Rabu, 15 Maret 2017

SEBUAH PUISI UNTUK TYAS

Cerita Remaja
SEBUAH PUISI UNTUK TYAS
Toto Endargo

SMP Negeri 2 Purbalingga, April 2003.
Di Perumahan Penambongan. Malam hari. Di kamarnya.
“Benarkah Pekik menyukai aku?” kata hati Tyas. Terbayang wajah Pekik Pamungkas di angannya. Bibirnya berkemik, lirih sekali ia menyebut nama pemuda ABG itu. Pekik siang tadi telah menulis puisi untuknya. Dan saat ini sebuah senyum membayang di bibir Tyas. Sebuah buku yang tampak tidak bermutu karena penuh dengan coretan dan tulisan asal-asalan ada di depannya.
===
Empat hari pada pekan ini bagaikan ada sebuah pesta. Di SMP Negeri 2 Purbalingga, di bulan April 2003. Sekolah menyajikan berbagai lomba olah raga dan seni. Kegiatan mid semester genap. OSIS menyelenggarakan berbagai lomba atau pertandingan antar kelas, juga antar individu. Bidang akademis, bidang seni maupun olahraga. Seluruh siswa diberi kesempatan untuk memilih menu kegiatan apa yang mereka mampu dan sukai.

Selasa, 14 Maret 2017

IBUMU LAGI

Cerita Remaja
IBUMU LAGI
Toto Endargo


SMP Negeri 2 Purbalingga
Kisah sekitar tahun 2005. “Bahwa cinta tak pandang usia” begitu kata hati Etha. Maka tak heran gadis manis yang bernama Etha ini jatuh hati kepada adik kelasnya. “Rasanya naif banget. Ah, peduli amat!! Menurut UUD 1945, setiap warga negara berhak berserikat dan berkumpul, tentu berhak pula memilih idaman hati” tekad Etha.
Mulanya cukup konyol. Saat pelajaran PPKn, guru menerangkan tentang contoh hak warga negara baik di Indonesia maupun di luar negeri. Hanya karena iseng. Ketika mendengar kata luar negeri, Etha jadi melamun. Membayangkan punya pujaan hati orang bule. Busyet seperti artis. Etha yang duduk di bangku depan, dekat pintu kelas, segera menundukkan kepala, memejamkan mata dan berdoa, “Ya Allah berilah hamba seorang cowok yang cakep dan baik hati, syukur bule”.
    Sebelas detik kemudian Etha membuka matanya .. byar!

Kamis, 09 Maret 2017

KETIKA PERHATIANMU BERCABANG

Cerita Remaja
KETIKA PERHATIANMU BERCABANG
      Toto Endargo

SMP Negeri 2 Purbalingga.
Tahun 2000. Kelas IIIE. Kelas di pojok utara. Ada kolam ikan di depan kelas. Bambu kodok dengan daun berwarna hijau, andong merah, puring, kangkung-kangkungan, bunga soka di sekeliling kolam dan pakis Alai (asplenium tenerum) yang menempel di batu karang buatan membuat suasana kelas begitu berkesan.
Hari Selasa.
“Untuk siapa?” tanyaku kepada Laras. Ia memohon dan menjajariku di koridor kelas. Aku sedang berjalan ke selatan, ke perpustakaan, saat istirahat kedua.
“Untuk Wiranto!” jawab Laras datar. Wajahnya polos tanpa dosa. Sementara dadaku berdesir. Ada rasa tak suka seketika menggedor-gedor dadaku.
“Untuk Wiranto Adi, kelas IIIC?” tanyaku agak sedikit nada menyelidik.
“Iya! Kenapa?” pertanyaan Laras seperti penuh tekanan pada kata kenapa. Aku menunduk perlahan. Ada cemburu menyentuh kalbu.
===

GOMANG BISA

Cerita Anak
Gomang Bisa!
Toto Endargo

Gomang sendirian di kamarnya. Ia sedang bicara sendiri di depan cermin. Bentuk mulutnya di atur-atur. Dimancungkan, dipleotkan, dan kemudian bibirnya ditarik ke belakang. Di saat lain bibirnya dibuatnya seperti corong. Lucu. Itulah Gomang di waktu kecil, saat berumur kurang lebih tiga tahun.
Ada kebiasaan khas yang selalu dilakukannya, yaitu memperhatikan orang lain yang sedang sibuk. Lalu dia merasa dapat mengerjakan apa yang dilakukan oleh orang yang diperhatikannya itu.
Suatu hari ia memperhatikan pak tukang menggergaji bambu untuk memperbaiki pagar. Segera saja ia bicara, “Gomang, bisa! Gomang, bisaa!” katanya sambil mendekat dan minta gergaji yang dipakai pak tukang. Ia pun mencoba memotong bambu. Tentu saja tenaga dan keterampilannya belum memadai. Ia berkutat sampai beberapa lama. Ngotot memegang gergaji dan tidak memberikan kesempatan pak tukang untuk meneruskan pekerjaannya. Tentu saja membuat orang lain kesal. Demikianlah kurang lebih kebiasaan khas si Gomang sehari-hari.

Senin, 06 Maret 2017

KUDA PINTU

Cerita Anak
Kuda Pintu
Toto Endargo

Pulang sekolah Gomang segera meletakkan tas sekolahnya di lantai, di pojok kamar. Bagian dari kebiasaan buruk yang dilakukannya setiap hari. Celana dan baju sekolah dilemparkan saja di depan kamar mandi. Ibunya setiap kali harus menasehatinya agar dapat berlaku baik dan tertib. Tapi kebiasaan buruk ini tidak juga berangsur baik, tetap dilakukannya tiap hari dan setiap kali. Dengan demikian setiap kali pula ibunya hanya dapat menggeleng-gelengkan kepala.