – nganah
d.      Kejengking - kejengkang
e.      Njenthir – njenthar
f.        Njengit – njengat
5.      Perubahan bunyi
a.      Thithik – thuthuk – thothok 
b.      Kemricik – kemracak
c.       Kripik – krupuk
d.      Klethik – klethak
e.      Teplik – tepluk
6.      Karena sebab-akibat
a.      Garang – garing

He, he, he, barangkali ada yang ingin meneruskan? Silahkan!
Sekedar info, saya pernah nulis juga bahwa wangsalan Banyumasan ternyata punya bentuk yang unik dan lebih menarik dibandingkan wangsalan pada umumnya. Saya menyimak wangsalan tersebut justru pada lirik tembang/gendhing Kembang Glepang.
Hemat saya pola pembentukan wangsalan tersebut dapat dijadikan sebagai salah satu “hak paten” sastra Banyumasan, yang sangat unik di tengah sastra tulis dan sastra tutur yang lain.

Semoga  berkenan. Amiin!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar